



Retret Kepala Daerah Tuai Kritikan, Dinilai Tidak Sejalan dengan Inpres Efesiensi Anggaran
- Pelaksanaan retret kepala daerah terus menuai sorotan. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Ghaliya Putri Sjafrina menyebut, retret kepala daerah seharusnya ditiadakan. Sebab, kegiatan itu tidak berkaitan langsung dengan kepentingan publik seperti sektor pelayanan pendidikan, hukum, dan hak asasi manusia (HAM).
”Di tengah pemangkasan anggaran, ya seharusnya pemerintah meniadakan kegiatan-kegiatan yang minim manfaatnya,” kata Almas dalam diskusi daring kemarin (18/2).
Hal senada diungkapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan. Menurut dia, kegiatan itu tidak sejalan dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Anggaran. Apalagi, penguatan kapasitas kepala daerah sejatinya bisa dilakukan berdasar zona, tidak perlu mengumpulkan seluruh kepala daerah.
”Kalau hanya ingin mempelajari terkait dengan Asta Cita, saya rasa dengan konteks kedaerahan masing-masing bisa dilokalisir (berdasar zona, Red),” ujarnya dalam diskusi yang sama.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman Suparman juga menilai kegiatan retret tidak efisien. Acara seremonial itu bertentangan dengan semangat penghematan. Dalam praktiknya, bukan hanya APBN yang terimbas, melainkan juga daerah. ”Beban kepada kepala daerah terpilih. Mereka harus mengeluarkan ongkos perjalanan dan itu berlawanan dengan inpres,” ujarnya.
Sosok yang akrab disapa Arman itu menambahkan, jika tujuan retret untuk sinkronisasi pembangunan pusat dan daerah, persoalannya tidak cukup diselesaikan melalui pembekalan. Sebab, persoalannya ada pada regulasi dan ego sektoral. Misalnya, ketidakharmonisan antara ketentuan di UU Pemda dan UU sektoral tertentu. ”Kenapa nggak hal ini yang disorot ketika ingin mengatasi hubungan pusat-daerah?” imbuhnya.
Arman juga menilai, ada kecenderungan pemerintah pusat ingin memperkuat kontrolnya kepada pemda. Dia mencontohkan, banyak program nasional yang memaksa pemda merealokasi anggarannya sebagai dukungan. Padahal, kepala daerah memiliki janji kampanye tersendiri.
”Pemda juga punya program prioritas. Bagaimana mungkin memindahkan alokasi prioritas daerah pada prioritas pusat,” katanya.
Sementara itu, Wamendagri Bima Arya menegaskan bahwa retret penting dilakukan. Selain menambah pemahaman kerja pemerintahan, kegiatan itu juga penting untuk membangun hubungan emosional antar-kepala daerah maupun dengan pusat. ”Penting untuk memahami tugas sebagai kepala daerah. Memahami program-program pusat dan membangun chemistry,” ujarnya.
Bima menekankan, hubungan pusat dan daerah akan ikut berperan dalam kesuksesan pemerintahan lima tahun mendatang. Karena itu, perlu ada kesamaan perspektif.
Mantan wali kota Bogor itu menjelaskan, dalam retret nanti, terbuka juga ruang dialog antara daerah dan pusat untuk membahas persoalan tertentu. Karena itu, dia menepis jika pusat dianggap memaksakan kehendak ke daerah. ”Itu akan bisa masuk dalam catatan untuk kemudian dicarikan solusinya. Jadi, ini adalah komunikasi dua arah, dialog dan interaktif,” ucapnya. (tyo/far/c19/oni)
Tag: #retret #kepala #daerah #tuai #kritikan #dinilai #tidak #sejalan #dengan #inpres #efesiensi #anggaran