RS Premier Bintaro Terapkan Operasi Ligamen Lutut Buatan Pertama di Indonesia
Rumah Sakit (RS) Premier Bintaro memperkenalkan penggunaan dan operasi ligamen artifisial (artificial ligament) pertama di Indonesia melalui prosedur rekonstruksi ligamen lutut yang dilakukan secara live surgery, Senin (15/12/2025).(Dok. Istimewa)
16:18
16 Desember 2025

RS Premier Bintaro Terapkan Operasi Ligamen Lutut Buatan Pertama di Indonesia

– Rumah Sakit (RS) Premier Bintaro memperkenalkan penggunaan dan operasi ligamen artifisial (artificial ligament) pertama di Indonesia melalui prosedur rekonstruksi ligamen lutut yang dilakukan secara live surgery, Senin (15/12/2025).

Kegiatan bertajuk “Introductory Lecture and Live Surgery: Artificial Ligament for Knee Ligament Reconstruction” di RS Premier Bintaro, Tangerang Selatan (Tangsel).

Pada kesempatan tersebut, RS Premier Bintaro menghadirkan Prof Tao Kun dari Tenth People’s Hospital/Tongji University, Shanghai, China, yang dikenal sebagai pakar rekonstruksi ligamen lutut.

Adapu prosedur operasi dilakukan bersama dokter spesialis ortopedi dan traumatologi konsultan cedera olahraga RS Premier Bintaro, dr Sapto Adji Hardjosworo, SpOT, SubspCO.

Selama ini, penanganan kasus putus ligamen lutut umumnya dilakukan dengan mengambil jaringan urat dari bagian tubuh pasien sendiri.

Menurut dr Sapto, metode tersebut kerap menimbulkan konsekuensi karena harus mengorbankan jaringan tubuh lain.

“Selama ini, jika ditemukan kejadian putus urat di dalam lutut, itu selalu menggantikan urat di bagian tubuh kita yang lain, untuk menggantikan urat yang putus tersebut. Biasa diambil dari urat di belakang paha atau di betis untuk menggantikan urat yang putus,” ujar dr Sapto dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Selasa (16/12/2025).

Ia menjelaskan, penggunaan donor dari orang yang telah meninggal dunia sebenarnya dapat menjadi alternatif.

Namun, teknologi tersebut belum tersedia di Indonesia dan memiliki risiko tinggi.

“Kalau tidak mau menggunakan urat dari bagian tubuh korban sendiri, alternatifnya adalah mengambil donor dari orang yang sudah meninggal. Tapi kan kita nggak punya teknologi seperti itu sekarang. Dan risikonya juga besar, seperti infeksi misalnya,” terangnya.

Pengembangan ligamen artifisial menjadi solusi baru atas keterbatasan tersebut.

Menurut dr Sapto, kebutuhan akan teknologi ini sangat besar karena tingginya kasus cedera ligamen lutut, khususnya akibat aktivitas olahraga.

“Kasus putus urat di dalam lutut ini banyak ditemukan. Cedera olahraga yang mengalami putus berat di dalam lutut itu banyak sekali. Memang di Indonesia belum ada datanya yang pasti, tapi kalau saya mengacu pada teman-teman di Indonesia, hampir tiada hari tanpa operasi seperti ini,” tuturnya.

Ia menambahkan, cedera ligamen lutut kerap terjadi pada cabang olahraga yang mengandalkan kelincahan dan kecepatan, seperti sepak bola, basket, dan bulu tangkis.

Ligamen artifisial yang digunakan dalam prosedur ini terbuat dari bahan polyethylene terephthalate (PET).

Meski masih diproduksi di luar negeri, bahan tersebut dinilai aman untuk ditanamkan ke dalam tubuh manusia.

“Intinya apa pun yang akan ditanam di dalam tubuh kita harus memenuhi syarat bahwa tubuh kita tidak boleh melakukan reaksi penolakan. Sehingga dia aman ditanamkan di dalam tubuh kita,” kata dr Sapto.

Ia menggambarkan bentuk ligamen buatan tersebut menyerupai struktur ligamen alami. Seperti serabut-serabut benang yang dijalin membentuk seperti pita.

Selain menjadi yang pertama di Indonesia, penggunaan ligamen artifisial ini juga diharapkan mempercepat proses pemulihan pasien pascaoperasi.

Menurut dr Sapto, waktu pemulihan dapat menjadi lebih singkat dibandingkan metode konvensional.

“Dengan teknologi ini diharapkan dia bisa kembali pulih lebih cepat. Yang tadinya biasanya butuh enam bulan untuk bisa kembali untuk return to sport, sekarang dalam tiga bulan dia sudah bisa,” katanya.

Ilustrasi sakit lutut. Dok. Shutterstock/New Africa Ilustrasi sakit lutut.

Kembalikan pasien ke tingkat aktivitas semula

Tujuan utama operasi, lanjut dia, adalah mengembalikan pasien ke tingkat aktivitas semula, baik untuk kebutuhan hobi maupun profesi sebagai atlet.

Percepatan pemulihan tersebut juga dinilai dapat berdampak pada efisiensi biaya perawatan.

“Biayanya bisa lebih kompetitif, karena pemulihan yang lebih cepat, tentunya membutuhkan biaya yang lebih murah,” ujar dr. Sapto.

RS Premier Bintaro mengadopsi teknologi ligamen artifisial ini dari China, yang telah lebih dulu mengembangkan dan menerapkannya secara luas.

Kehadiran Prof Tao Kun dalam kegiatan ini juga bagian dari proses transfer knowledge kepada dokter ortopedi di Indonesia.

“Sekarang kami menggunakan urat buatan, dengan beberapa keuntungan yang bisa didapatkan kalau kita menggunakan urat buatan tersebut,” kata dr Sapto.

Meski demikian, ia menegaskan bahwa penggunaan ligamen artifisial tidak dapat diterapkan pada semua kondisi. Terdapat sejumlah kontraindikasi, seperti adanya infeksi atau kondisi tulang yang kropos.

Teknologi tersebut juga tidak diperuntukkan bagi anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan maupun pasien usia lanjut dengan kualitas tulang yang menurun.

Dokter Sapto menjelaskan, apabila terjadi reaksi penolakan, gejalanya dapat terlihat dalam waktu singkat.

“Dalam hitungan setelah tiga hari (biasanya) sudah nampak reaksi penolakan tersebut,” ujarnya.

Namun, apabila tidak terjadi reaksi penolakan, ligamen artifisial tersebut akan tetap berada di dalam tubuh pasien untuk menggantikan fungsi ligamen yang rusak.

Teknologi tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif penanganan cedera ligamen lutut, seiring tingginya kasus cedera akibat aktivitas olahraga di Indonesia.

Tag:  #premier #bintaro #terapkan #operasi #ligamen #lutut #buatan #pertama #indonesia

KOMENTAR