Komnas Perempuan Kritik Fadli Zon: 52 Korban Pemerkosaan, Itu Tidak Massal?
Wakil Ketua Transisi Komnas Perempuan, Sondang Frishka di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Rabu (25/6/2025).(KOMPAS.com/HARYANTI PUSPA SARI)
17:42
25 Juni 2025

Komnas Perempuan Kritik Fadli Zon: 52 Korban Pemerkosaan, Itu Tidak Massal?

- Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mempertanyakan pengertian "massal" yang diutarakan Menteri Kebudayaan Fadli Zon terhadap kasus pemerkosaan massal pada kerusuhan Mei 1998.

Pasalnya, laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kasus Kerusuhan 13-15 Mei 1998 telah mendeskripsikan adanya 52 korban pemerkosaan.

"52 kasus itu lebih satu kasus pun itu sudah merupakan pelanggaran HAM. Bagaimana kalau 52, kenapa itu bisa dikatakan tidak massal? Jadi, apa yang dimaksud Fadli Zon dengan kata massal, itu juga satu hal yang perlu kita pertanyakan ya," ujar Wakil Ketua Transisi Komnas Perempuan Sondang Frishka di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Rabu (25/6/2025).

"Apakah lebih dari satu bukan massal?" sambungnya menegaskan.

Ia menegaskan, satu korban sudah terlalu banyak dalam prinsip hak asasi manusia (HAM). Namun, Fadli Zon justru memperdebatkan istilah "massal" pada kasus pemerkosaan Mei 1998.

"One victim is too many, kalau prinsipnya pelanggaran HAM. Jadi, kami menentang keras hal itu (pernyataan Fadli Zon)," ujar Sondang.

Oleh karena itu, ia mendesak Fadli Zon untuk kembali membaca laporan TGPF yang memaparkan dengan jelas ihwal jumlah korban pemerkosaan pada Mei 1998.

"Kembalilah kepada data. Di data, di dalam TGPF sudah jelas disebutkan ada berapa banyak korban yang memang diterima," ujar Sondang.

Pertanyakan "Massal"

Sementara itu, Fadli Zon diketahui kembali mempertanyakan apakah pemerkosaan massal pada Mei 1998 benar-benar terjadi.

Fadli Zon menyatakan, semestinya ada fakta yang jelas mengenai pemerkosaan massal pada Mei 1998, termasuk siapa saja korbannya dan di mana saja kejadian itu terjadi.

"Jadi itu harus ada fakta-fakta hukum, ada (bukti) akademik, jadi ada siapa korbannya, di mana tempatnya, mana kejadiannya, itu kan harus ada," kata Fadli di Kampus IPDN Jatinangor, Jawa Barat, Selasa (24/6/2025).

Dia mengatakan, sejarah pemerkosaan harus jelas sesuai dengan fakta yang ada, termasuk data-data yang telah dikumpulkan.

Namun, Fadli menegaskan bahwa pernyataan itu adalah pandangan pribadinya atas kasus 1998 dan tidak memiliki korelasi apapun terhadap penulisan ulang sejarah Indonesia yang sedang digagas Kementerian Kebudayaan.

"Harus ada datanya kan kita, itu pendapat saya pribadi, ini enggak ada urusannya dengan sejarah, dan boleh kan dalam demokrasi itu berbeda pendapat, kalau ada yang mempunyai bukti-bukti ini loh namanya massal," kata Fadli.

Laporan TGPF

Adapun dalam laporan TGPF Kasus Kerusuhan 13-15 Mei 1998 menemukan adanya tindak kekerasan seksual yang terjadi di Jakarta, Medan, dan Surabaya dalam kerusuhan 1998.

Bentuk kekerasan seksual dibagi dalam empat kategori, yakni pemerkosaan (52 korban), pemerkosaan dengan penganiayaan (14 orang), penyerangan/penganiayaan seksual (10 orang), dan pelecehan seksual (9 orang).

"Selain korban-korban kekerasan seksual yang terjadi dalam kerusuhan Mei, TGPF juga menemukan korban-korban kekerasan seksual yang terjadi sebelum dan setelah kerusuhan Mei. Kasus-kasus kekerasan seksual ini ada kaitannya dengan kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi selama kerusuhan," bunyi laporan tersebut.

Berdasarkan hasil analisis TGPF, kekerasan seksual telah terjadi selama kerusuhan dan merupakan satu bentuk serangan terhadap martabat manusia yang telah menimbulkan penderitaan yang dalam dan rasa takut dan trauma yang luas.

"Kekerasan seksual terjadi karena adanya niat tertentu, peluang, serta pembentukan psikologi massa yang seolah-olah membolehkan tindakan tersebut dilakukan sehingga melipatgandakan terjadinya perbuatan tersebut," bunyi laporan TGPF.

Tag:  #komnas #perempuan #kritik #fadli #korban #pemerkosaan #tidak #massal

KOMENTAR