Masyarakat yang Sehat Bisa Tingkatkan Pertumbuhan Ekonomi
- Tingkat literasi kesehatan masyarakat tidak hanya berpengaruh pada kualitas hidup individu, tetapi juga memiliki dampak luas terhadap ketahanan ekonomi suatu negara.
Rendahnya pemahaman masyarakat terkait kesehatan terbukti berkorelasi dengan tingginya biaya layanan kesehatan serta menurunnya produktivitas kerja, yang pada akhirnya membebani perekonomian nasional.
Temuan tersebut tercantum dalam laporan Health Inclusivity Index (HII) 2025 yang disusun oleh Economist Impact dengan dukungan Haleon.
Pengaruh literasi kesehatan terhadap pertumbuhan ekonomi
Laporan HII mengukur sejauh mana 40 negara mampu menciptakan sistem yang memungkinkan masyarakat mengakses serta memperoleh manfaat optimal dari layanan kesehatan.
Salah satu temuan paling krusial dalam indeks tersebut menunjukkan bahwa tantangan inklusivitas kesehatan berdampak langsung pada ketahanan ekonomi suatu negara.
Corporate Affairs Lead South East Asia & Taiwan Haleon, Donny Wahyudi menjelaskan, peningkatan literasi kesehatan saja berpotensi menghasilkan manfaat ekonomi hingga Rp47 triliun atau setara USD 2,9 miliar per tahun.
Angka tersebut muncul dari perbandingan biaya kesehatan antara kelompok masyarakat dengan literasi kesehatan rendah dan tinggi.
“Dari hasil temuan kami, orang-orang yang mempunyai literasi kesehatan yang lebih rendah, justru dia menghabiskan biaya untuk kesehatan itu 3 kali lipat lebih banyak dibandingkan mereka yang punya literasi kesehatan yang lebih baik,” kata Donny dalam Diskusi Media terkait laporan Health Inclusivity Index (HII) 2025 di Jakarta Pusat, Kamis (18/12/2025).
Biaya kesehatan melonjak akibat rendahnya pemahaman
(Kiri ke kanan) Departemen Kependudukan dan Biostatistika, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Dr. Wahyu Septiono, S.K.M., M.I.H., Direktur Produksi dan Distribusi Farmasi Kementerian Kesehatan RI, Dita Novianti Sugandi Argadiredja, S.Si., Apt., MM, dan Corporate Affairs Lead South East Asia & Taiwan Haleon, Donny Wahyudi dalam Diskusi Media terkait laporan Health Inclusivity Index (HII) 2025 di Jakarta Pusat, Kamis (18/12/2025).
Donny memaparkan, perbedaan tingkat literasi kesehatan menciptakan jurang biaya yang signifikan dalam pengeluaran kesehatan tahunan masyarakat.
Kelompok dengan pemahaman kesehatan yang rendah cenderung terlambat melakukan pencegahan, salah memilih penanganan, hingga tidak konsisten dalam menjalani pengobatan.
“Perbandingan biaya antara dua kelompok ini adalah Rp 2,5 juta versus Rp 7 juta per tahun,” ujarnya.
Menurut Donny, kondisi tersebut tidak hanya membebani individu dan keluarga, tetapi juga berdampak pada sistem kesehatan nasional secara keseluruhan.
Beban pembiayaan yang tinggi akan meningkatkan tekanan terhadap anggaran kesehatan, baik di sektor publik maupun swasta.
“Dengan meningkatkan literasi kesehatan di masyarakat melalui multi sektor, kita bisa meningkatkan penghematan di bidang kesehatan secara signifikan,” lanjut Donny.
Ia menekankan, literasi kesehatan tidak bisa dibangun oleh satu pihak saja. Dibutuhkan kolaborasi lintas sektor, mulai dari pemerintah, industri kesehatan, dunia pendidikan, hingga media.
Tujuannya agar masyarakat memiliki pemahaman yang lebih baik tentang pencegahan penyakit, penggunaan obat yang tepat, serta pentingnya gaya hidup sehat.
Produktivitas kerja ikut terpengaruh
Dampak rendahnya literasi kesehatan tidak berhenti pada meningkatnya biaya medis.
Direktur Produksi dan Distribusi Farmasi Kementerian Kesehatan RI, Dita Novianti Sugandi Argadiredja, S.Si., Apt., MM, menyoroti keterkaitan langsung antara kondisi kesehatan masyarakat dan produktivitas ekonomi.
“Apabila masyarakat itu sehat, maka impactnya terhadap ekonomi saya rasa akan bisa terasa,” tambah Dita.
Ia menjelaskan, masyarakat yang sering sakit akan mengalami penurunan produktivitas kerja.
Kondisi tersebut berdampak pada berkurangnya jam kerja efektif, meningkatnya angka absensi, serta menurunnya kinerja secara keseluruhan.
“Kalau masyarakatnya sakit akan ada loss of productivity, waktu produktif untuk bekerjanya akan tidak maksimal karena terlalu sering sakit. Tentu hal ini bisa menghambat produktivitas dan pendapatan perusahaan,” kata Dita.
Dalam jangka panjang, penurunan produktivitas ini dapat memengaruhi daya saing industri nasional, khususnya di tengah persaingan global yang semakin ketat.
Perusahaan akan menghadapi beban tambahan akibat turunnya efisiensi tenaga kerja dan meningkatnya biaya kesehatan karyawan.
Literasi kesehatan sebagai investasi ekonomi
Dita menegaskan, upaya meningkatkan literasi kesehatan sejatinya merupakan investasi jangka panjang bagi pembangunan ekonomi nasional.
Masyarakat yang sehat akan lebih produktif, memiliki daya saing tinggi, dan berkontribusi lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Dengan rakyat yang sehat, daya saing ekonomi akan semakin baik, pendapatan juga akan semakin baik, Indonesia juga akan semakin maju,” ujarnya.
Ia menilai, peningkatan literasi kesehatan perlu menjadi bagian dari strategi pembangunan nasional, bukan sekadar program pendukung.
Edukasi kesehatan yang merata dan berkelanjutan diyakini dapat menekan angka penyakit yang sebenarnya bisa dicegah, sekaligus memperkuat fondasi ekonomi negara.
Sejalan dengan temuan Health Inclusivity Index 2025, literasi kesehatan kini tidak lagi dipandang sebagai isu sektoral, melainkan sebagai faktor kunci yang memengaruhi kesejahteraan sosial dan stabilitas ekonomi.
Tanpa masyarakat yang sehat dan paham kesehatan, pertumbuhan ekonomi berisiko berjalan tidak optimal.
Tag: #masyarakat #yang #sehat #bisa #tingkatkan #pertumbuhan #ekonomi