OKI Gelar Rapat Luar Biasa, Menlu Iran dan Yordania Bahas Cara Efektif Hentikan Kejahatan Israel
Penjabat Menteri Luar Negeri Iran menekankan perlunya mekanisme yang tepat untuk tindakan hukum dan peradilan terhadap kejahatan Israel di forum internasional dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Yordania di Jeddah, Arab Saudi, di sela agenda pertemuan luar biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Rabu (7/8/2024) . 
23:00
8 Agustus 2024

OKI Gelar Rapat Luar Biasa, Menlu Iran dan Yordania Bahas Cara Efektif Hentikan Kejahatan Israel

Di sela-sela pertemuan luar biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Jeddah, Arab Saudi, menteri sementara Iran Ali Bagheri Kani bertemu dan berbincang dengan Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi, menurut laporan MNA, Kamis (8/8/2024).

Menindaklanjuti negosiasi dan diskusi yang berlangsung selama kunjungan Menlu Yordania ke Teheran, serta konsultasi telepon bilateral, kedua belah pihak menyampaikan harapan kalau pertemuan di Jeddah akan menghasilkan keputusan yang konstruktif dan efektif untuk mengutuk dan memberikan tekanan terhadap kejahatan rezim pemerintahan Israel.

"Ali Bagheri Kani menjelaskan upaya intensif dan konsultasi yang menghasilkan penyelenggaraan pertemuan di Jeddah, dengan menekankan perlunya mengambil posisi yang koheren dari semua negara dalam mengutuk tegas kejahatan rezim Zionis dalam pembunuhan Martir Ismail Haniyeh," tulis laporan tersebut.

Ia juga menekankan perlunya menyiapkan mekanisme yang tepat untuk tindak lanjut hukum dan peradilan atas kejahatan ini di forum internasional.

Menteri luar negeri Yordania, pada bagiannya, mengutuk tindakan Israel dalam pembunuhan Martir Haniyeh di Teheran.

Dia menekankan perlunya menghentikan serangan brutal di Jalur Gaza sebagai kunci untuk membangun stabilitas dan perdamaian di kawasan Asia Barat.

Menlu Iran dan Menlu Yordania Penjabat Menteri Luar Negeri Iran menekankan perlunya mekanisme yang tepat untuk tindakan hukum dan peradilan terhadap kejahatan Israel di forum internasional dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Yordania di Jeddah, Arab Saudi, di sela agenda pertemuan luar biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Rabu (7/8/2024) .

Pertemuan Luar Biasa OKI

Diplomat tinggi Iran meninggalkan Teheran menuju Jeddah pada Rabu (7/8/2024) untuk menghadiri pertemuan luar biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dengan fokus pada "Gaza, pembunuhan Kepala Hamas Ismail Haniyeh di Teheran" dan pelanggaran kedaulatan Iran oleh rezim Zionis.

Organisasi tersebut mengadakan pertemuan luar biasa di tingkat menteri luar negeri.

Dalam pernyataan Organisasi Kerja Sama Islam, disebutkan, “Pertemuan ini berlangsung di bawah bayang-bayang berlanjutnya kejahatan rezim Zionis terhadap bangsa Palestina, khususnya di Gaza, yang telah menyebabkan lebih dari 40.000 orang syahid dan 91.000 orang Palestina terluka, yang sebagian besar adalah wanita dan anak-anak.”

Ismail Haniyeh dan salah satu pengawalnya meninggal setelah kediaman mereka menjadi sasaran di Teheran pada hari Rabu, menurut pernyataan yang dirilis oleh IRGC.

Dalam pernyataan yang dikeluarkan pada hari Sabtu, Korps Garda Revolusi Islam mengatakan bahwa pembunuhan Ismail Haniyeh “dirancang dan dilaksanakan oleh rezim Zionis dan didukung oleh pemerintah kriminal Amerika.”

Menanggapi tindakan teror Israel, pejabat tinggi Iran berjanji untuk memberikan tanggapan yang tepat kepada rezim Zionis, dengan Pemimpin Revolusi Iran, Ayatollah Seyyed Ali Khamenei mengatakan, bahwa dengan membunuh Ismail Haniyeh, rezim Israel telah menyiapkan landasan untuk hukuman berat bagi dirinya sendiri.

Sosok Pembunuh Haniyeh

Belakangan ramai pemberitaan terkait sosok yang membantu Israel membunuh Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh.

Sosok itu adalah dua anggota unit keamanan Ansar al-Mahdi dari Korps Garda Revolusi Iran (IRCG), menurut laporan terkini.

Keduanya merupakan warga negara Iran dan direkrut oleh badan mata-mata Israel, Mossad.

Jewish Chronicle, dikutip Anadolu Ajansi, melaporkan dua orang tersebut memperlihatkan gelagat aneh saat mendatangi wisma tamu tempat Haniyeh menginap di Kompleks Saadabad, Teheran, beberapa jam sebelum Pemimpin Hamas itu dibunuh.

Diduga, saat itulah mereka memasang bom di kamar tempat Haniyeh biasanya menginap.

"Para penjaga (anggota IRGC yang direkrut Mossad) terlihat dalam rekaman CCTV, bergerak diam-diam di lorong, menuju kamar yang rencananya diperuntukkan bagi Haniyeh."

"Mereka membuka pintu menggunakan kunci dan memasuki ruangan," ungkap laporan itu.

"Tiga menit kemudian, penjaga itu terekam kamera dengan tenang meninggalkan ruangan, menuruni tangga, menuju pintu masuk utama gedung, pergi meninggalkan gedung, lalu masuk ke dalam sebuah mobil hitam," imbuh laporan Jewish Chronicle.

Lebih lanjut, laporan itu menyebut dua anggota IRGC itu ditawari sejumlah uang sebanyak enam digit dan evakuasi langsung ke negara Eropa utara.

Satu jam setelah memasang bom, keduanya langsung dievakuasi dari Iran oleh Mossad.

Setelahnya, Mossad mencari waktu yang tepat untuk mengeksekusi rencana pembunuhan Haniyeh.

Hingga akhirnya, Haniyeh menerima undangan ke Teheran untuk menghadiri pelantikan Presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian.

"Mossad, dengan bantuan unit intelijen 8200 (unit IDF yang bertanggung jawab atas operasi rahasia), menyadap panggilan telepon antara penyelenggara pelantikan dan tamu undangan."

"Ketika Haniyeh mengonfirmasi kedatangannya, Mossad mulai melaksanakan rencananya; melenyapkan Haniyeh di wisma tamu tempat ia biasa menginap selama kunjungannya ke Teheran," pungkas laporan Jewish Chronicle.

Sebagai informasi, Haniyeh tewas diserang di Teheran, 31 Juli 2024 dini hari.

Selain Haniyeh, pengawal pribadinya yang juga Wakil Komandan Brigade Al-Qassam, Wasim Abu Shaaban, juga tewas dalam serangan itu.

Insiden itu terjadi sehari setelah pelantikan Pezeshkian, yang juga menjadi kemunculan terakhir Haniyeh sebelum tewas.

Iran dan Hamas menuduh Israel membunuh Haniyeh, tetapi Tel Aviv belum mengonfirmasi atau membantah hal tersebut.

Hubungan AS dan Israel Semakin Tegang

Usai tewasnya Haniyeh, ketegangan Amerika Serikat (AS) dan Israel dilaporkan meningkat.

Kepada Washington Post, tiga pejabat Gedung Putih mengklaim Israel langsung memberi kabar pada pejabat AS, mereka lah yang bertanggung jawab atas pembunuhan Haniyeh.

"Meskipun Israel menolak berkomentar mengenai pembunuhan Haniyeh, Israel segera memberi tahu pejabat AS bahwa mereka bertanggung jawab," demikian laporan Washington Post yang mengutip pernyataan tiga pejabat Gedung Putih itu, Rabu (6/8/2024).

Menurut keterangan tiga orang itu, pejabat di Gedung Putih kaget dan marah saat mendengar Israel telah membunuh Haniyeh.

Sebab, menurut pejabat AS, langkah sepihak yang diambil Israel justru memicu kemunduran atas upaya gencatan senjata di Gaza.

"Pejabat Gedung Putih terkejut dan marah atas pembunuhan Haniyeh pada 31 Juli, yang mereka lihat sebagai kemunduran dalam upaya mereka selama berbulan-bulan untuk mengamankan gencatan senjata di Gaza," lanjut surat kabar itu.

Washington Post melaporkan, "di balik layar" sangat terasa adanya ketegangan yang meningkat antara pemerintah AS dan Israel.

Lantaran, Israel dianggap terus mengambil langkah sepihak dalam serangan di Jalur Gaza.

"Pejabat AS juga marah karena Israel gagal memberi tahu mereka sebelum meluncurkan operasi untuk membunuh komandan Hizbullah atau Iran," lapor Washington Post.

Blinken Klaim Peringatkan Iran dan Israel agar Tak Berperang

Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant (kanan) dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken berjabat tangan sebelum pertemuan di Tel Aviv pada 30 November 2023. Blinken mengatakan kepada para pemimpin Israel pada 30 November bahwa gencatan senjata sementara dalam perang mereka dengan Hamas Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant (kanan) dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken berjabat tangan sebelum pertemuan di Tel Aviv pada 30 November 2023. Blinken mengatakan kepada para pemimpin Israel pada 30 November bahwa gencatan senjata sementara dalam perang mereka dengan Hamas " membuahkan hasil. " dan harus dilanjutkan. (SAUL LOEB / POOL / AFP)

Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, mengatakan "tidak boleh ada seorang pun yang meningkatkan" konflik di Timur Tengah, Selasa (5/8/2024).

Ia juga mengklaim Washington telah mengomunikasikan pesan itu secara langsung pada Iran dan Israel.

"Kami telah terlibat dalam diplomasi yang intens dengan sekutu dan mitra, mengomunikasikan pesan itu langsung ke Iran."

"Kami (juga) menyampaikan pesan itu secara langsung ke Israel," ujar Blinken dalam konferensi pers bersama Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin; Menteri Luar Negeri Australia, Penny Wong; dan Wakil Perdana Menteri sekaligus Menteri Pertahanan Australia, Richard Marles; di Annapolis, Maryland.

Blinken juga menegaskan kembali komitmen "kuat" AS terhadap keamanan Israel.

Ia juga memastikan AS akan terus membela Israel dan militernya dari serangan apapun.

Meski demikian, Blinken menekankan negara-negara di Timur Tengah dianggap harus paham, serangan lanjutan hanya akan memperburuk situasi.

"Namun, setiap orang di kawasan ini (Timur Tengah) harus memahami bahwa serangan lanjutan hanya akan memperparah konflik," ucap dia.

"Serangan lanjutan bisa menimbulkan dampak berbahaya yang tidak dapat diprediksi dan dikendalikan sepenuhnya oleh siapapun," tegasnya.

Diplomat tinggi AS mendesak semua pihak untuk membuat keputusan guna meredakan ketegangan, mengingat "momen menentukan yang sedang kita hadapi dalam negosiasi gencatan senjata di Gaza."

Dalam serangkaian panggilan telepon dengan mitranya di kawasan Timur Tengah, Blinken juga berbicara dengan Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi, pada Selasa, mengenai upaya untuk "meredakan ketegangan regional" dan perlunya mencapai gencatan senjata Gaza "segera".

"Ia menekankan pentingnya semua pihak mengambil langkah-langkah untuk mengurangi ketegangan dan menghindari eskalasi lebih lanjut."

"Menteri Blinken menggarisbawahi dukungan AS yang tak tergoyahkan kepada Yordania dan berterima kasih kepada Kerajaan tersebut atas kepemimpinannya dalam menyediakan bantuan kemanusiaan yang menyelamatkan nyawa bagi warga sipil Palestina dan dalam mempromosikan perdamaian dan keamanan regional," kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri, Matthew Miller, dalam sebuah pernyataan.

Sebagai informasi, ketegangan di Timur Tengah meningkat setelah Haniyeh tewas di Teheran, sehari setelah pelantikan Presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian.

Tewasnya Haniyeh itu menuai reaksi keras dari Iran, terutama Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.

Di hari tewasnya Haniyeh, Khamenei menjanjikan "hukuman keras" bagi Israel sebagai balasan.

"Rezim Zionis kriminal dan teroris telah membunuh tamu kami yang terkasih di rumah kami (Iran) dan membuat kami berduka," kata Khamenei dalam sebuah pernyataan, Rabu (31/7/2024), dilansir Al Jazeera.

Ia menambahkan, "rezim Zionis juga menyiapkan dasar untuk hukuman keras bagi dirinya sendiri."

Khamenei juga menegaskan, adalah tugas Iran untuk membalas pembunuhan Haniyeh.

"Kami menganggap bahwa adalah tugas kami untuk membalas darahnya (tewasnya Haniyeh) dalam insiden pahit dan sulit yang terjadi di wilayah Republik Islam ini," kata Khamenei, seraya menyampaikan belasungkawa kepada keluarga Haniyeh dan kelompok Palestina.

Tak hanya Haniyeh, tewasnya Fuad Shukr juga dianggap sebagai salah satu meningkatnya ketegangan di Timur Tengah.

(oln/mehr/JC/Anadolu/*)

Tag:  #gelar #rapat #luar #biasa #menlu #iran #yordania #bahas #cara #efektif #hentikan #kejahatan #israel

KOMENTAR