Israel Tarik Mundur Pasukan, IDF Siapkan Rencana Pertahanan Baru di Selubung Gaza: Pengepungan!
Dalam laporan tersebut dikatakan kalau IDF telah mengembangkan rencana pertahanan baru di wilayah selubung Gaza.
Rencana pertahanan baru IDF tersebut dilaporkan, mencakup penguatan sistem pertahanan di sepanjang perbatasan Jalur Gaza.
IDF juga akan melakukan penarikan pasukan secara bertahap dari Gaza, selama pelaksanaan pertukaran tahanan dan perjanjian gencatan senjata, yang dijadwalkan mulai berlaku pada hari Minggu.
Media terafiliasi IDF menjelaskan kalau Divisi ke-99 IDF akan secara bertahap menarik diri dari poros Netzarim sesuai dengan perjanjian gencatan senjata.
Adapun Divisi ke-162 akan memikul tanggung jawab pertahanan di wilayah utara selubung Gaza.
"Sedangkan Divisi Gaza IDF akan memikul tanggung jawab atas wilayah selatan daerah kantung Palestina tersebut. Dengan demikian hanya dua divisi yang akan tersisa di wilayah Jalur Gaza," kata laporan tersebut dikutip Khaberni, Sabtu (17/1/2025).
Pasukan Israel (IDF) mengamati situasi dalam agresi militer di Jalur Gaza.Siap Menyerbu Gaza Lagi
Situs media Israel, Wala dan i24 News juga melaporkan, pada implementasi perjanjian tersebut, pasukan militer Israel akan menyesuaikan penempatan mereka dan secara bertahap menarik diri dari titik-titik di Jalur Gaza.
Mereka mengindikasikan, Komando Militer IDF di wilayah selatan negara pendudukan tersebut sedang bersiap untuk mengerahkan bala bantuan di sepanjang perbatasan dengan Gaza, sambil memperkuat garis pertahanan untuk menjamin keamanan.
Ini artinya, pasukan-pasukan Israel yang berada di dalam Gaza akan ditarik ke luar di seluruh perbatasan.
Pengepungan dengan konsentrasi pasukan di perbatasan ini mengindikasikan kalau Israel siap kembali masuk dan menyerang Gaza jika proses gencatan senjata tidak berjalan mulus.
Sebelumnya pada hari Jumat, Kabinet Israel untuk Urusan Keamanan dan Politik meratifikasi pertukaran tahanan dan perjanjian gencatan senjata.
Kementerian Kehakiman Israel menerbitkan gelombang pertama daftar tahanan Palestina yang akan dibebaskan pada tahap pertama perjanjian tersebut.
Apa yang disebut sebagai "Otoritas Penyiaran Israel resmi" mengindikasikan bahwa kabinet Israel telah mengambil keputusan untuk kembali melakukan pertempuran sengit jika perjanjian tahap kedua dan ketiga tidak dilaksanakan.
"Dewan juga menambahkan keamanan Tepi Barat sebagai salah satu tujuan perang," kata laporan tersebut.
Menurut situs Al Jazeera, meskipun mencapai kesepakatan, pendudukan Israel meningkatkan serangannya di Jalur Gaza dalam beberapa hari terakhir, dan membunuh 116 warga Palestina, termasuk 30 anak-anak dan 32 wanita, sejak perjanjian diumumkan, hingga Jumat sore, menurut Pertahanan Sipil di Gaza.
Sejak 7 Oktober 2023, pendudukan Israel telah melakukan genosida di Gaza, menyebabkan lebih dari 157.000 orang Palestina menjadi martir dan terluka, sebagian besar dari mereka adalah anak-anak dan wanita, serta lebih dari 11.000 orang hilang.
Jalur Gaza di Palestina yang terkepung kini menyaksikan kehancuran besar-besaran dan kelaparan yang menyebabkan kematian puluhan anak-anak dan orang lanjut usia, menjadikannya salah satu bencana kemanusiaan terburuk di dunia.
Ribuan Warga Israel Tolak Gencatan Senjata
Ribuan warga Israel turun ke jalan untuk berunjuk rasa menolak gencatan senjata Israel-Hamas di Jalur Gaza.
Mereka berkumpul di luar Kantor Perdana Menteri Israel di Netanyahu pada hari Kamis, (16/1/2025), dan menghalangi lalu lintas di jalan raya terdekat.
The Guardian menyebut ada sekitar 1.500 orang yang ikut serta dalam demonstrasi. Mereka dibubarkan oleh polisi.
Banyak di antara mereka yang mengenakan pakaian hitam. Tangan mereka berwarna merah karena cat.
“Seorang tahanan yang dibebaskan hari ini akan menjadi teroris besoknya,” demikian tulisan yang tercantum dalam plakat pengunjuk rasa.
“Kalian tak punya perintah untuk menyerah kepada Hamas.”
Para pengunjuk rasa juga membawa sekitar 40 peti mati yang yang diselimuti bendera Israel.
Demonstrasi itu diselenggarakan oleh anggota keluarga sandera yang tergabung dalam Forum Tikva. Mereka menginginkan kemenangan total melawan Hamas, bukan perundingan.
“Kami menolak kesepakatan semacam ini. Saya tidak berunjuk rasa menentang keluarga sandera, tetapi menentang pemerintah. Negara dilarang dijalankan oleh emosi keluarga,” kata Shmuel (27), salah satu demonstran.
“Keluarga itu punya hak untuk melakukan apa pun yang mereka pikir akan bisa mengembalikan anggota keluarga mereka, tetapi sebagai sebuah negara, kita tidak bisa menempatkan bahaya keamanan di seluruh negara.”
Dia mengaku sudah menjalani wajib militer selama 400 hari sejak perang di Gaza meletus. Kata dia, pemerintah terancam menyia-nyiakan upaya yang sudah dilakukan tentara Israel.
“Kita harus melanjutkan perang ini. Sahabat terbaik saya meninggal sebulan lalu saat bertempur di Rafah. Saya bertanya kepada diri saya apakah ini sia-sia.”
Sementara itu, seorang pengunjuk rasa lainnya yang bernama Yehoshua Shani meminta Netanyahu dan kabinetnya menolak gencatan senjata.
“Kami menghabiskan malam di sini di luar Kantor Perdana Menteri. Tentu saja susah tidur karena ada kekhawatiran mengenai nasib para sandera dan keamanan rakyat Israel,” kata Shadi dikutip dari Yedioth Ahronoth.
“Kami meminta perdana menteri dan kabinetnya untuk mencegah ini pada momen terakhir. Jangan tanda tangani kesepakatan yang berarti penyerahan, penelantaran sandera lain, dan membahayakan keamanan Israel.”
Keinginan para pengunjuk rasa itu gagal diwujudkan karena kabinet Netanyahu baru saja mengumumkan menyetujui gencatan senjata.
“Pemerintah telah menyepakati rancangan pengembalian sandera. Rancangan untuk pembebasan sandera akan mulai berlaku hari Minggu, 19 Januari 2025,” kata Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dikutip dari CNN.
Kabinet beranggotakan 33 menteri itu menyepakati gencatan senjata setelah ada saran sebelumnya dari kabinet keamanan.
Dikutip dari The Times of Israel, kantor Netanyahu melaporkan ada 24 menteri yang mendukung gencatan, sedangkan yang menolak ada delapan.
Menteri yang menolak antara lain David Amsalem dan Amichai Chikli dari Partai Likud lalu Itamar Ben Gvir, Yitzhak Wasserlauf, dan Amichai Eliyahu dari Partai Otzma Yehudit.
Kemudian, ada Bezalel Smotrich, Orit Strock, dan Ofir Sofer dari Partai Zionisme Religius.
Presiden Israel Isaac Herzog menyambut baik keputusan kabinet untuk mendukung gencatan senjata.
“Ini langkah penting menuju penegakan komitmen mendasar negara terhadap rakyatnya,” kata Herzog.
Israel mengatakan ada 89 sandera yang masih ada di Gaza. Setengah dari jumlah itu diyakini masih hidup.
Sebanyak tiga sandera dilaporkan akan dibebaskan pada hari pertama gencatan senjata. Sandera yang dibebaskan pada tahap pertama berjumlah 33 orang.
Israel akan membebaskan lebih dari 1.700 warga Palestina yang ditahan. Mereka ditukar dengan 33 sandera itu.
Kementerian Kehakiman Israel telah menerbitkan daftar 95 warga Palestina yang akan dibebaskan Israel pada hari pertama gencatan. Kebanyakan dari mereka adalah perempuan (69).
“Pembebasan tahanan didasarkan pada persetujuan pemerintah tentang rencana gencatan senjata dan tidak akan terjadi sebelum hari Minggu pukul 16.00,” kata kementerian itu.
(oln/khbrn/*)
Tag: #israel #tarik #mundur #pasukan #siapkan #rencana #pertahanan #baru #selubung #gaza #pengepungan