Dari Pameran Tunggal Melik Nggendong Lali, Wirid Visual Untuk Diri-Negeri
EKSPRESI KEBEBASAN: Seniman Butet Kartaredjasa berdiri di depan patung dan lukisan Melik Nggendong Lali karyanya, yang dipamerkan di Galeri Nasional, Jakarta, Jumat (26/4). (MUHAMAD ALI/JAWA POS)
13:00
28 April 2024

Dari Pameran Tunggal Melik Nggendong Lali, Wirid Visual Untuk Diri-Negeri

Seniman Butet Kartaredjasa kembali membuktikan sebagai seniman lintas batas. Dalam pameran tunggalnya bertajuk Melik Nggendong Lali di Galeri Nasional, Jakarta, Butet memajang ratusan karya seni rupa yang disebutnya sebagai hasil wirid visual. Sebuah rapalan doa keinginan diri sendiri dan teruntuk negeri.

“WIRID visual ini cara beribadah saya,” ujar Butet Kartaredjasa di gedung A Galeri Nasional, Jakarta, kemarin (26/4). Wirid yang dilakukannya berdasar ajaran dari pakar metafisika Arkand Bodhana Zeshaprajna. Wirid tersebut diharapkan membawa kebaikan untuk diri.

Wirid itu berupa menuliskan nama lengkapnya sendiri selama 90 hari tanpa putus. Butet pun menuliskan nama lengkapnya yang tidak semua orang mengetahuinya, Bambang Ekolojo Butet Kartaredjasa. ”Kalau salah menulis harus diulang kembali ini,” tutur putra penari dan perupa (alm) Bagong Kussudiardja itu.

Lama-kelamaan, dengan kreativitas seni Butet yang meluap, wiridan menulis nama itu menjelma menjadi seni. Meliuk-liuk hingga menjadi beragam figur. ”Saya semerdeka-merdekanya dalam berkesenian. Memainkan warna, komposisi, dan lainnya,” ucap Butet.

DILARANG MARAH: Lukisan Butet Kartaredjasa bertajuk (searah jarum jam) Pawang, Ingin Punya Nyali, Dengus Kegagahan, dan Siap di Atas menyita perhatian pengunjung pameran. (MUHAMAD ALI/JAWA POS)

Dalam buku pameran Melik Nggendong Lali, tercatat Butet telah menyelesaikan 360 karya seni rupa. Karya seni itu dituangkan dalam beragam media. Dari sketsa, lukisan, patung, sulam, keramik, bahkan instalasi. ”Sebenarnya sih selama wirid visual itu ada 500 karya, tapi kemudian dikurasi,” ungkap Butet. Pameran tersebut berlangsung mulai kemarin sampai 25 Mei mendatang.

Salah satu yang menonjol sekaligus menjadi karya utamanya berjudul Tuli Permanen. Sebuah sketsa dari salah satu tokoh punakawan, Petruk, dengan memakai baju raja Surakarta. Lalu, di telinganya tersumpal sesuatu. ”Itu menggambarkan situasi politik Indonesia, Petruk menjadi ratu,” ujar Butet.

Yang berbeda untuk sketsa Petruk tersebut, Butet tidak menuliskan namanya sendiri, melainkan Nusantara. Nusantara nama lama sebelum muncul Indonesia. ”Ya, ini ibadah sunahnya untuk negeri ini,” papar seniman yang juga dikenal sebagai raja monolog itu.

SARAT MAKNA: Dua lukisan Butet Kartaredjasa bertajuk Tanduk Yang Sejuk (kiri) dan Menumpang Yang Perkasa hadir dalam pameran bertajuk Melik Nggendong Lali. (MUHAMAD ALI/JAWA POS)

Karakter Petruk ini dituangkan Butet dalam beragam media. Misalnya patung. ”Itu yang mukanya emas,” jelasnya menunjuk ke ruang galeri. Di galeri tersebut hadirlah Petruk dengan baju raja Surakarta yang wajahnya emas. ”Wajah emas itu berarti kepemilikan harta dan kekuasaan sering kali membuat orang lupa. Lupa asalnya dari mana,” terang Butet.

Judul pameran berangkat dari peribahasa Jawa Melik Nggendong Lali. Yang artinya menginginkan sesuatu hingga lupa daratan dan melakukan hal yang tidak semestinya. ”Judul ya suka-suka saya,” tuturnya, lantas tertawa.

Sementara itu, kurator pameran Asmudjo J. Irianto mengatakan, dengan laku wirid visual ini, dapat dipahami bahwa Butet dalam membuat karya seni rupa ini dimulai dengan sisi spiritual. Yang kemudian diejawantahkan dalam seni. ”Inilah doa yang dikonkretkan,” ujar Asmudjo.

MULTITALENTA: Selain menggambar di kanvas, Butet Kartaredjasa juga mempertontonkan karya yang dihasilkan di media keramik pada pameran Melik Nggendong Lali ini. (MUHAMAD ALI/JAWA POS)

Menurutnya, doa-doa baik itu terus direpetisi yang diharapkan dikabulkan Tuhan. Sekaligus juga bisa didengar masyarakat. ”Harapan baik yang diulang-ulang diharapkan bisa menular ke masyarakat,” urainya.

Untuk penggunaan nama Nusantara dalam berbagai karya Butet, dia memberikan penekanan bahwa doa yang dipanjatkan Butet tidak hanya untuk diri sendiri. Tapi, juga untuk kebaikan bangsa dan negeri ini. ”Namun begitu, sebuah pameran seni rupa itu merupakan perayaan makna,” jelasnya.

Siapa pun diperbolehkan untuk menerjemahkan karya Butet tersebut. Apa pun penerjemahan yang didapatkan seseorang dalam melihat karya. ”Ini yang disebut pengarang itu telah terbunuh dalam pameran. Makna dari seni itu bukan lagi berasal dari seniman, pengarang, atau pembuatnya.” (idr/c17/dra)

Editor: Ilham Safutra

Tag:  #dari #pameran #tunggal #melik #nggendong #lali #wirid #visual #untuk #diri #negeri

KOMENTAR