471
Siaran pers Jokowi di Pangkalan TNI AU Halim Perdana Kusuma, Jakarta. (tangkapan layar di akun X @jokowi)
10:32
25 Januari 2024
Jokowi Sebut Presiden Boleh Memihak dan Kampanye di Pemilu 2024, Ini Pendapat YLBHI
- Publik kembali dihebohkan atas pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengatakan kalau Presiden diperkenan berkampanye dan memihak dalam Pemilihan Umum (Pemilu). Hal tersebut jokowi ucapkan di Pangkalan TNI AU Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Pada hari Rabu (24/1/24). "Presiden itu boleh loh kampanye.Presiden itu boleh loh memihak," kata Presiden RI Jokowi. Atas pernyataan tersebut telah banyak menuai pro dan kontra, sehingga terjadi kegaduhan di publik. termasuk dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ikut memberikan komentar atas pernyataan Presiden Jokowi. Sebagaimana dikutip JawaPos.com dari laman resmi ylbhi.or.id melalui siaran pers menyatakan atas sikap Presiden yang berpihak tersebut menggambarkan penyalahgunaan wewenang dan merusak demokrasi.
Lebih jauh, YLBHI memiliki pendapat atas pernyataan Presiden Jokowi yang menyatakan boleh kampanye dan berpihak selama gelaran Pemilu 2024. Dari pernyataan tersebut, YLBHI memiliki pendapat sebagai berikut: Pertama, Pernyataan Presiden Jokowi mengenai Presiden dan jajaran Menteri yang diperkenankan untuk berpihak dan berkampanye pada Pemilu 2024, merupakan pernyataan sesat dan berbahaya. Karena, pernyataan itu akan merusak demokrasi dan citra sebagai negara hukum. Selain itu, pernyataan Presiden Jokowi akan melegitimasi terjadinya konflik kepentingan pada pejabat publik, serta akan terjadinya penyalahgunaan wewenang dan fasilitas negara yang tegas dan dilarang. berdasarkan pada Pasal 281 ayat (1) UU 7/2017 tentang Pemilu yang menegaskan jika “Pejabat Negara, Pejabat Struktural, Pejabat Fungsional dalam Jabatan Negeri, serta Kepala Desa dilarang membuat Keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.” Termasuk ketentuan Pasal 283 UU aquo yang menegaskan bahwa pejabat negara serta aparatur sipil negara dilarang melakukan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan kepada peserta pemilu, sebelum, selama dan sesudah kampanye. Sikap Presiden juga bertentangan dengan TAP MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Etika Politik dan Pemerintahan mengharuskan setiap pejabat dan elit politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap mundur dari jabatan Politik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan Masyarakat. Sehingga ketika Presiden Jokowi menyatakan sikap keberpihakan dan ikut serta dalam kegiatan berkampanya, bisa disebut sebagai pelanggaran. Pelanggaran tersebut terjadi lantaran ada etika yang tidak dijalankan. Yaitu bentuk sikap dengan mewujudkan tata krama dalam berpolitik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya; Kedua, Presiden telah menunjukkan sikap mengangkangi aturan di dalam Undang-Undang (UU) Pemilu mengenai netralitas pejabatan negara dalam penyelanggaraan Pemilu yang jujur dan adil. Penunjukkan sikap keberpihakan akan memperlihatkan konflik kepentingan Presiden karena telah memperbolehkan dirinya, beserta menteri maupun pejabat publik untuk melakuka pelanggaran Prinsip Pemilu. Berdasarkan pada legitimasi akan praktik konflik kepentingan dirinya sendiri, karena anaknya menjadi salah satu pasangan calon Presiden, selain itu pejabat publik yang lain juga menunggangi kepentingan pada Pemilu 2024. Dengan seperti itu, jelas memperlihatkan penyalahgunaan wewenang oleh Presiden sebagai kepala negara yang punya tanggung jawab atas atas penyelanggaraan Pemilu yang semestinya jujur, netral, independen dan adil. Ketiga, Sikap yang Presiden tunjukkan tidak boleh dibiarkan dan harus segera dikoreksi, jangan sampai terjadi legitimasi atas penyalahgunaan wewenang dari pejabat publik, korupsi program, anggaran, fasilitas negara yang mendorong adanya kecurangan Pemilu, pengabaian prinsip Netralitas Aparat Negara dan konflik kepentingan seperti halnya yang terjadi hari ini. Keempat, Kepada seluruh Lembaga untuk tidak membiarkan atas yang terjadi, Bawaslu maupun DPR bisa menggunakan kewengangannya untuk mencegah tidak ada sikap keberpihakan yang dilakukan Presiden, Menteri beserta seluruh pejabat publik untuk menjaga etika dalam hidup berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, itulah sikap yang ditunjukkan oleh YLBHI atas pernyataan Presiden Jokowi mengenai pembolehan Presiden maupun pejabat publik untuk berpihak pada salah satu calon dan melakukan kampanye di Pemilu 2024.
Lebih jauh, YLBHI memiliki pendapat atas pernyataan Presiden Jokowi yang menyatakan boleh kampanye dan berpihak selama gelaran Pemilu 2024. Dari pernyataan tersebut, YLBHI memiliki pendapat sebagai berikut: Pertama, Pernyataan Presiden Jokowi mengenai Presiden dan jajaran Menteri yang diperkenankan untuk berpihak dan berkampanye pada Pemilu 2024, merupakan pernyataan sesat dan berbahaya. Karena, pernyataan itu akan merusak demokrasi dan citra sebagai negara hukum. Selain itu, pernyataan Presiden Jokowi akan melegitimasi terjadinya konflik kepentingan pada pejabat publik, serta akan terjadinya penyalahgunaan wewenang dan fasilitas negara yang tegas dan dilarang. berdasarkan pada Pasal 281 ayat (1) UU 7/2017 tentang Pemilu yang menegaskan jika “Pejabat Negara, Pejabat Struktural, Pejabat Fungsional dalam Jabatan Negeri, serta Kepala Desa dilarang membuat Keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.” Termasuk ketentuan Pasal 283 UU aquo yang menegaskan bahwa pejabat negara serta aparatur sipil negara dilarang melakukan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan kepada peserta pemilu, sebelum, selama dan sesudah kampanye. Sikap Presiden juga bertentangan dengan TAP MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Etika Politik dan Pemerintahan mengharuskan setiap pejabat dan elit politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap mundur dari jabatan Politik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan Masyarakat. Sehingga ketika Presiden Jokowi menyatakan sikap keberpihakan dan ikut serta dalam kegiatan berkampanya, bisa disebut sebagai pelanggaran. Pelanggaran tersebut terjadi lantaran ada etika yang tidak dijalankan. Yaitu bentuk sikap dengan mewujudkan tata krama dalam berpolitik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya; Kedua, Presiden telah menunjukkan sikap mengangkangi aturan di dalam Undang-Undang (UU) Pemilu mengenai netralitas pejabatan negara dalam penyelanggaraan Pemilu yang jujur dan adil. Penunjukkan sikap keberpihakan akan memperlihatkan konflik kepentingan Presiden karena telah memperbolehkan dirinya, beserta menteri maupun pejabat publik untuk melakuka pelanggaran Prinsip Pemilu. Berdasarkan pada legitimasi akan praktik konflik kepentingan dirinya sendiri, karena anaknya menjadi salah satu pasangan calon Presiden, selain itu pejabat publik yang lain juga menunggangi kepentingan pada Pemilu 2024. Dengan seperti itu, jelas memperlihatkan penyalahgunaan wewenang oleh Presiden sebagai kepala negara yang punya tanggung jawab atas atas penyelanggaraan Pemilu yang semestinya jujur, netral, independen dan adil. Ketiga, Sikap yang Presiden tunjukkan tidak boleh dibiarkan dan harus segera dikoreksi, jangan sampai terjadi legitimasi atas penyalahgunaan wewenang dari pejabat publik, korupsi program, anggaran, fasilitas negara yang mendorong adanya kecurangan Pemilu, pengabaian prinsip Netralitas Aparat Negara dan konflik kepentingan seperti halnya yang terjadi hari ini. Keempat, Kepada seluruh Lembaga untuk tidak membiarkan atas yang terjadi, Bawaslu maupun DPR bisa menggunakan kewengangannya untuk mencegah tidak ada sikap keberpihakan yang dilakukan Presiden, Menteri beserta seluruh pejabat publik untuk menjaga etika dalam hidup berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, itulah sikap yang ditunjukkan oleh YLBHI atas pernyataan Presiden Jokowi mengenai pembolehan Presiden maupun pejabat publik untuk berpihak pada salah satu calon dan melakukan kampanye di Pemilu 2024.
Editor: Nicolaus Ade
Tag: #jokowi #sebut #presiden #boleh #memihak #kampanye #pemilu #2024 #pendapat #ylbhi