



PBB Tidak Terima Penolakan Israel Atas Gagasan Pembentukan Negara Palestina sebagai Solusi Konflik
Israel menolak gagasan pembentukan negara Palestina yang diusulkan negara-negara Arab di Forum Ekonomi Global Davos.
Penolakan ini disampaikan kepada Amerika Serikat yang menjadi penyampai pesan atas gagas yang muncul pada forum di Davos tersebut. Penolakan Israel ini tidak dapat diterima oleh PBB.
Dilansir dari MEMO (25/1), Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan pada hari Selasa (23/1) bahwa, tidak dapat diterima jika pemerintah Israel menolak solusi dua negara untuk selesaikan konflik dengan Palestina. Guterres memperingatkan bahwa, tindakan Israel tersebut akan mendorong ekstremis di mana pun untuk bereaksi.
Guterres menyampaikan komentar itu pada pertemuan tingkat tinggi mengenai Timur Tengah di Dewan Keamanan PBB, sebagaimana yang dilaporkan Reuters.
“Pendudukan Israel harus diakhiri,” tegas Guterres. Dewan yang beranggotakan 15 orang ini telah lama mendukung visi dua negara yang hidup berdampingan dalam batas-batas yang aman dan diakui secara internasional.
Harapannya adalah bahwa, Negara Palestina akan mencakup Tepi Barat, Yerusalem Timur dan Jalur Gaza yang merupakan seluruh wilayah yang direbut oleh Israel pada tahun 1967 dan diduduki sejak saat itu.
Namun, para kritikus menunjukkan bahwa terjadi kehadiran ilegal lebih dari 600.000 pemukim Yahudi di permukiman di wilayah Palestina membuat harapan tersebut semakin tidak mungkin terwujud.
Dengan perkara yang disebut sebagai genosida terhadap warga Palestina oleh Israel di Gaza, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pekan lalu bahwa negara apartheid menginginkan kontrol keamanan atas semua wilayah di sebelah barat Sungai Jordan hingga Laut Mediterania, yang meliputi wilayah Palestina.
Gerakan Perlawanan Islam Palestina, Hamas, memimpin serangan bersenjata ke negara penjajah itu pada tanggal 7 Oktober.
Mereka menargetkan barak dan pemukiman tentara Israel. Menurut Israel, 1.200 orang tewas dalam serangan tersebut, baik tentara maupun warga sipil, meskipun sejak itu terungkap bahwa banyak warga Israel yang dibunuh bukan oleh Hamas, melainkan oleh tank dan helikopter tempur Israel. Setidaknya 253 orang disandera di Gaza, beberapa di antaranya kemudian dibebaskan dalam pertukaran tahanan pada bulan November.
Pasca 7 Oktober, Israel melancarkan serangan militer terhadap warga Palestina di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 25.000 warga Palestina. Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak dan perempuan, serta melukai hampir 65.000 lainnya.
Setidaknya 8.000 orang hilang, diperkirakan tewas di bawah reruntuhan rumah mereka. Infrastruktur sipil menjadi sasaran dan dihancurkan oleh Israel, termasuk rumah sakit, sekolah dan tempat ibadah, baik Muslim maupun Kristen.
“Seluruh penduduk Gaza mengalami kehancuran dalam skala dan kecepatan yang tiada bandingannya dalam sejarah saat ini, tidak ada yang bisa membenarkan hukuman kolektif terhadap rakyat Palestina,” kata Guterres kepada Dewan Keamanan.
Menteri Luar Negeri Palestina Riyad Al-Maliki menyebut Netanyahu dalam pidatonya di Dewan Keamanan, dan menuduhnya didorong oleh satu tujuan, yakni kelangsungan hidup politiknya sendiri dengan mengorbankan kelangsungan hidup jutaan warga Palestina di bawah pendudukan ilegal Israel, serta di masa depan mengorbankan perdamaian dan keamanan semua negara.
Al-Maliki mengatakan sudah saatnya Negara Palestina diterima di PBB. Langkah tersebut mengharuskan dewan beranggotakan 15 orang, di mana sekutu Israel yaitu Amerika Serikat, Inggris dan Perancis masing-masing memiliki hak veto untuk membuat rekomendasi keanggotaan pada Majelis Umum yang beranggotakan 193 orang.
“Israel seharusnya tidak lagi mempunyai ilusi bahwa ada jalan ketiga yang bisa digunakan untuk melanjutkan pendudukan dan kolonialisme serta apartheid dan tetap mencapai perdamaian dan keamanan regional,” tambah pejabat Palestina tersebut.
Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan mengatakan bahwa, jika Hamas menyerahkan mereka yang bertanggung jawab atas serangan 7 Oktober dan membebaskan semua sandera maka perang ini akan segera berakhir. Dia juga mengatakan bahwa, Hamas tidak bisa tetap berkuasa di Gaza.
Namun, Erdan memfokuskan sebagian besar pernyataannya di Dewan Keamanan pada Iran, dan mengecam kehadiran Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian.
Dubes Israel itu berkata “Betapa tidak masuk akalnya menteri luar negeri dari negara sponsor terorisme nomor satu, yang bercita-cita untuk mengacaukan stabilitas Timur Tengah, ada di sini. Bisakah Anda bayangkan menteri luar negeri Hitler berpartisipasi dalam diskusi serius tentang cara membela orang-orang Yahudi selama Holocaust?”
Iran mendukung Hamas, Hizbullah di Lebanon dan Houthi di Yaman. Serangan negara penjajah di Gaza telah memicu bentrokan antara Israel dan Hizbullah di sepanjang perbatasan Lebanon, serangan dilakukan oleh kelompok-kelompok yang terkait dengan Iran terhadap sasaran yang terkait dengan Amerika di Irak dan Suriah serta serangan Houthi terhadap kapal dagang yang terkait dengan Israel di Laut Merah.
“Menghentikan genosida di Gaza adalah kunci utama pemulihan keamanan di wilayah tersebut, pembunuhan warga sipil di Gaza dan Tepi Barat tidak dapat berlanjut sampai apa yang disebut ‘penghancuran total Hamas’ karena saat itu tidak akan pernah tiba,” kata Amir-Abdollahian kepada dewan tersebut.
***
Tag: #tidak #terima #penolakan #israel #atas #gagasan #pembentukan #negara #palestina #sebagai #solusi #konflik