



Alasan KPK Jerat Korporasi PT IIM di Kasus Investasi Fiktif PT Taspen
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan alasan pihaknya menjerat PT Insight Investment Management (PT IIM) sebagai tersangka korporasi dalam kasus investasi fiktif PT Taspen (Persero).
Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Greafik Loserte mengatakan, dalam pengelolaan dana investasi tersebut, PT IIM diduga turut diperkaya sebesar Rp 44.207.902.471.
“Kita pandang dia terlibat. Kenapa? Karena Rp 44 miliar itu merupakan management fee yang diperoleh dari hasil tindak pidana,” kata Greafik, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (15/10/2025).
“Oleh karenanya, kita dari sisi penuntut umum berkeyakinan bahwa PT IIM tentu dari sisi subyek hukum korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana,” sambung dia.
Greafik mengatakan, selain PT IIM, sejumlah korporasi juga turut diperkaya, seperti PT KB Valbury Sekuritas, PT Pacific Sekuritas Indonesia, PT Sinar Emas Sekuritas, dan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk.
Dia menyatakan, beberapa korporasi tersebut sudah mengembalikan dana pengelolaan investasi kepada KPK.
“Terhadap yang diperkaya dari si korporasi, semuanya itu sudah mengembalikan di tahap penyidikan, kecuali satu, PT IIM. Nah, gara-gara itu, ditanya lah sama teman-teman, 'ini ada memenuhi unsur enggak’, korporasi ini, kita pandang sebagai pihak yang terlibat dalam tindak pidana,” ujar dia.
Dalam perkara ini, KPK lebih dulu memproses hukum eks Direktur Utama PT Taspen, Antonius NS Kosasih, dan Direktur Utama PT Insight Investment Management (PT IIM), Ekiawan Heri Primaryanto.
Antonius NS Kosasih divonis 10 tahun penjara karena terbukti bersalah melakukan korupsi dalam kasus pengelolaan investasi fiktif.
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara,” ujar Hakim Ketua Purwanto S Abdullah, saat membacakan amar vonis dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/10/2025).
Selain pidana penjara, Kosasih juga divonis untuk membayarkan uang pengganti senilai Rp 29,152 miliar, 127.057 Dollar Amerika Serikat (AS), 283.002 Dollar Singapura, 10.000 Euro, 1.470 Baht Thailand, 30 Poundsterling, 128.000 Yen Jepang, 500 Dollar Hong Kong, dan 1,262 juta Won Korea, serta Rp 2.877.000.
Jika uang pengganti ini tidak dibayarkan dalam waktu satu bulan setelah keputusan berkekuatan hukum tetap, harta dan aset Kosasih akan dirampas untuk negara dan dilelang untuk menutupi kerugian keuangan negara.
“Dan, dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama tiga tahun,” kata Hakim Purwanto lagi.
Sementara itu, Ekiawan Heri Primaryanto dijatuhkan hukuman 9 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 9 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara,” ujar Hakim Purwanto membacakan amar putusan.
Dalam kasus ini, Eki juga dihukum untuk membayar uang pengganti senilai 253.660 USD subsider 2 tahun penjara.
Tag: #alasan #jerat #korporasi #kasus #investasi #fiktif #taspen