Pengamat Ekonomi Sebut yang Menikmati Keuntungan Hilirisasi Nikel Sebagian Besar adalah Perusahan-Perusahan Tiongkok
BAHAN BAKU BATERAI: Ekskavator memindahkan tanah ke truk dalam pertambangan nikel di Sorowako, Sulawesi Selatan (28/7). Bijih nikel merupakan hasil tambang pertama yang dilarang diekspor secara mentah (HARIANDI HAFID/AFP)
17:54
1 Februari 2024

Pengamat Ekonomi Sebut yang Menikmati Keuntungan Hilirisasi Nikel Sebagian Besar adalah Perusahan-Perusahan Tiongkok

 

-Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution/ISEAI Ronny P Sasmita menjelaskan, raihan pundi-pundi hilirisasi nikel memang cukup menggembirakan.

 

BKPM mencatat, realisasi investasi di sektor hilirisasi sepanjang 2023 Rp 375,4 triliun, atau sebesar 26,5 persen dari total realisasi investasi. ’’Dampak hilirisasi terhadap PDB tentu ada. Yang paling sering dihitung orang adalah pendapatan ekspor dari aktivitas penambahan nilai nikel misalnya, yang jumlahnya berlipat-lipat dibandingkan dengan 2018,’’ ujarnya kepada Jawa Pos, Rabu (31/1).

Namun, lanjut Ronny, manfaat ke PDB dari ekspor nikel bernilai tambah itu hanya di atas kertas. Karena berdasarkan kalkulasi PDB yang baru, semua komoditas yang diekspor atau keluar dari batas administratif Indonesia akan dihitung masuk ke dalam PDB Indonesia, terlepas pelakunya siapa.

’’Nah, masalahnya, pengekspor nikel bernilai tambah tersebut mayoritas berasal dari perusahaan Tiongkok yang menguasai industri komoditas nikel di Sulawesi dan tempat lainya. Sementara penambang yang mayoritas adalah pengusaha lokal, dipaksa menjual nikel mentah dengan harga yang terbilang rendah, jauh di bawah harga internasional,’’ tutur dia.

Artinya, lanjut Ronny, keuntungan berlipat dari aktivitas penambahan nilai nikel tersebut masuk ke kantong perusahaan-perusahaan Tiongkok itu, yang sebelumnya juga telah mendapatkan begitu banyak insentif untuk berinvestasi di sana.

Jadi, mereka menikmati dua kali lipat keutungan. Pertama keuntungan dari penambahan nilai komoditas nikel. Kedua, berbagai macam potongan pajak dan kemudahan regulasi.

Sementara yang didapat oleh masyarakat dan daerah penghasil adalah lapangan pekerjaan dan multiplier effect dari industri hilir nikel. ’’Pun tak sedikit lapangan pekerjaan yang semestinya bisa dikerjakan oleh pekerja lokal juga masih dikerjakan oleh pekerja asing yang berlindung di balik bendera perusahaan subkontraktor,’’ kata Ronny.

Sementara perbaikan atau penambahan infrastruktur daerah berasal dari dana pemerintah pusat, sebagai bagian dari upaya untuk menyenangkan atau memberi karpet merah kepada investor untuk masuk berinvestasi.

Ronny menyebut, kebijakan hilirisasi juga belum cukup menekan angka kemiskinan secara drastis untuk daerah hilirisasi. ’’Dari data terutama dari BPS, angkanya tak terlalu signifikan. Angka penurunan kemiskinan terbilang standar saja alias penurunan secara natural saja. Artinya, distribusi pendapatan dari aktivitas hilirisasi tidak merata, lancar ke atas seret ke bawah,’’ tuturnya.

Ronny mengimbau agar pemerintah mulai membangun fondasi dan ekosistem yang kuat untuk lahirnya pelaku hilirisasi domestik di satu sisi dan menguntungkan penambang lokal di sisi lain. Sembari memberikan pengutamaan kepada kesepakatan transfer teknologi dari negara asal investasi dan pengembangan SDM nasional di sisi lain.

’’Setelah mendapat pengalaman di masa percobaan, maka untuk hilirisasi selanjutnya harus bisa memetik pelajaran sekaligus melakukan perubahan besar. Konsepnya harus dirubah menjadi win-win solution. Karena ‘penyakit’ hilirisasi nikel mulai menjalar ke bausit, di mana para penambang lokal menderita karena pelarangan ekspor. Oversupply, harga jatuh, dan banyak penambang yang gulung tikar,’’ tuturnya.

Penambang yang rata-rata pelaku lokal, harus diberi ruang untuk mendapatkan keuntungan dengan cara relaksasi pelarangan ekspor. Bahkan akan lebih baik diterapkan model Domestic Market Obligation (DMO) yang memungkinkan penambang juga memiliki kuota untuk masuk ke pasar global untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar.

Dengan begitu, mekanisme harga tidak ditentukan secara sepihak oleh pemerintah atau pelaku industri, karena ada insentif bagi penambang untuk menjual ke pasar global jika harga dalam negeri kurang menguntungkan. Artinya, dengan model DMO, oversupply domestik bisa dicegah, karena setiap kelebihan produksi akan dijual ke pasar global.

Jika penambang-penambang lokal bisa menikmati keuntungan yang lebih banyak, maka distribusi kekayaan dari hasil masifikasi komoditas SDA kita bisa lebih merata.

 

’’Selain itu, diperlukan redistribusi pendapatan negara yang disisihkan dari hasil hilirisasi untuk rehabilitasi lingkungan di daerah tambang dan kawasan Industri, untuk penguatan kapasitas SDM masyarakat terdampak, terutama di daerah sekitar, dan untuk pelestarian nilai-nilai budaya serta institusi budaya masyarakat setempat,’’ jelas Ronny. (*)

Editor: Dinarsa Kurniawan

Tag:  #pengamat #ekonomi #sebut #yang #menikmati #keuntungan #hilirisasi #nikel #sebagian #besar #adalah #perusahan #perusahan #tiongkok

KOMENTAR