Kekerasan di Futsal UNS: Insiden Injak Leher yang Viral dan Dampaknya
— Insiden brutal dalam ajang Pekan Olahraga Sebelas Maret (Porsema) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo membuat banyak pihak geram. Seorang mahasiswa harus dilarikan ke rumah sakit setelah lehernya diinjak keras oleh kiper lawan dalam pertandingan futsal.
Kejadian yang terjadi pada Selasa (22/10) sekitar pukul 20.30 WIB itu sontak viral di media sosial. Momen tersebut memperlihatkan aksi pemain Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) berinisial SAP yang tiba-tiba menginjak leher pemain Fakultas Pertanian (FP) berinisial RAFRP.
Insiden ini terjadi saat skor pertandingan menunjukkan 4-2 dan wasit baru saja meniup peluit tanda pelanggaran. SAP yang berposisi sebagai kiper FEB, tiba-tiba mendatangi RAFRP yang jatuh dan langsung menginjak bagian lehernya tanpa ampun.
Aksi kekerasan ini mengejutkan seluruh penonton di Stadion UNS dan menjadi sorotan tajam di berbagai platform media sosial. Publik geram melihat aksi kekerasan di lapangan yang seharusnya menjadi ajang sportivitas dan persahabatan antarmahasiswa.
Korban langsung dibawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RSUD Moewardi Solo untuk mendapatkan penanganan medis secara intensif. Insiden yang mencoreng wajah kampus ini kemudian mendapat perhatian serius dari pihak UNS.
Pihak kampus mengeluarkan pernyataan akan ada sanksi tegas kepada pelaku serta evaluasi terhadap panitia pelaksana Porsema. Tak hanya itu, Rektor UNS juga menginstruksikan untuk menghentikan seluruh kegiatan Porsema sampai waktu yang belum ditentukan.
Aksi SAP yang menginjak leher RAFRP dianggap sangat membahayakan dan dapat menimbulkan risiko cedera fatal bagi korban. Cedera di bagian leher bisa berdampak parah hingga merusak jaringan saraf, bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan atau kematian.
Leher adalah area tubuh yang sangat rentan karena berisi jaringan saraf vital serta vertebra yang menyokong kepala. Cedera leher, seperti yang dialami RAFRP, dapat menyebabkan berbagai komplikasi, mulai dari gangguan mobilitas hingga kerusakan permanen pada sistem saraf pusat.
Pukulan atau injakan keras pada leher bisa mengakibatkan patah tulang belakang, yang dapat mengakibatkan paralisis jika tidak segera ditangani. Jika cedera tersebut mengenai vertebra atau ruas tulang belakang tertentu, korban bisa mengalami kelumpuhan dari leher ke bawah.
Beberapa jenis cedera fatal yang bisa terjadi akibat insiden seperti ini meliputi patah tulang belakang, saraf terjepit, dan kerusakan pada ligamen leher. Cedera ini tidak hanya menyebabkan rasa sakit luar biasa, tetapi juga bisa membuat korban kehilangan kemampuan gerak tubuh.
Cedera akibat benturan di leher juga bisa menyebabkan kontusio, yaitu memar yang parah di permukaan kulit dan jaringan di sekitarnya. Selain menyebabkan nyeri, kontusio juga bisa menghambat aliran darah, memperparah risiko kerusakan otot dan jaringan saraf.
Dalam kasus yang parah, cedera leher dapat mengakibatkan kerusakan saraf pada pusat pengaturan gerak di otak dan tulang belakang. Hal ini akan berdampak pada hilangnya kemampuan koordinasi, bahkan pada gerakan sederhana seperti berjalan atau menggerakkan tangan.
Cedera fatal di bagian leher juga bisa menyebabkan trauma sistem saraf pusat atau yang dikenal sebagai Central Nervous System (CNS) injury. Trauma pada saraf pusat sering kali berakibat panjang dan dapat mengubah kualitas hidup seseorang secara drastis.
Kasus-kasus cedera saraf pusat ini bahkan memiliki tingkat prevalensi yang cukup tinggi pada olahraga dengan kontak fisik. Meski cedera seperti ini lebih sering terjadi pada olahraga keras, kejadian di futsal UNS membuktikan hal ini juga bisa terjadi di olahraga lain.
Tanda-tanda yang biasanya muncul setelah cedera leher mencakup rasa sakit di bagian kepala, leher, hingga bahu. Korban mungkin juga merasakan bunyi “kretek” di leher, lemah, dan kesulitan menggerakkan leher atau mengangkat kepala.
Pertolongan pertama pada cedera leher sangat penting untuk menghindari komplikasi serius, seperti paralisis atau gangguan koordinasi permanen. Tim medis biasanya akan memasang alat penyangga leher dan memberikan obat pereda nyeri untuk meredakan ketidaknyamanan.
Jika terjadi patah tulang belakang, penanganan medis lebih lanjut seperti pembedahan mungkin diperlukan untuk memasang pin atau sekrup di tulang yang retak. Proses pemulihan cedera ini memakan waktu lama dan mungkin memerlukan penggunaan penyangga leher selama beberapa minggu.
Setelah proses penyembuhan, korban cedera leher perlu menjalani fisioterapi untuk mengembalikan kekuatan otot dan kemampuan gerak leher. Fisioterapi juga membantu mencegah risiko komplikasi jangka panjang seperti osteoporosis atau kekakuan pada leher.
Untuk mencegah terjadinya cedera seperti ini di lapangan, penggunaan pelindung kepala dan latihan teknik bermain yang benar sangat dianjurkan. Langkah-langkah pengamanan ini akan mengurangi risiko cedera fatal yang bisa berakibat buruk pada kesehatan dan masa depan pemain.
Tindakan kekerasan yang dilakukan SAP telah membuat publik mempertanyakan etika dan rasa sportivitas antarmahasiswa di UNS. Banyak pihak berharap agar kasus ini diselidiki secara tuntas dan sanksi tegas diberikan demi menjaga nama baik kampus.
Selain sanksi tegas dari pihak kampus, banyak yang menyerukan agar SAP juga diproses secara hukum karena melakukan tindakan kekerasan fisik. Tindakan ini diharapkan bisa menjadi efek jera dan mengingatkan pentingnya menjaga etika di ajang olahraga.
Ajang Porsema UNS yang seharusnya menjadi wadah persahabatan antarfakultas justru ternoda oleh insiden kekerasan yang mencederai sportivitas. Kejadian ini seharusnya menjadi peringatan bagi seluruh peserta agar tidak melampaui batas dalam bersaing di lapangan.
Banyak pihak yang berharap UNS melakukan evaluasi menyeluruh agar insiden kekerasan seperti ini tidak terulang lagi. Ajang olahraga kampus diharapkan tetap bisa menjadi wadah positif bagi mahasiswa untuk bersosialisasi, berkompetisi secara sehat, dan menjalin hubungan baik.
Hingga kini, kondisi korban RAFRP dikabarkan telah stabil meskipun masih harus menjalani perawatan. Keluarga korban berharap pihak UNS bisa menangani kasus ini secara adil dan memberi perlindungan bagi semua mahasiswa yang mengikuti kegiatan kampus.
Kasus ini menjadi pembelajaran penting bahwa semangat sportivitas harus senantiasa dijaga di lapangan. Kompetisi yang sehat bukan hanya soal keterampilan, tapi juga mencerminkan karakter dan kepribadian yang bertanggung jawab.
Dengan komitmen UNS untuk melakukan investigasi dan memberikan sanksi tegas, diharapkan nilai-nilai sportivitas dapat ditegakkan kembali. Insiden ini menjadi pengingat bahwa olahraga adalah tempat untuk mengasah kemampuan dan membangun persahabatan, bukan ajang kekerasan.
Tag: #kekerasan #futsal #insiden #injak #leher #yang #viral #dampaknya