Eks Ketua PN Jaksel Arif Nuryanta Klaim Tuntutan 15 Tahun Untuknya Tak Adil
- Pengacara Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, Philipus Sitepu menilai tuntutan 15 tahun penjara dalam kasus suap majelis hakim pemberi vonis lepas atau ontslag kepada tiga korporasi crude palm oil (CPO) tidak adil
Ia kemudian membandingkan tuntutan tujuh tahun penjara kepada eks Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Rudi Suparmono, dalam kasus pengurusan vonis bebas kepada terdakwa perkara pembunuhan Gregorius Ronald Tannur.
“Bayangkan saja, disparitas tuntutan pidana antara terdakwa Rudi Suparmono dengan terdakwa Muhammad Arif Nuryanta,” ujar Pengacara terdakwa, Philipus Sitepu saat menyampaikan duplik dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025).
Philipus mengatakan, besaran tuntutan keduanya tidak adil mengingat Rudi dituntut melanggar dua pasal, sementara Arif hanya satu pasal.
“Rudi Suparmono dituntut dengan 2 pasal yang berbeda, yakni Pasal 5 Ayat (2) dan Pasal 12B. Namun, tuntutan pidananya hanya 7 tahun pidana penjara. Sedangkan, terdakwa Muhammad Arif Nuryanta dituntut hanya 1 pasal saja yaitu Pasal 6 Ayat (2) namun tuntutan pidananya maksimal yaitu 15 tahun pidana penjara,” kata Philipus.
Ia menilai, perbedaan masa tuntutan ini tidak masuk akal dan tidak manusiawi. Terlebih, dalam kasusnya masing-masing, Arif dan Rudi bukan majelis hakim yang mengadili dan memutus perkara yang dimaksud.
Keduanya berada dalam posisi petinggi pengadilan yang menentukan majelis hakim yang akan mengadili perkara.
“Padahal Muhammad Arif Nuryanta dan Rudi Suparmono memiliki kesamaan dalam hal ini yaitu tidak berkapasitas sebagai majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara,” lanjut pengacara Arif.
Pada akhirnya, Rudi divonis sesuai tuntutan, yaitu 7 tahun penjara.
Dalam konstruksi dakwaan jaksa, baik Arif dan Rudi sama-sama dinilai berperan untuk mempengaruhi majelis hakim untuk menjatuhkan putusan seperti yang diminta oleh pihak penyuap.
Namun, dalam kasus Arif, ia membantah berperan aktif dan justru menyalahkan Panitera Muda PN Jakarta Utara nonaktif, Wahyu Gunawan sebagai pihak yang memungkinkan suap terjadi.
Dalam amar dupliknya, Arif Nuryanta meminta agar ia dijatuhkan hukuman sesuai dakwaan alternatif ketiga, yaitu Pasal 5 Ayat (2), yang juga dulu dituntutkan kepada Rudi Suparmono.
“Memohon agar majelis hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 Ayat (2) UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi,” kata Philipus.
Atau, jika hakim berpendapat lain, Arif Nuryanta meminta agar ia bisa dihukum dengan hukuman yang seringan-ringannya dan seadil-adilnya.
Tuntutan Para Terdakwa
Dalam kasus ini, majelis hakim penerima suap yang terdiri dari Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom masing-masing dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.
Para hakim juga dituntut untuk membayar uang pengganti sesuai total uang suap yang diterimanya.
Djuyamto selaku ketua majelis hakim dituntut membayar uang pengganti senilai Rp 9,5 miliar subsider 5 tahun penjara.
Sementara, dua hakim anggotanya, Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom, masing-masing dituntut untuk membayar uang pengganti Rp 6,2 miliar subsider 5 tahun penjara.
Adapun, Eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.
Karena menerima uang suap, Arif juga dituntut untuk membayarkan uang pengganti sesuai jumlah suap yang diterimanya, senilai Rp 15,7 miliar subsider 5 tahun penjara.
Sementara itu, Panitera Muda PN Jakarta Utara Nonaktif Wahyu Gunawan dituntut 12 tahun penjara dengan dengan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan.
Wahyu merupakan jembatan antara pihak korporasi dengan pihak pengadilan.
Ia diketahui lebih dahulu mengenal Ariyanto yang merupakan pengacara korporasi CPO. Pada saat yang sama, Wahyu juga mengenal dan cukup dekat dengan Eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta.
Karena peran aktifnya, Wahyu pun kecipratan uang suap senilai Rp 2,4 miliar.
Tapi, jaksa menuntut agar uang suap itu dikembalikan dalam bentuk uang pengganti. Jika tidak, harta benda Wahyu akan disita untuk negara. Ia juga diancam pidana tambahan kurungan 6 tahun penjara.
Dalam kasus ini, para terdakwa diduga telah menerima suap dengan total uang mencapai Rp 40 miliar.
Atas suap yang diterima, Djuyamto, Ali, dan Agam memutus vonis lepas untuk tiga korporasi, yaitu Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
Kelima terdakwa diyakini telah melanggar Pasal 6 ayat 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Tag: #ketua #jaksel #arif #nuryanta #klaim #tuntutan #tahun #untuknya #adil