Mengenal Penyakit Epilepsi dan Gejalanya, Rentan Menimpa 1-5 Persen Penduduk Dunia
Ilustrasi: Kejang menjadi salah satu gejala penyakit epilepsi. (Makati Medical Center)
16:48
25 Oktober 2024

Mengenal Penyakit Epilepsi dan Gejalanya, Rentan Menimpa 1-5 Persen Penduduk Dunia

  - Banyak dari kita pasti sering atau pernah mendengar mengenai penyakit epilepsi. Tapi ternyata belum banyak yang tahu dan mengenal lebih jauh apa itu epilepsi.   Menjelaskan mengenai dr. Retno Jayantri Ketaren, Sp.S dari RS Siloam Lippo Village Karawaci menerangkan, epilepsi adalah gangguan neurologis yang disertai dengan kejang yang mengganggu kualitas hidup. Menurutnya, meski telah dikenal luas, banyak orang masih memiliki mitos dan kesalahpahaman tentang kondisi ini.    "Epilepsi adalah kondisi yang ditandai oleh kejang berulang akibat aktivitas listrik abnormal di otak dan merupakan salah satu gangguan neurologis yang paling umum, memengaruhi sekitar 1-5 persen populasi di seluruh dunia," jelas dr. Retno kepada wartawan, Jumat (25/10).  

 

  dr. Retno menambahkan, penyakit ini dapat muncul di semua kelompok usia, bisa terjadi pada anak-anak dan orang dewasa yang lebih tua. Penyakit ini juga tidak memandang etnis tertentu.   Menurut dokter spesialis saraf tersebut menambahkan, kejang pada epilepsi bisa sangat bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Sangatlah penting untuk membedakan epilepsi dari gangguan kejang lainnya, seperti kejang febrile atau kejang akibat infeksi.    "Gangguan tersebut tidak berulang dan tidak disebabkan oleh masalah neurologis yang mendasar, sehingga pengetahuan tentang perbedaan ini sangat penting," imbuh dr. Retno.   Sementara terkait gejalanya, Dr. dr. Made Agus Mahendra Inggas, Sp.BS, FINPS dalam kesempatan yang sama menerangkan, gejala epilepsi bervariasi tergantung pada jenis kejang dan individu yang terlibat.    Beberapa gejala umum meliputi kehilangan kesadaran, gerakan tak terkendali, seperti kejang tonik-klonik dan sensasi aneh, seperti perasaan dejavu atau halusinasi.   "Setiap individu mungkin mengalami gejala yang berbeda. Sementara beberapa pasien mungkin hanya mengalami kejang ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari, yang lainnya dapat mengalami kejang yang lebih kompleks dan mengganggu," terang dr. Made.   Untuk penanganannya, diagnosis epilepsi dapat dilakukan melalui serangkaian langkah yang mencakup pengumpulan riwayat medis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Riwayat medis meliputi pertanyaan tentang frekuensi, durasi, dan karakteristik kejang sementara pemeriksaan fisik bertujuan untuk mengevaluasi kesehatan secara keseluruhan.    Sementara itu, pemeriksaan penunjang seperti EEG (electroencephalogram) dan MRI, membantu mengidentifikasi aktivitas listrik abnormal di otak dan mendeteksi kemungkinan lesi atau kelainan struktural.   "Kejang epilepsi terkontrol merujuk pada keadaan saat kejang pasien dapat terkontrol secara  frekuensi dan intensitas dengan pengobatan atau intervensi tertentu. Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah mencapai kontrol yang baik, di mana pasien mengalami penurunan signifikan dalam jumlah kejang yang dialami," terang dr. Made.   Tata laksana untuk epilepsi umumnya mencakup penggunaan obat antiepilepsi, yang bertujuan untuk mengontrol kejang. Namun, tidak semua pasien merespons dengan baik terhadap obat dan dalam beberapa kasus, pembedahan atau terapi diet khusus juga dapat dipertimbangkan.    Pendekatan tata laksana harus disesuaikan dengan jenis kejang, usia, dan kondisi kesehatan pasien. Adapun salah satu inovasi dalam tata laksana epilepsi adalah Vagus Nerve Stimulation (VNS).    Menurut dr. Made, prosedur ini melibatkan pemasangan perangkat yang merangsang saraf vagus untuk mengurangi frekuensi kejang. VNS biasanya ditawarkan kepada pasien yang tidak mendapatkan hasil yang memuaskan dari pengobatan antiepilepsi konvensional.   Pemasangan VNS dilakukan dengan anestesi umum. Sebuah perangkat kecil diimplan di bawah kulit dada dan dihubungkan ke saraf vagus di leher. Prosedur ini aman dan memiliki waktu pemulihan yang relatif singkat.    "Setelah perangkat terpasang, VNS bekerja dengan memberikan impuls listrik teratur ke saraf vagus. Hal ini dapat membantu menstabilkan aktivitas listrik di otak, sehingga mengurangi frekuensi dan intensitas kejang," ungkap dr. Made.   Diyakini bahwa VNS dapat memberikan alternatif bagi pasien yang mencari cara untuk mengurangi frekuensi dan intensitas kejang, serta meningkatkan kualitas hidup mereka. Epilepsi memerlukan pemahaman mendalam untuk pengelolaannya.    Dengan diagnosis yang tepat dan tata laksana yang sesuai, pasien epilepsi dapat menjalani kehidupan yang lebih baik dan produktif. Edukasi tentang kondisi ini serta pilihan pengobatan seperti VNS, sangat penting untuk meningkatkan kesadaran dan mengurangi stigma seputar epilepsi.   Prosedur pemasangan VNS dilakukan dengan anestesi umum. Dokter bedah saraf akan mengimplan perangkat kecil di bawah kulit dada dan menghubungkannya ke saraf vagus di leher. Proses ini relatif cepat dan aman, dengan waktu pemulihan yang minimal. Pasien biasanya bisa pulang pada hari yang sama setelah prosedur.

Editor: Nurul Adriyana Salbiah

Tag:  #mengenal #penyakit #epilepsi #gejalanya #rentan #menimpa #persen #penduduk #dunia

KOMENTAR