Gajah Hewan yang Emosional, Kini Jadi 'Alat Berat Alami' Bersihkan Puing Akibat Banjir di Aceh
- Empat ekor gajah BKSDA Aceh dikerahkan di Pidie Jaya pada Senin (8/12/2025) untuk menarik material pascabanjir di area sulit terjangkau alat berat.
- Aktivis Indira Diandra mengkritik penggunaan gajah untuk pembersihan material banjir karena gajah adalah makhluk hidup, bukan alat konstruksi.
- Gajah adalah makhluk sosial empatik yang cerdas, mampu berduka, mengingat trauma, serta membutuhkan kesejahteraan meski sempat membantu pemulihan bencana.
Upaya pembersihan sisa-sisa banjir besar di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, menyisakan pemandangan yang tak biasa.
Di antara deretan alat berat dan petugas, empat ekor gajah milik Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh ikut bekerja keras menarik kayu-kayu raksasa dan material yang tertumpuk akibat derasnya arus banjir.
Gajah-gajah tersebut dikerahkan ke Gampong Meunasah Bie, Kecamatan Meurah Dua—salah satu titik terdampak terparah. Menurut Kasat Reskrim Polres Pidie Jaya, Iptu Fauzi Admaja, kehadiran pasukan gajah ini terbukti efektif menjangkau area-area yang sulit dimasuki alat berat.
“Empat gajah yang kami datangkan bersama BKSDA Aceh hari ini sudah berada di lokasi. Mereka langsung kita kerahkan untuk menarik kayu-kayu besar serta material berat lainnya yang menumpuk akibat banjir,” ujar Fauzi dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/12/2025).
Namun di balik kekaguman publik terhadap kemampuan para satwa besar ini, muncul suara kritik yang mengingatkan bahwa gajah adalah makhluk hidup, bukan alat konstruksi.
Teguran dari Aktivis: Gajah Bukan Alat Berat
Melalui unggahan di Instagram pribadinya, aktivis perlindungan hewan Indira Diandra menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap penggunaan gajah dalam operasi pembersihan banjir. Dalam surat terbukanya kepada BKSDA Aceh, Indira menulis gajah bukanlah alat berat.
“Gajah bukan alat berat. Mereka adalah makhluk cerdas, sosial, dan penuh perasaan, yang justru selama ini paling terdampak ketika habitat mereka hilang dan terfragmentasi,” tulisnya.
Ia juga menekankan bahwa meski memahami tekanan situasi darurat, pilihan terbaik adalah mengutamakan metode yang tidak membebani satwa.
“Kami yakin ada banyak alternatif yang dapat diprioritaskan,” tulisnya, sembari menyebut opsi seperti koordinasi lintas lembaga untuk tambahan alat berat, jejaring relawan nasional, serta pemanfaatan teknologi geospasial agar pekerjaan lebih efisien.
Indira menutup pesannya dengan apresiasi, sekaligus harapan agar keputusan penggunaan gajah ditinjau kembali demi keselamatan manusia dan satwa.
"Kami tahu semua pihak bekerja demi kebaikan masyarakat. Tapi kebaikan itu seharusnya mencakup semua makhluk, termasuk gajah yang selama ini ikut menanggung akibat kerusakan habitat,” kata dia.
Gajah: Makhluk Besar dengan Hati yang Lebih Besar
Kritik Indira tidak muncul tanpa dasar. Gajah, baik Asia maupun Afrika merupakan salah satu spesies paling emosional dan empatik di bumi.
Gajah adalah makhluk sosial yang hidup dalam ikatan keluarga erat. Mereka cerdas dan mampu mengingat pengalaman traumatis bertahun-tahun.
Pengalaman buruk, kebisingan, atau situasi kacau pascabencana tentu saja dapat memicu stres baru. Berikut beberapa sifat emosional gajah seperti dikutip World Animal Protection.
1. Mereka Berempati dan Menjaga Sesama
Gajah betina sering melindungi anak yang bukan miliknya dari potensi bahaya, bahkan sebelum bahaya tersebut tampak nyata. Para ilmuwan menduga mereka belajar dari pengalaman masa lalu dan memprediksi kondisi emosional kelompoknya.
Empati lah yang membuat mereka dikenal sebagai penjaga keluarga yang lembut, meski tubuh mereka begitu besar dan kuat.
2. Mereka Berduka Seperti Manusia
Tak banyak spesies yang menunjukkan perilaku berduka. Gajah salah satunya. Ketika ada anggota kawanan yang mati, mereka mendatangi tubuhnya berulang kali, mengelus bangkai dengan belalai, atau berdiri lama dalam keheningan.
Anak gajah yang kehilangan induk bahkan diketahui mengalami stres berat hingga tidak bertahan hidup.
3. Mereka Mengingat dan Merasakan Trauma
Pepatah “gajah tidak pernah lupa” terbukti benar secara ilmiah. Mereka dapat mengingat suara dan individu dari belasan tahun lalu. Trauma pun tertinggal dalam memori mereka.
Anak gajah yang selamat dari serangan pemburu, misalnya, tercatat sering terbangun di malam hari sambil menjerit dan mengeluarkan suara terompet ketakutan—seperti manusia yang mimpi buruk.
4. Gajah Menyimpan Dendam
Dikutip Instagram Hipnoterapis Klinis, dr. Ema Surya Pertiwi, gajah juga menyimpan dendam. Itu terbukti
di beberpa wilayah Afrika, Gajah bisa menyerang desa yang dulu membunuh kelompoknya.
"Tapi yang kita lihat sekarang. Gajah tetap hadir membantu meski bencana itu
terjadi karena ulah tangan tangan kotor yang merusak hutannya," tulisnya.
Di satu sisi, gajah-gajah BKSDA Aceh membantu membuka akses, menarik material besar, dan bahkan menjadi hiburan bagi anak-anak yang sedang mengalami masa sulit—kehadiran mereka menghadirkan ketenangan di tengah kekacauan.
Namun di sisi lain, ada kebutuhan mendesak untuk memastikan kesejahteraan satwa ini tidak terabaikan. Penggunaan gajah sebagai tenaga kerja fisik bukan hanya soal etika, tetapi juga keseimbangan antara kebutuhan manusia dan martabat makhluk hidup lain.
Tag: #gajah #hewan #yang #emosional #kini #jadi #alat #berat #alami #bersihkan #puing #akibat #banjir #aceh