Komdigi Pertimbangkan Sertifikasi untuk Influencer Seperti di China
Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) tengah mengkaji kemungkinan penerapan sertifikasi bagi influencer di Indonesia, menyusul kebijakan serupa yang baru diterapkan di China.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kemenkomdigi Bonifasius Wahyu Pudjianto mengatakan bahwa kebijakan tersebut masih dalam tahap pembahasan internal.
“Karena informasi ini masih baru, kami masih kaji dulu memang. Dan ini menarik, ya kami (Kemkomdigi) ada WA Group, kita lagi bahas gimana isu ini. Ada negara yang sudah mengeluarkan kebijakan baru nih, nah kami masih kaji,” ujar Bonifasius di Jakarta, Jumat (31/10/2025).
Ia menjelaskan, kebijakan sertifikasi influencer di China menjadi perhatian karena berkaitan dengan upaya pengendalian misinformasi dan disinformasi di ruang digital.
Namun, ia menegaskan, Indonesia perlu menyesuaikan kebijakan tersebut dengan konteks dan karakter masyarakatnya.
“Kita perlu menjaga tapi jangan sampai terlalu mengekang. Kompetensi memang diperlukan, supaya tidak muncul konten yang salah atau menyesatkan. Tapi tetap, kebijakan seperti ini harus dikaji secara matang,” kata Bonifasius.
Bonifasius menambahkan, Kemenkomdigi terbuka terhadap masukan dari berbagai pihak sebelum mengambil keputusan.
Menurut dia, jika kebijakan sertifikasi itu diterapkan, akan ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan, mulai dari standar kompetensi, sistem penilaian, hingga sasaran kebijakan.
“Kita belum putuskan, jangankan dibuat, masukan dari teman-teman di kementerian itu yang paling penting. Kita harus mendengar. Kalau perlu, oke, kita buat aturannya,” ujar Bonifasius.
“Sekarang ini yang jadi konten kreator sudah banyak banget. Setiap orang bisa jadi kreator. Jadi, kita harus lihat dulu siapa yang akan disasar dan bagaimana level sertifikasinya,” imbuh doa.
Sertifikasi influencer di China
China mulai menerapkan aturan baru pada 25 Oktober 2025 yang mewajibkan influencer memiliki bukti kualifikasi resmi sebelum membuat konten mengenai topik sensitif seperti kesehatan, hukum, pendidikan, dan keuangan.
Artinya, kreator yang ingin membahas empat bidang tersebut harus menunjukkan ijazah, lisensi, atau sertifikat ahli yang relevan terlebih dahulu.
Dilansir dari CNBC TV18, Selasa (28/10/2025), kebijakan ini bertujuan untuk menekan penyebaran informasi keliru di internet, tetapi sekaligus memunculkan kekhawatiran soal penyensoran.
Menurut Administrasi Ruang Siber China (CAC), aturan ini dibuat untuk melindungi masyarakat dari konten menyesatkan dan saran yang berpotensi merugikan.
Selain influencer, platform seperti Bilibili, Weibo, dan Douyin (versi China dari TikTok), juga diwajibkan memverifikasi latar belakang keahlian kreator konten serta memastikan sumber rujukan dan disclaimer yang jelas.
Saat mengunggah video atau artikel, kreator kini harus mencantumkan jika konten tersebut memanfaatkan AI atau mengutip hasil penelitian.
Pemerintah China menyebut aturan ini sebagai bagian dari upaya meningkatkan kepercayaan publik dan kualitas informasi di platform digital.
Namun, para pengamat menilai kebijakan ini bisa menjadi pintu baru bagi kontrol negara atas ruang diskusi online.
Mereka menilai definisi “ahli” masih terlalu kabur, sehingga memberi peluang bagi pihak berwenang menentukan siapa yang boleh bersuara.
Tag: #komdigi #pertimbangkan #sertifikasi #untuk #influencer #seperti #china