Menjadi Ayah yang Berdaya
ilustrasi ayah dan anak(shutterstock)
13:40
28 Juni 2025

Menjadi Ayah yang Berdaya

Oleh: Sevira, Roswiyani, dan Monty P. Satiadarma*

MASIH ingat adegan iconic Gwan Sik menghibur putri pertamanya di kapal setelah patah hati atau ketika ia berlari menghentikan kapal yang membawa putranya?

Ya, itulah beberapa potongan sosok Ayah dalam drama korea When Life Gives You Tangerines.

Ayah yang berdaya dalam pengasuhan dapat memberikan dampak positif bagi keluarganya. Keterlibatan aktif oleh para Ayah kepada keluarga, baik istri dan anaknya, dapat meningkatkan perasaan positif di antara anggota keluarga, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Baik ketika Ayah berada bersama keluarga maupun ketika berjauhan.

Di Indonesia, keterlibatan Ayah mengalami peningkatan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Adisti F. Soegoto, M.Psi., Psikolog, walaupun sibuk bekerja, tetapi Ayah pada generasi ini menunjukkan perhatian lebih tinggi kepada anak (“Peran Ayah Milenial dalam Pengasuhan Anak, 2020).

Namun, dunia pengasuhan yang dialami oleh para Ayah kerap kali sepi atau diabaikan. Para Ayah yang melibatkan diri kepada anaknya, bukan tidak mungkin justru mendapat stigma negatif dari masyarakat luas.

Sebagaimana disinggung oleh stand-up komedian Dany Beler pada special show-nya yang berjudul Dany Blues, seringkali Ayah dianggap tidak mampu mengurus anak sehingga dikucilkan dari pengasuhan.

 

Keinginan Ayah untuk menghabiskan waktu dengan anaknya pun seringkali dibatasi dengan tanggung jawab lain yang dianggap lebih penting untuk dijalani oleh Ayah.

Kondisi-kondisi tersebut membuat dilema pada para Ayah untuk dekat dengan anak-anaknya. Bukan tidak mungkin para Ayah menjadi berjarak pada anak dan keluarganya.

Ada perasaan kecewa karena terus disalahkan dalam usahanya hingga menimbulkan ketiadaan tanggung jawab.

Beban pengasuhan yang kemudian lebih banyak dipikul oleh Ibu, kedepannya dapat membuat konflik keluarga berkepanjangan.

Pada usia sekolah, para Ayah yang berusaha melibatkan diri dengan kegiatan sekolah anak juga kemungkinan menerima pandangan negatif dari pihak sekolah atau kesulitan berbaur dengan orangtua lain yang kebanyakan merupakan para Ibu.

Dampak dari kondisi tidak dekatnya Ayah pada anak dapat berujung pada sikap pengasuhan yang tidak bertanggung jawab.

Para Ayah dapat cenderung terlalu kaku atau terlalu longgar pada anak-anaknya, tidak mendengarkan pendapat anak, dan mengabaikan kebutuhan anak, baik itu fisik maupun emosi.

Oleh karena itu, permasalahan pengasuhan yang dialami oleh Ayah tentu perlu dicarikan solusinya. Selain menurunkan tingkat stres, ayah yang berhubungan dengan pengasuhan juga perlu meningkatkan pengasuhan yang bertanggung jawab.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, ada beberapa hal yang dapat Ayah lakukan untuk membangun hubungan baik dengan keluarga. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan dukungan emosional.

Dukungan emosional (dalam istilah psikologi disebut dengan perceived social support) merupakan salah satu jenis dukungan sosial yang lebih berfokus pada menumbuhkan perasaan pada seseorang bahwa ada pihak lain yang membantunya (Turner & Brown, 2010, dalam Taylor et al., 2015). Misalnya, dukungan emosional yang Ayah rasakan dari istri, keluarga, dan teman.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, dukungan emosional berperan besar dalam mendukung orangtua dalam mengasuh. Beberapa di antaranya adalah:

Pertama, ketika orangtua merasa didukung oleh lingkungan sekitarnya, orangtua tampak lebih terlibat dalam aktivitas pengasuhan positif, seperti memberikan kehangatan, memperhatikan, dan mendukung anak, bahkan ketika orangtua merasakan kesulitan atau terdapat tantangan dalam pengasuhan (Taylor et al., 2015),

Kedua, pada saat lockdown Covid-19 yang membuat stres pada orangtua, situasi penuh tekanan dan perubahan yang terjadi pada masa tersebut tidak membuat orangtua menjadi abai pada anak.

Dukungan emosional terbukti tetap dapat berdaya mengajari anak belajar di rumah walaupun hal tersebut merupakan hal yang baru (Oppermann, 2021).

Ketiga, pada ayah rumah tangga di Indonesia, dukungan dari orang sekitarnya, yaitu istri, keluarga, maupun masyarakat sekitar penting untuk Ayah agar dapat bertahan dalam perannya.

Sehingga para ayah tetap dapat mengambil andil pengasuhan anak tanpa ada pihak lain, berkomunikasi terbuka dengan mempertimbangkan masukan anak, dan konsisten dalam pengasuhan, baik berupa pujian maupun hukuman (Pramanada & Dinardinata, 2018).

Walau tidak selalu hadir, tapi perasaan bahwa seseorang dapat mengandalkan orang lain dapat membantu untuk tetap berdaya.

Mari bayangkan pada saat Ayah sedang kesulitan membantu anak untuk belajar, kemudian Ayah menceritakan kesulitannya pada istri.

Meskipun istri tidak selalu dapat memberikan tips yang membantu ayah dalam mengajari anak, tetapi dengan bercerita kepada istri ternyata dapat membuat Ayah merasa “didengarkan”.

Hal itu cukup untuk membuat Ayah mau mencoba mengajari anak di kesempatan berikutnya, walaupun mungkin tidak selalu berhasil menyelesaikan kesulitan anak.

Selain istri, dukungan emosional bagi Ayah juga biasanya didapatkan dari keluarga maupun teman. Selain karena keluarga dianggap lebih berpengalaman, kedekatan emosional Ayah dengan keluarga mampu membuat Ayah lebih percaya bercerita mengenai kesulitannya dalam pengasuhan.

Walaupun ada beberapa hal yang berbeda dalam pengasuhan antara Ayah dengan keluarga lainnya, tetapi para ayah dapat mencari referensi mengenai pengasuhan tersebut kepada keluarga.

Misalnya, pada saat anak tidak mau ke sekolah atau belajar karena satu dan lain alasan, Ayah dapat bertanya pada keluarga mengenai apa yang seharusnya dilakukan atau meminta keluarga untuk juga mencari tahu pengalaman pembelajaran apa yang dihadapi anak sehingga mengalami kesulitan.

Komunitas di media sosial maupun lingkungan pertemanan yang positif juga dapat menjadi tempat para Ayah bertukar cerita.

Lalu, apa saja tips agar Ayah menjadi berdaya dengan memanfaatkan dukungan emosional?

Pertama, carilah dukungan emosional dari pihak yang dipercayai. Dukungan emosional paling banyak dirasakan dari istri, keluarga, dan teman.

 

Dukungan dari lingkungan sekitar tersebut dapat membantu Ayah mengembangkan kepercayaan diri dalam pengasuhan anak.

Maka penting bagi Ayah untuk mencari dan juga selektif dengan lingkungan sekitar yang berpotensi mendukung pengasuhan anak.

Kedua, kembangkan pola komunikasi yang sehat dengan sumber dukungan emosional. Misalnya, Ayah dapat menyediakan waktu khusus untuk bercerita mengenai anak kepada istri, keluarga, maupun teman atau rencanakan aktivitas menyenangkan bersama.

Dengan saling terbuka dan berbagi pengalaman bersama, Ayah dapat secara langsung maupun tidak langsung mengurangi stres yang dirasakan.

Ketiga, bekerja sama dengan orang yang dipercaya dalam mengasuh anak. Pengasuhan yang aktif dari Ayah bukan berarti harus dikerjakan semuanya oleh Ayah seorang diri.

Para Ayah dapat memanfaatkan lingkungan sekitar untuk saling bekerja sama dalam mendukung tumbuh kembang anak.

Keempat, ayah bisa menyimpan pesan dukungan. Misalnya, ketika ada quotes di media sosial atau kata-kata manis dari pasangan, Ayah bisa menyimpannya dan membaca kembali di lain waktu.

Dengan memanfaatkan teknologi ini, Ayah diharapkan bisa merasakan dukungan di manapun dan kapanpun. 

Kelima, apabila mendapat banyak tips pengasuhan dari lingkungan sekitar, tetap ingat untuk menyesuaikan nilai keluarga dalam penerapannya dan tidak lupa mendiskusikannya dengan pasangan.

Pada akhirnya, diharapkan dukungan emosional yang dirasakan Ayah dari istri, keluarga, dan teman dapat membantu Ayah menghadapi tantangan pengasuhan sehari-hari.

Pengasuhan dari Ayah yang berdaya dapat membuat hubungan dengan anak dan keluarganya menjadi harmonis dan penuh kasih sayang. Walaupun merupakan perjalanan yang panjang serta tidak selalu mudah, tetapi keluarga yang sehat dapat diwujudkan.

*Sevira, Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara
Roswiyani dan Monty P. Satiadarma, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara

Tag:  #menjadi #ayah #yang #berdaya

KOMENTAR