Duduk Perkara Toko Online Bakal Kena Pajak 0,5 Persen, Pemerintah Pastikan Bukan Pungutan Baru
Ilustrasi e-commerce. Ditjen Pajak tengah finalisasi aturan pemotongan pajak penghasilan atau PPh 0,5 persen bagi toko online di e-commerce seperti Tokopedia dan Shopee.(Dok. Shutterstock)
21:45
27 Juni 2025

Duduk Perkara Toko Online Bakal Kena Pajak 0,5 Persen, Pemerintah Pastikan Bukan Pungutan Baru


- Pemerintah bakal memungut pajak dari penjualan toko online di e-commerce seperti Tokopedia, Shopee, TikTok Shop, Lazada, Blibli, hingga Bukalapak.

Mengutip Reuters pada Rabu (25/6/2025), nantinya platform e-commerce akan diwajibkan untuk memotong pajak penghasilan (PPh) sebesar 0,5 persen kepada toko online yang memiliki omzet tahunan antara Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar.

Selanjutnya, e-commerce juga diwajibkan untuk menyetorkan pengumpulan PPh tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Sebagai informasi, pajak serupa sebelumnya sudah diterapkan kepada usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang berjualan offline dan memiliki omzet di atas Rp 500 juta, yakni PPh Final sebesar 0,5 persen.

Bukan pajak baru

Merespons kabar tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu memastikan aturan soal pajak toko online bukan jenis pajak baru.

Aturan ini hanya mengubah cara pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dalam transaksi di e-commerce.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli mengatakan, dalam aturan terbaru nanti marketplace akan ditunjuk sebagai pemungut pajak dari penjual di platform mereka.

Sementara sebelumnya, pedagang online membayar pajak secara mandiri.

"Rencana ketentuan ini bukanlah pengenaan pajak baru," ujar Rosmauli dalam keterangan tertulis, Kamis (26/6/2025).

Rosmauli bilang, tujuan penunjukan marketplace ini justru untuk menyederhanakan proses.

Sebab sistem pemungutan dibuat lebih terintegrasi dan mudah dijalankan oleh pedagang.

"Tujuan utama ketentuan ini adalah untuk menciptakan keadilan dan kemudahan," katanya.

"Mekanisme ini dirancang untuk memberikan kemudahan administrasi, meningkatkan kepatuhan, dan memastikan perlakuan pajak yang setara antarpelaku usaha."

Lebih lanjut Romauli juga memastikan bahwa toko online dengan omzet di bawah Rp 500 juta per tahun tidak akan dikenakan pajak dalam skema ini.

Rosmauli menegaskan, aturan pajak untuk toko online masih difinalisasi di internal pemerintah.

Nantinya sosialisasi ke publik akan dilakukan setelah regulasi diterbitkan.

Pemerintah juga melibatkan pelaku industri e-commerce serta kementerian dan lembaga lain dalam proses perumusannya.

"Kami memahami pentingnya kejelasan bagi para pelaku usaha dan masyarakat. Oleh karena itu, apabila aturan ini telah resmi ditetapkan, kami akan menyampaikannya secara terbuka, lengkap, dan transparan kepada publik," kata Rosmauli.

 

E-commerce minta persiapan matang sebelum diterapkan

Manajemen Tokopedia-TikTok Shop merespons rencana pemerintah soal penerapan pajak dari penjualan di e-commerce.

Juru Bicara Tokopedia dan TikTok Shop mengatakan, pihaknya mendukung pengembangan sistem perpajakan yang adil dan transparan bagi seluruh stakeholder.

"Jika regulasi ini disahkan, kami berharap implementasinya mempertimbangkan kebutuhan akan waktu persiapan yang memadai di berbagai aspek," ujar Juru Bicara Tokopedia dan TikTok Shop saat dikonfirmasi Kompas.com, Kamis.

"Hal ini mencakup kesiapan teknis platform dan kapasitas para penjual, terutama pelaku UMKM, untuk dapat mematuhi ketentuan tersebut," lanjutnya.

Selain itu, TikTok Shop mendorong upaya edukasi dan sosialisasi yang luas agar seluruh pihak memahami persyaratan yang berlaku.

Hal tersebut dinilai penting untuk menjaga pengalaman pengguna, mendukung pertumbuhan UMKM, serta berkontribusi positif terhadap perkembangan ekonomi digital Indonesia.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Budi Primawan mengatakan, asosiasi siap mematuhi kebijakan yang ditetapkan pemerintah.

Namun, dengan catatan, kebijakan ini dijalankan secara hati-hati dan bertahap.

"Kami memahami bahwa wacana ini mulai disosialisasikan secara terbatas oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kepada beberapa marketplace sebagai bagian dari proses persiapan implementasi,” ujar Budi sebagaimana dilansir dari Kontan.co.id.

Pasalnya, penunjukan platform e-commerce sebagai pemotong pajak akan berdampak langsung pada jutaan penjual, khususnya pelaku UMKM digital.

Karena itu, diperlukan kesiapan sistem, dukungan teknis, dan komunikasi yang jelas kepada para penjual.

"Kami siap bekerja sama dengan DJP dalam mendukung kebijakan perpajakan yang adil dan transparan, serta mendorong kepatuhan nasional tanpa menghambat ruang tumbuh bagi pelaku usaha kecil dan menengah yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi digital Indonesia," kata Budi.

idEA juga mendorong agar implementasi dilakukan secara bertahap.

Proses perlu mempertimbangkan kesiapan UMKM, kesiapan infrastruktur baik dari sisi platform maupun pemerintah, serta kebutuhan sosialisasi yang menyeluruh.

"Kami percaya bahwa keberhasilan implementasi kebijakan ini sangat bergantung pada pendekatan yang kolaboratif, terencana, dan inklusif agar tidak menimbulkan disrupsi pada pertumbuhan ekosistem digital nasional," ucapnya.

Tag:  #duduk #perkara #toko #online #bakal #kena #pajak #persen #pemerintah #pastikan #bukan #pungutan #baru

KOMENTAR