Sajak: Robusta
ILUSTRASI (BUDIONO/JAWA POS)
13:28
18 Februari 2024

Sajak: Robusta

Robusta


Pahit dan kuat

Robusta mengeja malam pekat

Cangkir-cangkir memanas

Menahan tempias

Hujan yang merupa bingkisan dalam kerumunan

Gigil merangkak menuju sunyi

Menusuk hingga hati


Robusta dituang menyangga sepasang mata

Orang-orang terus terjaga dalam mimpi yang tertunda

Memeluk kehangatan

Memilih menempa diri menjaga kehidupan

Seiris malam

Dan kentongan

Dalam cerita puluhan tahun purna


Kini robusta, tetap menjadi diksi dalam puisi

Entah perihal tawa dan air mata

Atau pelarian

Atas berbagai rupa perasaan.


Batang, 7 Oktober 2023

---

Baik-Baik Aku


Aku Menggenggamnya; yang

hendak lari dari tubuhku

Ingin rasanya kucuci ia dengan air mata

Agar semuanya jernih serupa telaga masa balita

Baik-baik, ya, aku!


menyaksikan seraut muka di depan cermin

senandika kesedihan dan segala ingin

merambat di telinga

betapa muskil kedewasaan

serupa benang kehilangan jarum

bermandi simpul

silang sengkarut

dan kusut


Baik-baik, ya, aku!

diri hanya sebuah jasad meniti alur

telah dituliskan

pertinggal catatan

ihwal kehidupan

namun, tak berarti hanya hibuk menerima diri tanpa daya

lantas berlepas menunggu nyawa


Batang, Desember 2023

---

Kepada Cinta Pertama


’’Kutulis sajak ini untuk seorang lelaki

yang mengenalkanku pada layang-layang, panjat pohon, dan bola kasti

lantunan azannya pada hari kelahiran di telinga

telah tertandai semenjak tangis pertama…’’

1/

hari-hari seorang anak yang tak dilahirkannya

adalah rindu yang tak pernah purna

serupa kenangan menimang dan mendongeng

menitipkan kisah kebijaksanaan di ubun-ubun

serta helai rambutku yang jelaga

sebelum kantuk memeluk tubuh

dan menitipkan pejam pada sepasang mata


bapak adalah punggung yang piawai menyembunyikan

air mata dan kesedihan, di kencang urat tangannya masa kecilku bergelantungan

serupa pendulum hari yang beringsut silih berganti

senang ke sedih, tawa kepada air mata


seakan mengabaikan kasar tangan yang tercicip onak dan duri

sebab di sanalah gelisah dan takutku telah terpagut

berkelindan dengan kilat dan gelegar guntur kehidupan

nyeri serta beku dinginnya kemiskinan


2/

Di sepasang mata bapak, kusaksikan pula

sketsa usang bangku sekolahan

ijazah pendidikan yang luput dari genggaman


betapa terbelenggunya ia dalam damba

masa lalu yang meninggalkan bingkisan kecewa

merangsek dan menjagal sepasang terompah yang usang dan lelah

terseok-seok meniti jalan kehidupan


’’hanya baca tulis hitung seadanya

dan bilangan rupiah tak seberapa….”

Kata bapak berkecil hati. Membandingkan dengan Bapak orang lain –teman anaknya

Yang lebih mentereng dan kaya


Namun bapak tetaplah bapak

cinta pertama bagi seorang anak perempuan

Yang mencintai dan selalu menyebut nama

Dalam sujud panjang dan tengadahnya doa-doa


3/

Kendati kini, anak perempuan yang dulu kau timang telah dipinang

Seorang lelaki pilihannya

Namun, ia tetaplah putri kecilmu yang dulu

Yang gemar mengandaikan kendaraan di bidang punggungmu

Yang selalu kau gandeng ke tempat-tempat baru


Bapak, adalah cinta kasih keabadian

di antara insomnia, helai uban, dan arsiran penuaan di wajahnya

yang tak pernah selesai mencintai putri-putrinya


Batang, 9 Juni 2021

---

KURNIA HIDAYATI, Lahir di Batang, 1992. Saat ini mengajar di SMP Negeri 6 Batang.

Editor: Ilham Safutra

Tag:  #sajak #robusta

KOMENTAR