Abrakadabra, City dan Guardiola Terlalu Cepat Kembali
STADION Selhurst Park, London, 14 Desember 2025. Pendukung Arsenal sangat berharap Manchester City terpleset di kandang Crystal Palace itu dalam laga pekan ke-16 Liga Premier Inggris musim 2025/2026.
Seandainya Palace melukai City, seperti final Piala FA musim lalu, Arsenal yang masih berada di puncak klasemen tak akan terintimidasi oleh City.
Pasukan Oliver Glasner bertubi-tubi merepotkan City. Meski tak menguasai bola, Jean-Philippe Mateta dkk melakukan 14 tembakan, empat di antaranya tepat sasaran.
Namun, upaya itu nihil gol. Gawang Gianluigi Donnarumma tetap perawan hingga 90 menit. Sebaliknya Erling Haaland dan Phil Foden merobek gawang Dean Henderson, masing-masing dua gol dan satu gol.
Dua gol dari pemain berpaspor Norwegia itu menjadikan City gacor. Dalam 16 laga atau pekan Liga Premier Inggris, 'monster' ini telah menghimpun 17 gol.
Keran gol Haaland itu membuat pesona bomber anyar Loverpool, Hugo Ekitike, yang telah melesakkan tujuh gol 'tidak kelihatan'.
Sejauh ini, Haaland telah membuat 59 tembakan, kemudian shot on target hingga 34 kali serta punya kesempatan mencetak gol tertinggi, yakni 15,06.
Di laga kontra Palace, sinar City kian benderang ketika Phil Foden juga melesakkan gol. Ini mempertegas fakta bahwa sentuhan magic pemain kidal produk akademi itu telah kembali.
Haaland dan Foden telah mempersembahkan 24 gol untuk City. Lebih separuh dari total gol The Citizens yang telah mencapai 38 biji.
Pertandingan di kandang Palace, yang disebut sebagai laga berat oleh Pep Guardiola, berbuah kemenangan telak. Ini adalah kemenangan kelima City secara beruntun di semua kompetisi setelah dibekuk Newcastle United dan Bayern Leverkusen di akhir November lalu.
Alih-alih terpleset, City kian menekan pemuncak klasemen, Arsenal. Belum Natal dan setengah musim, tapi jarak City dengan The Gunners sudah tinggal dua poin.
Kian menipisnya selisih poin Arsenal dengan peringkat 2, 3 dan 4 tak terelakkan menyusul hasil minor Arsenal ketika diimbangi Chelsea, 1-1, serta dibenamkan Aston Villa, 2-1.
Di laga terakhir pun, tren turun tadi bisa berlanjut seandainya tim racikan Mikel Arteta itu tak diselamatkan dua gol bunuh dari Wolverhampton Wanderers.
Selain Haaland dan Foden, faktor "kembalinya" City yang terlalu cepat ini didongkrak oleh kinerja Jeremy Doku di sayap kiri.
Pemain Belgia ini makin beradaptasi dengan taktik Guardiola. Ia mulai matang, kuat, kreatif, dan menggigit. Doku lengket dengan bola, suka mengiris lebar lapangan dan memanjakan dengan umpan-umpan yang brilian.
Dari barisan pemain anyar--didatangkan transfer musim dingin serta musim panas--saya harus menyebut Tijjani Reijnders, Rayan Cherki serta Nico Gonzalez sebagai pemain yang menggerakkan City.
Gonzalez kian meletakkan diri sebagai pengganti Rodri yang beroperasi sebagai jangkar.
Adapun Cherki sering diplot sebagai sayap kanan. Salah satunya ketika ia tampil dalam pola 4-3-2-1 ketika menghajar Palace 3-0.
Tijjani menjadi salah satu gelandang serang yang kerap dimainkan oleh Guardiola. Ia bukan sejenis pemain yang mengumbar kekuatan fisik, melainkan gelandang yang menambah opsi menciptakan gol.
Salah satu pertunjukannya ketika menciptakan satu gol dan satu assist di laga pembuka City ketika bentrok dengan Wolves, 16 Agustus 2025. Debut pemain berdarah Indonesia lantas merebut perhatian Guardiola.
Elemen terakhir yang menyempurnakan City tak lain adalah Donnarumma. Kiper yang memberi trofi Liga Champions kepada Paris Saint-Germain ini memberi suntikan kepercayaan diri pada klub yang dulu "disemoni" sebagai tetangga berisik oleh Manchester United itu.
Ketika Ederson Moraes terbenam oleh kurva menurun City di musim lalu, tim biru langit bertemu penggantinya.
Donnarumma memang tak selihai Ederson untuk jadi pemain pertama yang memulai build up serangan.
Dalam hal mendistribusikan bola Donnarumma tidak jago. Namun, kiper Italia ini memiliki kekuatan dalam menggagalkan peluang-peluang lawan. Penyelamatan ala Donnarumma kadang sedikit tak "masuk akal" dan menentukan hasil akhir laga.
Saat ini, tak bisa tidak Donnarumma harus beradaptasi dengan taktik Guardiola. Namun, dalam soal built up, sang juru taktik itu tak mungkin meminta lebih dari yang sanggup diberikan oleh Donnarumma.
Kalau Guardiola melawan batas ini, City tak bakal mendapat manfaat dari kehadiran kiper kelas wahid itu.
Dalam laga berat versus Palace, line up City diisi oleh Donnarumma, Ruben Dias, Josko Gvardiol, N. O'Reilly, Matheus Nunes, Nico Gonzalez, Tijjani Reijnders, Bernardo Silva, Phil Foden, Rayan Cherki serta Erling Haaland. Sebelas pemain utama ini menampilkan tentang kematangan sebuah tim.
Pertahanan yang di musim lalu begitu keropos kini makin solid. Dua bek tengah, Dias dan Gvardiol kian padu dalam menggalang pertahanan.
Sedangkan O'Reilly dan Nunes tak hanya mengerti bagaimana bertahan, tapi juga menjadi "sayap bayangan". Dengan sang kapten, Silva memiliki kekuatan menjelajah dua sisi lapangan, City ibarat bermain dengan lima pemain sayap.
Hingga pekan ke-16, City telah keok empat kali. Tim ini tak berdaya di tangan Tottenham Hotspur, Brighton Hove & Albion, Aston Villa dan Newcastle United.
Artinya ada taktik jitu untuk meredam City, sesuatu yang juga ditunjukkan Bayern Leverkusen ketika membenamkan City, 2-0 di Stadion Etihad di fase awal Liga Champions Eropa.
Belakangan, Guardiola mengakui ia salah menurunkan tim. Waktu itu ia menerjunkan delapan pemain pelapis.
Setelah itu Guardiola tobat. Dalam tandang versus Real Madrid, pelatih yang dikenal terus menerus berinovasi dalam taktik ini menurunkan the winning team.
Hasilnya manjur. Madrid, yang di musim lalu menyingkirkan City di babak play-off Liga Champions, kali ini tunduk 1-2.
Ini menerbangkan posisi City di urutan empat klasemen Liga Champions Eropa 2025/2026. Dengan tren dan kinerja yang ditampilkan saat ini, rasanya City bakal melenggang ke 16 besar tanpa harus melalui babak play-off lagi.
Manchester City telah kembali. Ia datang lebih cepat daripada yang kita duga. Fondasi pertamanya adalah duit yang nyaris tidak terbatas.
Kedua, ia setia dengan Pep Guardiola yang terbukti piawai meracik pemain bagus dan mahal menjadi tim yang kuat.
Dan ketiga, dengan uang dan visi permainan Guardiola, pemain anyar dan lama tergerak untuk menjadi bagian dari proyek sang pelatih yang memang berkilau dengan prestasi (trofi).
Keempat, kedalaman skuad--rasanya lebih tepat disebut komposisi skuad--yang dimiliki oleh City sedikit banyak memberi Guardiola alternatif kepada permainan City. Ini "harta" yang kadang membuat iri banyak manajer atau pelatih di daratan Inggris.
Karena itu, saya tak yakin kembalinya City yang terlalu cepat ini hasil "abrakadabra" dari pelatih asal Spanyol itu. City membangun kebesaran dan kejayaan dengan sistem yang disokong dana berlimpah serta kecerdasan seorang pelatih kelas dunia.
Meski begitu, saat ini masih bulan Desember. Juara tidak ditentukan di akhir tahun. Kampiun dinobatkan di pengujung musim (bulan Mei). Untuk sahih disebut "kembali", City harus meraih trofi Liga Premier Inggris atau Liga Champions Eropa.
Di kompetisi domestik, City tak hanya bersaing dengan Arsenal, tapi juga Aston Villa dan Chelsea. Bahkan, sang jawara bertahan, Liverpool tengah bersolek setelah kalah enam kali. The Reds tak boleh dicoret dari peta persaingan berebut trofi.
Sedangkan di panggung Eropa, persaingan lebih edan lagi. Fase awal Liga Champions baru akan dipungkasi bulan Januari 2026. Saat itu pecinta bola akan tahu siapa saja yang masuk 16 besar secara langsung.
Siapa pula yang mesti melakoni babak play-off yang menguras energi karena menyita waktu klub-klub Eropa yang telah dijerat jadwal kompetisi tingkat domestik yang padat.
Kini, Manchester City sedang menikmati permainannya. Namun, dalam perlombaan juara, sering kali angin, badai dan gelombang menerpa. Para pesaing mengintip dan tergoda untuk merobohkannya di setiap laga.