Banyak Remaja Alami Gangguan Mental, KemenKPK Tegaskan Keluarga Punya Peran Penting
Gangguan mental pada remaja tersebut meliputi depresi, kecemasan, dan gangguan perilaku.
Data dari UNICEF Indonesia (2021) mengungkapkan bahwa sekitar 50 persen dari masalah kesehatan mental dimulai pada usia 14 tahun, dan sekitar 75 persen pada usia 24 tahun.
Dalam survei yang sama, hampir 50 persen anak muda di Indonesia merasa tertekan, cemas, atau mengalami stres berat.
Tentang kondisi ini, Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (KemenKPK) Nopian Andusti mengungkap bahwa keluarga punya peran penting.
"Keluarga adalah tempat yang memegang peranan penting dalam keberhasilan tumbuh dan kembang anak," ungkapnya pada kegiatan Gerakan Kesehatan Mental Bagi Remaja “Unlock Your Best Self -Remaja Bahagia, Dunia Lebih Ceria di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (26/10/2024).
Menurut Nopian, keluarga merupakan komunitas pertama untuk mengenali lebih jauh dan memahami perkembangan emosional maupun fisik anak.
Orang tua di dalam keluarga, kata Nopian, umpama cermin di hadapan anak.
Karakter, sifat, dan kompetensi anak tergantung dari bagaimana orang tua bersikap dan memberi perhatian terhadap anak.
Sayangnya, cara komunikasi orang tua dengan anak sering kali berbeda.
Sering kali komunikasi orang tua dengan anak malah menimbulkan ketegangan, kerenggangan, bahkan konflik dalam hubungan.
Padahal, cinta dan dukungan hubungan yang kuat dengan keluarga dapat memiliki pengaruh positif pada kesehatan mental bagi remaja.
Bahkan, hubungan emosional yang baik dapat mengurangi kemungkinan remaja mengalami masalah kesehatan mental.
"Hubungan individu dengan orang tua adalah salah satu hubungan terpenting yang mereka (remaja) miliki. Orang tua memainkan peran penting dalam mempengaruhi interaksi remaja dengan faktor-faktor kompleks dan saling terkait yang membentuk perkembangan mereka," kata Nopian.
Remaja membutuhkan kasih sayang dan dukungan berkelanjutan ketika menghadapi perubahan fisik, sosial, seksual, dan psikologis.
Seiring perkembangan remaja menjadi lebih dewasa, hubungan mereka dengan orang tua berubah dan disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan spesifik usia mereka.
Remaja mengupayakan independensi dan otonomi yang membutuhkan renegosiasi dan reorganisasi hubungan dengan orang tua.
Hal ini dapat menyebabkan konflik yang lebih dan berkurangnya kedekatan dalam hubungan
"Apa bila tidak segera beradaptasi, berbagai perubahan tersebut dapat menyebabkan remaja rentan terhadap berbagai masalah kesehatan jiwa," kata Nopian.
Lebih lanjut, berkaca dari fenomena ini, UNICEF menginisiasi program "Mental Health dan Psychosocial Support".
Program ini dirancang untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental.
Selain itu, UNICEF juga menyediakan ruang yang aman untuk berbagi dan berdiskusi sekaligus memberikan dukungan psikologis yang tepat bagi mereka, khususnya remaja yang membutuhkan.
Program ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk memberdayakan remaja agar mampu mengelola stres, meningkatkan kesejahteraan psikologis, dan membangun daya tahan mental dalam menghadapi tantangan kehidupan.
UNICEF juga mengeluarkan panduan “Membantu Remaja Berkembang Panduan Fasilitator untuk Berkegiatan dengan Remaja Usia 15 hingga 19 Tahun”.
Panduan ini mengulas informasi penting tentang cara mempromosikan, membicarakan, dan mendukung Kesejahteraan Jiwa dan Kesehatan Mental remaja.
Tag: #banyak #remaja #alami #gangguan #mental #kemenkpk #tegaskan #keluarga #punya #peran #penting