Mengapa CEO Google Cemas dengan Tahun 2025?
Ilustrasi: logo Google pada bagian depan kantor Google di kawasan Mountain View, California, Amerika Serikat.(Yudha Pratomo/KompasTekno)
21:15
13 Mei 2025

Mengapa CEO Google Cemas dengan Tahun 2025?

- CEO Alphabet dan Google, Sundar Pichai, menilai bahwa 2025 adalah tahun yang "kritis". Kecemasan ini diutarakan kepada para karyawannya.

Dalam pesan internalnya kepada karyawan, Pichai mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kompetisi yang semakin ketat dan tantangan regulasi yang mengintai perusahaan teknologi raksasa itu.

Ia juga bahkan berpesan bahwa perusahaan akan menghadapi "taruhan tinggi" di sepanjang 2025 ini. 

Salah satu penyebab utama kecemasan Pichai adalah kasus hukum yang tengah dihadapi Google bersama Departemen Kehakiman (DoJ) Amerika Serikat.

Pada Agustus 2024, hakim federal AS, Amit Mehta, memutuskan bahwa Google secara ilegal memonopoli pasar pencarian. Sebagai tindak lanjut, DoJ menyarankan agar hakim mendesak Google untuk menjual peramban Chrome, produk penting yang menjadi tulang punggung bisnis perusahaan.

Tak hanya itu, DoJ juga menuding Google mendominasi teknologi iklan online secara tidak sah. Meski sidang terkait kasus ini telah ditutup pada September 2024, putusan hakim masih dinantikan.

Tantangan serupa juga muncul dari Inggris, di mana lembaga pengawas persaingan menyatakan keberatan atas praktik Google di sektor teknologi iklan yang dianggap merugikan persaingan.

Tantangan lainnya yaitu bahwa Google perlu berjuang untuk menyaingi perusahaan teknologi lain, khususnya dalam hal kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). 

Pasalnya, AI generatif seperti ChatGPT bikinan OpenAI memberikan cara baru bagi pengguna untuk mengakses informasi di internet, tanpa perlu lewat mesin pencari seperti Google Search.

Google memang masih menjadi penguasa di bisnis search engine, sebagaimana dilansir KompasTekno dari CNBC, Rabu (1/1/2025). Namun, perusahaan teknologi lainnya juga sudah mengembangkan layanan serupa bertenaga AI. 

Misalnya, OpenAI yang sudah merilis SearchGPT di dalam ChatGPT pada awal November 2024. Begitu pula dengan Perplexity yang memiliki layanan pencarian bertenaga AI.

Agar tak kalah saing, Google juga mengembangkan model AI hingga aplikasi Gemini. AI ini juga akan menjadi fokus Google pada tahun depan.

"Dengan aplikasi Gemini, ada momentum yang kuat, terutama selama beberapa bulan terakhir," kata Pichai.

"Meningkatkan Gemini bagi konsumen akan menjadi fokus terbesar kami tahun depan," lanjut dia.

Terancam kehilangan sebagian besar pendapatan

Selain menghadapi ancaman regulasi dan persaingan AI, Google juga terancam kehilangan sebagian besar pendapatannya jika Chrome benar-benar harus dijual. 

Google Chrome sendiri menguasai 66,7 persen pangsa pasar browser pada Oktober 2024 

Browser ini menjadi pilar penting bisnis iklan Google yang menghasilkan 65,9 miliar dollar AS (sekitar Rp 1.062 triliun) pada kuartal III-2024, menyumbang sebagian besar dari total pendapatan sebesar 88,3 miliar dollar AS (sekitar Rp 1.424 triliun).

Departemen Kehakiman (Department of Justice/DoJ) Amerika Serikat (AS) dilaporkan akan mendesak Google untuk menjual peramban (browser) Chrome. Pasalnya, Google dinilai memonopoli pasar pencarian internet dan masih mempertahankan praktik tersebut.

Selain memaksa menjual Chrome, pemerintah AS juga akan meminta hakim mewajibkan Google untuk melisensikan hasil dan data dari Chrome, serta menyediakan lebih banyak opsi bagi situs web agar tidak "dilacak" oleh produk kecerdasan buatannya (AI).

Laporan ini awalnya mencuat dari sumber yang dikutip oleh outlet media Bloomberg. Meski terkesan dipaksa, Google masih punya kesempatan untuk memperbaiki praktik yang dinilai monopoli oleh pemerintah setempat. 

DoJ akan menimbang ulang atau bisa saja mencabut perintah penjualan Chrome bila Google melakukan evaluasi dan perbaikan, sehingga menciptakan persaingan yang sehat.

Adapun kasus ini merupakan kelanjutan dari keputusan hakim federal AS, Amit Mehta pada Agustus 2024 lalu. 

Saat itu, Mehta menetapkan bahwa Google memakai perjanjian distribusi eksklusif dan memasang harga yang terjangkau untuk general search text ads atau iklan yang ditampilkan di hasil penelusuran. Praktik itu dinilai menyebabkan perilaku antimonopoli. 

Sementara DoJ dan beberapa negara bagian AS juga menuduh Google membuat perjanjian eksklusif dengan perusahaan teknologi agar menjadikan Google Search sebagai mesin pencari bawaan pada smartphone maupun komputer.

Hakim Mehta kini sedang menentukan tindakan apa yang perlu diambil Google untuk mengoreksi pelanggaran antimonopoli, karena raksasa teknologi itu berencana mengajukan banding.

Oleh karena itu DoJ memberikan rekomendasi penjualan Chrome lewat hakim tersebut.

Pengadilan, selanjutnya akan membahas hal-hal yang perlu dilakukan Google pada April 2025 mendatang, dan menetapkan keputusan akhir pada bulan Agustus tahun yang sama. 

Adapun Chrome merupakan salah satu bisnis yang penting bagi Google. Peramban ini bahkan menguasai lebih dari separuh pasar browser di dunia. 

Menurut Statcounter, pangsa pasar Chrome adalah 66,7 persen pada Oktober 2024, lebih tinggi dari Safari (18 persen), Edge (5 persen) maupun Firefox (3 persen).

Tag:  #mengapa #google #cemas #dengan #tahun #2025

KOMENTAR