Amnesty Internasional Indonesia: Dalam 11 Bulan 579 Orang jadi Korban Kekerasan oleh Aparat Kepolisian
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid (kanan-kiri), Peneliti Perludem Kahfi Adlan Hafiz, Ketua BPN PBHI Julius Ibrani, Direktur Imparsial Gufron Mabruri dan Zainal Arifin, Ketua Advokasi dan Jaringan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) saat diskusi di kantor Imparsial, Jakarta, Selasa (19/9/2023). (MIFTAHUL HAYAT/JAWA POS)
16:32
9 Desember 2024

Amnesty Internasional Indonesia: Dalam 11 Bulan 579 Orang jadi Korban Kekerasan oleh Aparat Kepolisian

  - Amnesty Internasional Indonesia mengungkapkan terdapat 116 kasus kekerasan yang diduga dilakukan aparat kepolisian di seluruh Indonesia, pada rentang waktu Januari sampai dengan November 2024. Kasus itu diduga terjadi secara berulang di berbagai wilayah di Indonesia.   Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid menyatakan bahwa dugaan aksi kekerasan kepolisian itu bukan bagian dari tindakan perorangan, melainkan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).   "Banyak lembaga lainnya seperti Kontras, LBH, Imparsial, Komnas HAM mencatat dan memantau kasus-kasus kekerasan polisi bukan kekerasan polisi yang sekadar mencerminkan perilaku perorangan, melainkan kekerasan yang dapat digolongkan sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Dalam pengamatan kami berkali-kali polisi terlalu cepat menggunakan kekerasan," kata Usman Hamid di Gedung HDI Hive, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (9/12).   Usman menjelaskan, dari 116 kasus kekerasan yang diduga dilakukan aparat kepolisian itu di antaranya terdiri atas 29 kasus pembunuhan di luar hukum, 26 penyiksaan, 21 penangkapan sewenang-wenang, 28 intimidasi dan kekerasan fisik, 7 penggunaan gas air mata dan water cannon yang tidak sesuai prosedur, 3 penahanan incommunicado, 1 pembubaran disksusi, dan 1 penghilangan sementara.  

  Ia memastikan, dugaan kekerasan aparat kepolisian terhadap warga sipil itu berdasarkan data yang akurat. Ia tidak mempermasalahkan, jika dikemudian hari kepolisian mempersoalkan temuan tersebut.   "Enggak berani berspekulasi banyak kasus, melainkan lebih baik sedikit, tetapi bisa dipertanggungjawabkan di hadapan aparat kepolisian, misalnya seandainya mereka menggugat validasi laporan amnesti," ucap Usman.   Ia mengungkapkan, dari 116 kasus itu sebanyak setidaknya 579 orang menjadi korban kekerasan polisi. Rinciannya, 344 orang mengalami penangkapan dan penahanan semena-mena, 152 orang luka-luka akibat serangan fisik, termasuk penembakan meriam air, sedikitnya 17 orang terpapar gas air mata kimia yang berbahaya, serta 65 lainnya mengalami kekerasan berlapis termasuk kekerasan fisik dan penahanan inkomunikado dan seorang lagi dilaporkan sempat hilang sementara.    "Seluruh kekerasan tersebut terjadi saat polisi menghadapi unjuk rasa menolak revisi UU Pilkada," ucap Usman.   Usman menyayangkan janji Kapolri Listyo Sigit Prabowo yang akan mengedepankan sikap humanis. Namun, justru catatan Amnesty Internasional menunjukkan hal sebaliknya.   "Janji Kapolri bahwa era kepemimpinannya mengutamakan pendekatan humanis terbukti gagal. Padahal masyarakat sedang aktif-aktifnya menyuarakan hak mereka. Suara-suara kritis di jalan harus dilindungi, bukan dibungkam," tegas Usman.   Lebih lanjut, Usman menyatakan bahwa kekerasan polisi atas aksi ini menunjukkan polisi mengkhianati tugas melayani dan melindungi masyarakat sesuai hukum nasional dan internasional. Menurutnya, kritik dan ekspresi damai wajib dihadapi secara persuasif, bukan represif.   "Jika ditambah dengan deretan kekerasan polisi yang kini ramai, maka jelas tidak ada perbaikan, malah semakin darurat," pungkas Usman.

Editor: Estu Suryowati

Tag:  #amnesty #internasional #indonesia #dalam #bulan #orang #jadi #korban #kekerasan #oleh #aparat #kepolisian

KOMENTAR