Potret Pulau Kecil Terlilit Tambang: Pagerungan Dieksploitasi, Warga dan Ekosistem Terancam
Direktur Indonesia Political Review (IPR) Iwan Setiawan (batik) mengemukakan persoalan pertambangan Migas di Pulau Pagerungan Besar dan Kecil yang dieksplorasi perusahaan migas. [Suara.com/Faqih]
22:24
27 Juni 2025

Potret Pulau Kecil Terlilit Tambang: Pagerungan Dieksploitasi, Warga dan Ekosistem Terancam

Direktur Indonesia Political Review (IPR) Iwan Setiawan menanggapi pernyataan PT Kangean Energy Indonesia (KEI) terkait kepatuhan terhadap izin pertambangan gas di Blok Kangean, tepatnya di Pulau Pagerungan Besar dan Pagerungan Kecil, Sumenep.

Sebelumnya, PT KEI mengeluarkan pernyataan bahwa mereka tidak melanggar UU 27 Nomor 27 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K) karena sudah mengantongi izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).

"PT KEI berlindung pada pasal 23 UU PWP3K. Mereka lupa bahwa pasal 23 UU tersebut menegaskan bahwa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil diprioritaskan untuk konservasi dan kegiatan lain seperti pendidikan, penelitian dan pariwisata," kata Iwan dalam diskusi yang digelar di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (27/6/2025).

Iwan menilai, meski dalam UU tersebut tidak ada larangan untuk aktivitas pertambangan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, serta PT KEI sudah mengantongi izin KKPRL, namun faktanya kerusakan ekologis telah terjadi dan masyarakat setempat sudah dirugikan.

Keterangan mengenai kerusakan lingkungan, tersebut diterima Iwan dari sejumlah kelompok masyarakat.

Termasuk Mahasiswa, LSM dan NGO Pemerhati Politik Lingkungan melalui Focus Group Discussion (FGD) beberapa kali di Jakarta.

“Degradari ekosistem laut, rusaknya terumbu karang dan padang lamun yang menjadi habitat penting biota laut, penyusutan daya tangkap nelayan, itu adalah fakta yang tidak bisa dihindari dengan izin KKPRL yang dibangga-banggakan PT KEI,” tegas Iwan.

Mengenai keberhasilan program pembedayaan masyarakat yang juga diklaim oleh PT KEI, menurut Iwan itu hanya alasan untuk menghindar dari tanggung jawab sosial perusahaan.

"Program community development PT KEI di Pagerungan tidak ada yang sustanaible. Kebanyakan hanya untuk menggurkan kewajiban semata seperti sunatan massal, bantuan habis pakai dan sejenisnya," ujar Iwan.

Iwan kemudian juga mempertanyakan soal data mengenai kesejahteraan masyarakat Pulau Pagerungan selama 30 tahun terakhir.

Sejak PT KEI melakukan aktivitasnya di pulau yang luasnya tidak lebih dari 4 kilometer persegi tersebut.

Masih menurut Iwan, kehadiran PT KEI di pulau tersebut tidak berdampak terhadap ekonomi masyarakat.

"Suruh mereka jujur, UMKM jenis apa yang sudah mereka berdayakan dan berdampak positif terhadap ekonomi masyarakat? Jangan berlindung di balik penghargaan yang mereka terima, sementara faktanya di lapangan tidak demikian," tegas Iwan.

Selain itu, Iwan juga menyoroti kondisi di Pulau Pagerungan Kecil yang hingga kini belum menikmati terangnya listrik.

Padahal, Pulau Pagerungan Kecil termasuk yang mengalami dampak paling parah akibat aktivitas PT KEI di sana.

"Ini sangat ironis, gas bumi mereka dialiri lewat pipa bawah laut sampai ke Gresik sana, tapi masyarakatnya belum menikmati listrik," katanya.

"Mereka cuma mengandalkan mesin diesel yang nyala 2-4 jam perhari secara bergantian. Itupun masyarakat harus bayar 300-400 ribu per bulan. Ini kan kacau," katanya.

Sebelumnya, Perwakilan Manajemen KEI Kampoi Naibaho menjelaskan aktivitas yang dilakukan pihaknya merupakan bagian dari agenda strategis nasional dalam memperkuat ketahanan energi jangka panjang.

“Kami tegaskan bahwa kegiatan kami legal, sah, dan berada di bawah pengawasan pemerintah dan bagian dari mandat negara untuk menjamin pasokan energi nasional,” kata Kampoi dalam keterangannya, dikutip pada Rabu (25/6/2025).

Menurutnya, sejak awal operasi, KEI menjalankan program pengembangan masyarakat di Pagerungan Besar dan Kecil dengan asas pemberdayaan jangka panjang, bukan sekadar pendekatan bantuan sesaat.

Kampoi juga menyebutkan sejumlah program konkret yang telah dijalankan dalam pembangunan perekonomian, kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup, peningkatan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), dan air bersih hingga infrastruktur kelistrikan.

“Kami tidak datang untuk mengambil tanpa memberi. Semua program dirancang berdasarkan masukan masyarakat dan dievaluasi secara berkala,” ujar Kampoi.

Mengenai dugaan kerusakan ekosistem di kawasan operasi KEI, Kampoi menegaskan bahwa pihaknya menjalankan AMDAL sesuai regulasi.

KEI juga diklaimnya telah bekerja sama dengan pakar lingkungan independen untuk memantau dampak ekologis secara ilmiah dan transparan, serta melakukan reklamasi dan konservasi sesuai rekomendasi pihak berwenang.

ILUSTRASI--Eksploitasi minyak bumi di Pulau Pagerungan Besar. (ist) ILUSTRASI--Eksploitasi minyak bumi di Pulau Pagerungan Besar. (ist) 

Kampoi juga menyebut pihaknya membuka ruang diskusi publik sebagai bentuk komitmen terhadap transparansi dan akuntabilitas.

“Kami sangat terbuka untuk forum publik. Kami ingin menjelaskan fakta di lapangan dan mendengar masukan langsung dari masyarakat serta organisasi masyarakat sipil. Mari berdiskusi secara objektif dan berdasarkan data,” ujarnya.

Pernyataan Kapoi tersebut merupakan respons atas tudingan Anatomi Pertambangan Indonesia (API) kepada pemerintah yang dinilai setengah hati menjalankan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K).

API menyebut ada sejumlah fakta aktivitas pertambangan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil mendapat protes dari publik, termasuk di Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Bahkan, Direktur Eksekutif API Riyanda Barmawi mendapat banyak aduan dari masyarakat lokal di sejumlah daerah yang sedang memperjuangkan nasib pulau mereka, lantaran adanya ancaman perusakan yang diduga karena aktivitas pertambangan.

"Pulau Pagerungan Kecil ini kasihan. Dari namanya saja kita sudah tahu ini pulau sangat kecil. Luasnya cuma 2,7 kilometer persegi,” kata Riyanda di Jakarta, Sabtu (21/6/2025).

Dia menjelaskan dampak buruk dari aktivitas pertambangan gas bumi di pulau Pagerungan Besar sudah lama dirasakan oleh masyarakat setempat.

Namun, kata dia, mereka hanya bisa bersabar dan berusaha menerima keadaan karena tidak ada yang berani bersuara.

"Kerusakan ekosistem ini yang paling nampak. Burung-burung endemik di kepulauan ini sudah hilang."

Tak hanya itu, ia mengatakan mata pencarian masyarakat sebagai nelayan juga ikut terancam.

"Para nelayan mengeluh, sekarang mereka harus menempuh jarak yang sangat jauh untuk mencari ikan. Padahal dulu sebelum ada aktivitas tambang gas bumi di sana, mereka cukup buang jala di depan pulau, hasilnya sudah melimpah,” tutur Riyanda.

Editor: Chandra Iswinarno

Tag:  #potret #pulau #kecil #terlilit #tambang #pagerungan #dieksploitasi #warga #ekosistem #terancam

KOMENTAR