Toko Online di Shopee hingga Tokopedia Bakal Kena Pajak, Ini Penjelasan Pemerintah
Ilustrasi e-commerce. Ditjen Pajak tengah finalisasi aturan pemotongan pajak penghasilan atau PPh 0,5 persen bagi toko online di e-commerce seperti Tokopedia dan Shopee.(Dok. Shutterstock)
10:48
26 Juni 2025

Toko Online di Shopee hingga Tokopedia Bakal Kena Pajak, Ini Penjelasan Pemerintah

 

– Pemerintah tengah memfinalisasi aturan baru yang mewajibkan platform e-commerce seperti Tokopedia, Shopee, TikTok Shop, Lazada, Blibli, hingga Bukalapak untuk memungut dan menyetorkan pajak penghasilan (PPh) atas transaksi para penjual di platform mereka.

Kebijakan ini rencananya akan dikenakan pada toko online dengan omzet tahunan antara Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar, melalui skema pemotongan PPh final sebesar 0,5 persen.

Ketentuan ini disebut-sebut bertujuan menciptakan kesetaraan perlakuan perpajakan antara pelaku UMKM online dan offline.

Langkah ini merupakan bagian dari upaya memperkuat basis penerimaan negara, di tengah turunnya penerimaan pajak pada semester pertama 2025.

Pemerintah Akan Tunjuk Marketplace sebagai Pemungut Pajak

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Rosmauli, membenarkan bahwa saat ini pemerintah tengah menyusun aturan tersebut.

“Saat ini, rencana penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak masih dalam tahap finalisasi aturan oleh pemerintah,” kata Rosmauli kepada Kompas.com, Rabu (25/6/2025).

Menurutnya, kebijakan ini bertujuan untuk menyederhanakan administrasi perpajakan sekaligus memberikan perlakuan yang adil antara UMKM daring dan luring.

Sebab selama ini, UMKM offline sudah lebih dulu dikenai PPh final sebesar 0,5 persen apabila omzetnya melebihi Rp 500 juta per tahun.

“Begitu aturannya resmi diterbitkan, kami akan sampaikan secara terbuka dan lengkap,” ujar Rosmauli, sembari menambahkan bahwa waktu penerapan masih menunggu ketentuan resmi.

Dampak pada Penjual dan Platform E-commerce

Jika diterapkan, aturan ini akan berdampak langsung pada jutaan penjual yang selama ini bergantung pada platform e-commerce. Platform seperti Shopee, Tokopedia, TikTok Shop, dan lainnya akan menjadi pemungut sekaligus pelapor pajak ke Ditjen Pajak.

Menurut laporan Reuters yang mengutip dokumen resmi dan keterangan sejumlah sumber, platform juga dapat dikenai sanksi apabila terlambat melaporkan atau menyetorkan pajak ke otoritas.

Beberapa pelaku industri dikabarkan menyuarakan kekhawatiran, termasuk beban administratif tambahan dan risiko gangguan teknis dalam pelaporan.

Sebagai catatan, sistem pemungutan pajak berbasis teknologi masih menghadapi tantangan. Awal 2025, sistem TI Ditjen Pajak sempat mengalami gangguan, yang turut memengaruhi proses pelaporan dan pemungutan.

Respons Asosiasi dan Usulan Implementasi Bertahap

Sekretaris Jenderal Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), Budi Primawan, menyatakan pihaknya mendukung kebijakan perpajakan yang adil dan transparan.

Namun, ia menekankan bahwa implementasi perlu dilakukan secara bertahap dan melibatkan proses sosialisasi yang menyeluruh.

“Penunjukan platform sebagai pemotong pajak akan berdampak langsung pada jutaan penjual, khususnya pelaku UMKM digital,” ujar Budi kepada Kontan.co.id.

“Kami berharap implementasi kebijakan ini mempertimbangkan kesiapan sistem dan pelaku usaha, agar tidak menimbulkan disrupsi pada ekosistem digital nasional,” lanjut dia. 

idEA juga meminta agar pemerintah menyediakan dukungan teknis dan komunikasi yang jelas kepada penjual, agar kepatuhan tidak menjadi beban yang menghambat pertumbuhan bisnis kecil.

Konteks: Penerimaan Pajak Turun, E-Commerce Tumbuh Pesat

Kebijakan ini muncul di tengah menurunnya penerimaan negara. Data Kementerian Keuangan menunjukkan, pendapatan negara pada Januari–Mei 2025 turun 11,4 persen secara tahunan menjadi Rp 995,3 triliun.

Penurunan tersebut dipicu oleh harga komoditas yang rendah dan perlambatan ekonomi.

Di sisi lain, industri e-commerce Indonesia justru menunjukkan tren pertumbuhan yang tinggi.

Nilai transaksi bruto (GMV) tahun lalu diperkirakan mencapai 65 miliar dollar AS, dan diproyeksikan meningkat menjadi 150 miliar dollar AS pada 2030, menurut laporan Google, Temasek, dan Bain & Company.

Upaya pemerintah untuk memasukkan sektor ini dalam sistem perpajakan dinilai penting untuk menjaga keadilan fiskal di era ekonomi digital.

Sebelumnya, pemerintah sempat memberlakukan aturan serupa pada akhir 2018 yang mewajibkan platform marketplace menyerahkan data penjual untuk kepentingan pajak. Namun, kebijakan itu dicabut tiga bulan kemudian karena penolakan dari pelaku industri.

(Tim Redaksi: Isna Rifka Sri Rahayu, Erlangga Djumena)

Artikel ini bersumber dari pemberitaan Kompas.com:

Pemerintah Bakal Pajaki Toko Online yang Beromzet Rp 500 Juta

 

 

Tag:  #toko #online #shopee #hingga #tokopedia #bakal #kena #pajak #penjelasan #pemerintah

KOMENTAR