Kasus Penyakit Gusi di Indonesia Terbilang Tinggi, Apa Penyebabnya?
- World Health Organization (WHO) mengungkapkan, Asia Tenggara terutama Indonesia dan Vietnam, adalah wilayah dengan prevalensi penyakit gusi atau periodontitis tertinggi secara global.
Pada dua negara tersebut, angka penambahan kasus periodontitis mencapai sekitar 6,6 juta per tahun. Terkait tingginya kasus penyakit gusi di Indonesia ini, apa penyebabnya?
“Pertama mungkin literasi. Pemahaman masyarakat yang belum banyak bahwa selain penyakit gigi, ada penyakit gusi.”
Hal itu diungkap Guru Besar Ilmu Periodonsia di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Prof. Dr. Amaliya, drg., M.Sc., Ph.D., dalam Indonesian Hygiene Forum 2025 yang digelar oleh Unilever Indonesia melalui brand Pepsodent, di Jakarta Selatan, Rabu (17/12/2025).
Penyebab kasus periodontitis tinggi di Indonesia
1. Rendahnya literasi kesehatan mulut
Rongga mulut yang sehat tidak hanya ditandai dengan gigi yang sehat, tetapi juga gusi yang sehat. Sebab, keduanya saling berkaitan. Sayangnya, sebagian besar masyarakat Indonesia lebih sadar akan kesehatan gigi.
Guru Besar Ilmu Periodonsia di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Prof. Dr. Amaliya, drg., M.Sc., Ph.D., dalam IHF 2025 yang digelar oleh Unilever Indonesia melalui brand Pepsodent, di Jakarta Selatan, Rabu (17/12/2025).
Padahal, jika diumpamakan, gigi adalah pohon yang berdiri tegak dan kokoh di tanah yang subur. Namun, pohon bisa layu dan mati atau tumbang, apabila tidak ada nutrisi di dalam tanah.
Dengan kata lain, jika gigi tidak memiliki jaringan pendukung yang sehat, maka tidak ada sesuatu yang bisa memegangnya dengan erat di dalam mulut.
“Selain penyakit gigi, ada penyakit gusi yang mana gusi bisa berwarna merah, kemudian mudah berdarah, bengkak, bau, mungkin gendut-gendut dan terasa lunak, gatal, kena sedikit (tersenggol) langsung berdarah,” kata drg. Amaliya.
2. Cara menyikat gigi yang salah
Berdasarkan data dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, hanya 6,2 persen masyarakat Indonesia yang memahami cara menyikat gigi yang benar.
Cara menyikat gigi yang benar adalah dua kali sehari selama dua menit pada masing-masing sesi, dan tidak menggosok secara berlebihan dengan penuh tekanan.
3. Merokok
Salah satu kebiasaan yang berdampak buruk bagi hampir seluruh anggota tubuh adalah merokok. Untuk area mulut, merokok adalah salah satu faktor risiko penyebab kerusakan jaringan pendukung gigi.
“Dengan merokok, aliran darah gusi jadi menyempit. Gusi jadi hitam-hitam, jadi pucat, tidak ada darah. Sehingga, nutrisi ke jaringan pendukung gigi kurang,” tutur drg. Amaliya.
Jaringan pendukung gigi mencakup gusi dan tulang. Kondisinya yang kurang baik bisa menyebabkan permasalahan gusi seperti gingivitis, dan yang terparah adalah periodontitis.
4. Jarang konsultasi dan berobat ke dokter gigi
“Kemudian, dari sekitar 250 juta penduduk kita, 91,2 persen dalam setahun terakhir tidak berobat ke dokter gigi. Mereka datang kalau sudah sakit,” ungkap drg. Amaliya.
Ia menyayangkan hal tersebut. Sebab, akan jauh lebih baik apabila masyarakat menjaga gusi dalam keadaan sehat daripada mengobati gusi yang sudah meradang.
Personal Care Community Lead Unilever Indonesia, drg. Ratu Mirah Afifah, GCClinDent., MDSc., dalam IHF 2025 yang digelar oleh Unilever Indonesia melalui brand Pepsodent, di Jakarta Selatan, Rabu (17/12/2025).
Personal Care Community Lead Unilever Indonesia, drg. Ratu Mirah Afifah, GCClinDent., MDSc., mengamini hal tersebut. Sering kali, orang-orang baru datang ke dokter gigi ketika kondisinya sudah parah.
“Kadang, mungkin (dalam kondisi) tidak bisa diselamatkan giginya, atau memerlukan perawatan yang lebih kompleks. Kalau lebih kompleks, artinya waktu yang terbuang lebih banyak. Kemudian (biaya penanganan) jadi lebih mahal,” tutur drg. Ratu.
Penyakit gusi, produktivitas masyarakat, dan kerugian ekonomi
Kondisi gusi yang sudah parah memengaruhi produktivitas seseorang. Ketika mengalami penyakit gusi dengan kondisi tersebut, aktivitas harian jadi terganggu.
Alhasil, seseorang menjadi kurang produktif. Menilik banyaknya masyarakat yang mengalami penyakit gusi, tentu ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang masif.
“WHO memperkirakan kerugian besar sekali, angkanya Rp 53,3 triliun per tahun,” ungkap drg. Ratu.
Di sisi lain, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) telah menyediakan bujet untuk pelayanan kesehatan gigi dan mulut mencapai Rp 4,46 triliun per tahun.
“Kemenkes sudah menyediakan bujet yang cukup. Cuma, berapa yang dikeluarkan masyarakat? Memang rendah sekali, hanya Rp 16.600. Jauh lebih kecil daripada untuk rokoknya, kopinya, jajannya,” tutur dia.
Untuk mencegah penyakit gusi sekaligus kesehatan rongga mulut secara menyeluruh, ada beberapa cara sederhana yang bisa dilakukan.
Pertama adalah menyikat gigi dua kali sehari menggunakan pasta gigi yang mengandung fluoride, zinc, dan vitamin E. Kedua adalah rutin periksa ke dokter gigi setiap enam bulan sekali, atau setidaknya setahun sekali.
Tag: #kasus #penyakit #gusi #indonesia #terbilang #tinggi #penyebabnya