Pentingnya Minum Obat Hipertensi Rutin untuk Cegah Komplikasi
Tak sedikit pengidap hipertensi atau tekanan darah tinggi yang menganggap tidak butuh obat karena merasa dirinya baik-baik saja.
Anggapan ini wajar, namun jawabannya krusial bagi masa depan kesehatan. Hipertensi atau tekanan darah tinggi kerap disebut sebagai "silent killer" karena ia hadir tanpa gejala yang mengganggu, meski diam-diam merusak berbagai organ.
"Hipertensi sering tidak bergejala, tetapi diam-diam dapat menyebabkan kerusakan pada organ-organ vital seperti jantung, ginjal, otak, dan pembuluh darah. Bahkan, sebagian besar pasien baru menyadari mereka mengidap hipertensi setelah mengalami komplikasi serius, seperti strok, kerusakan ginjal, dan serangan jantung," tutur dr.Tunggul D Situmorang Sp.PD-KGH.
Sayangnya, proporsi pasien hipertensi di Indonesia yang belum terkendali masih sangat besar, mencapai 81 persen. Salah satunya disebabkan rendahnya kepatuhan pasien terhadap pengobatan hipertensi, dan minimnya pemantauan tekanan darah secara mandiri.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia dan rekomendasi Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia tahun 2021, tekanan darah orang dewasa normalnya kurang dari 130/85 mmHg.
"Kalau tensi darah tidak terkontrol lama-lama jantung membesar, memang tidak ada perasaan apa-apa, tapi nanti bisa serangan jantung. Padahal sejak awal bisa dicegah dengan pencegahan primer sehingga belum terkena organnya," kata dr.Tunggul.
Inilah alasan mengapa kepatuhan mengonsumsi obat hipertensi sangat penting agar komplikasi berat akibat tekanan darah tinggi bisa dihindari.
(ki-ka) Sri Libri Kusnianti selaku Corporate Communications Manager Bayer Indonesia, dr. Tunggul D. Situmorang, Sp.PD-KGH dan dr. Irawan Septian Nugroho, (Int. Med) selaku Medical Lead Bayer Indonesia dalam sesi diskusi ?The Science Behind: The Importance of 24-Hour Hypertension Management? yang diselenggarakan oleh Bayer Indonesia di Jakarta (20/11).
Pentingnya minum obat rutin
Menurut dr.Tunggul, pengidap hipertensi grade satu, atau tekanan sistolik berada pada rentang 140-159 dan diastolik pada rentang 90-99 mmHg, sebenarnya masih bisa dikendalikan dengan perubahan gaya hidup.
Mengontrol berat badan, olahraga rutin, membatasi konsumsi garam dan memperbanyak makanan bergizi, serta berhenti merokok sebagai faktor risiko utama penyakit kardiovaskular. Sayangnya sebagian besar orang tidak bisa konsisten menjalani gaya hidup sehat.
"Kalau dilihat dari data di dunia, hampir tidak ada pasien hipertensi yang bisa terkontrol tensinya tanpa obat hipertensi," ujarnya.
Pasien hipertensi yang mengonsumsi obat dan tekanan darahnya terkontrol, menurut dr.Tunggul, tetap harus dilanjutkan obatnya walau dengan dosis kecil.
Ia juga menampik mitos keliru yang beredar di masyarakat bahwa konsumsi obat hipertensi jangka panjang dapat merusak ginjal.
"Tidak benar itu, justru tujuan minum obat hipertensi adalah untuk mencegah kerusakan ginjal," katanya.
Manajemen hipertensi membutuhkan konsistensi, termasuk kepatuhan konsumsi obat sesuai anjuran dokter. Obat hipertensi sendiri ada bermacam-macam dengan cara kerja berbeda.
Dijelaskan oleh dr.Tunggul, masing-masing obat memiliki mekansime berbeda, karena patofisiologi terjadinya hipertensi pada seseorang juga berbeda-beda.
"Oleh karena itu oleh dokter diberikan obat yang sesuai, misalnya kalau pasiennya ada hipertensi dan diabetes juga maka diberikan obat golongan ARB untuk mencegah komplikasi ke ginjal, kalau pada lansia bisa diberikan obat yang tidak menyebabkan diuretik dan gangguan elektrolit, dan sebagainya," paparnya.
Seringkali dokter juga mengombinasikan beberapa jenis obat hipertensi. Menurut dr.Tunggul, tujuan dari pemberian obat kombinasi dengan dosis rendah itu bisa memberikan hasil yang optimal dengan efek samping minimal.
Pengelolaan hipertensi tidak hanya bergantung pada dokter, pasien memegang peranan utama. Pemantauan tekanan darah mandiri di rumah, kepatuhan mengonsumsi obat, dan pencatatan tekanan darah harian menjadi dasar bagi dokter untuk mengevaluasi terapi.
“Dokter hanya dapat menilai kondisi dan menyesuaikan terapi berdasarkan data yang diberikan pasien, mulai dari catatan tekanan darah, kepatuhan obat, hingga keluhan harian. Semakin lengkap data tersebut, semakin tepat keputusan klinis yang dapat diambil," katanya.
Ia menambahkan, data mandiri inilah yang memungkinkan dokter menentukan apakah pasien membutuhkan intensifikasi terapi, pergantian obat, atau perubahan gaya hidup tertentu.
Tag: #pentingnya #minum #obat #hipertensi #rutin #untuk #cegah #komplikasi