Donald Trump Akan Paksa Mesir dan Yordania Tampung Pengungsi Gaza yang Terusir Agresi Israel
KEMBALI PULANG - Warga Palestina yang mengungsi mulai kembali ke Gaza utara untuk pertama kalinya sejak perang genosida Israel dimulai, pada Senin 27 Januari 2025. Kepulangan warga Gaza ini terkait gencatan senjata antara Hamas dan Israel pada 19 Januari 2025. 
14:50
31 Januari 2025

Donald Trump Akan Paksa Mesir dan Yordania Tampung Pengungsi Gaza yang Terusir Agresi Israel

- Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengindikasikan akan melakukan langkah-langkah paksa ke Mesir dan Yordania untuk menerima warga Palestina yang mengungsi dari Jalur Gaza.

Dua negara tetangga wilayah Palestina yang diduduki Israel tersebut sebelumnya telah menolak secara tegas rencana Trump merelokasi warga Gaza ke wilayah dua negara tersebut.

Pernyataan Trump pada Kamis (30/1/2025) tersebut muncul sehari setelah Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dan Raja Yordania Abdullah II melontarkan penolakan pemindahan paksa warga Gaza.

"Mereka (Yordania dan Mesir) akan melakukannya (menampung warga Gaza yang terusir)," kata Trump kepada wartawan di Ruang Oval ketika ditanya tanggapannya terhadap penolakan Mesir dan Yordania, dilansir PressTV, Jumat (31/1/2025).

"Mereka akan melakukannya. Kami (AS) melakukan banyak hal (membantu) untuk mereka, dan mereka akan melakukannya," sambung Trump.

Ratusan ribu warga Gaza yang terusir dan mengungsi karena agresi militer Israel, kembali ke rumah-rumah mereka ke wilayah Gaza Utara, Senin (27/1/2025). KEMBALI PULANG - Ratusan ribu warga Gaza yang terusir dan mengungsi karena agresi militer Israel, kembali ke rumah-rumah mereka ke wilayah Gaza Utara, Senin (27/1/2025). Kepulangan mereka berkenaan dengan gencatan senjata antara Hamas dan Israel pada 19 Januari 2025. (RNTV/TangkapLayar)

Pengusiran Paksa

Minggu lalu, Trump mengusulkan pemindahan warga Palestina dari Jalur Gaza ke Yordania, Mesir, dan negara Arab lainnya untuk “hanya membersihkan” wilayah kantung Palestina yang dilanda perang tersebut.

Niat Trump ini oleh para analis geopolitik dianggap sebagai upaya untuk mengusir warga Palestina dari tanah air mereka.

Trump mengindikasikan pada Sabtu, kalau ia telah berbicara dengan Raja Abdullah II dari Yordania tentang kemungkinan membangun perumahan dan memindahkan lebih dari 1 juta warga Palestina dari Gaza ke negara-negara tetangga di sekitar.

"Saya katakan kepadanya bahwa saya ingin Anda mengambil alih lebih banyak lagi karena saat ini saya melihat seluruh Jalur Gaza dan itu kacau balau, benar-benar kacau balau," katanya kepada wartawan di dalam Air Force One, pesawat kepresidenan AS.

“Saya ingin Mesir menampung orang-orang … Anda berbicara tentang satu setengah juta orang, dan kita hanya membersihkan semuanya. Anda tahu, selama seabad, ada banyak sekali konflik. Dan saya tidak tahu, sesuatu harus terjadi,” kata Trump.

Presiden AS tersebut mengatakan bahwa perumahan potensial tersebut “bisa bersifat sementara” atau “bisa bersifat jangka panjang.”

Ia mengklaim langkah tersebut dapat “membawa perdamaian” ke Asia Barat jika Mesir, Yordania, dan negara-negara Arab lainnya menerima cukup banyak pengungsi Palestina.

Utusan Trump untuk Timur Tengah Steve Witkoff melakukan perjalanan langka ke Gaza minggu ini, kata Gedung Putih.

Warga Palestina kembali ke Gaza utara setelah diizinkan oleh Israel. KEMBALI PULANG - Warga Palestina kembali ke Gaza utara setelah Israel membuka blokade militer, Senin (25/1/2025). Pembukaan blokade ini berkenaan dengan gencatan senjata antara Hamas dan Israel pada 19 Januari 2025.  (tangkaplayar/Wafa)

Penolakan Tegas Yordania-Mesir-Indonesia

Presiden Mesir Sisi mengatakan pada hari Rabu dalam tanggapan publik pertamanya terhadap komentar Trump bahwa menggusur "rakyat Palestina dari tanah mereka adalah ketidakadilan yang tidak dapat kami lakukan."

Raja Yordania Abdullah II secara terpisah menekankan "posisi tegas negaranya mengenai perlunya mempertahankan Palestina di tanah mereka."

Ini bukan pertama kalinya Trump dan timnya mengusulkan relokasi warga Palestina, khususnya warga Gaza ke negara lain.

Selama persiapan pelantikannya, utusan Trump untuk Asia Barat, Steve Witkoff, mengatakan Trump sedang mempertimbangkan untuk merelokasi penduduk Gaza ke Indonesia selama masa rekonstruksi.

Namun, Indonesia mengecam gagasan tersebut dengan mengatakan, “Indonesia tetap teguh pada posisinya bahwa segala upaya untuk merelokasi penduduk Gaza tidak dapat diterima.”

Selain Indonesia, mayoritas masyarakat internasional, terutama negara-negara Arab telah menolak rencana tersebut demi kedaulatan Palestina.

Gagasan tentang apa yang disebut “migrasi sukarela” warga Gaza pertama kali dipromosikan selama pemerintahan Biden oleh menteri-menteri sayap kanan Israel.

Seruan AS Sejalan Rencana Israel

Terkait seruan Presiden AS Donald Trump untuk memindahkan penduduk Gaza ke Yordania dan Mesir, juru bicara Hamas Hazem Qassem, menyebut itu sebagai hal provokatif dan berbahaya.

Seruan Trump ini, menurutnya, sejalan dengan rencana pihak Israel, khususnya, kelompok kanan ekstremis yang ingin menguasai tanah Palestina sepenuhnya menjadi pendudukan Israel.

“Pernyataan Trump berbahaya dan sejalan dengan posisi kelompok ekstrem kanan Israel,” kata dia.

Ia melanjutkan, “Usulan Trump tidak akan disetujui dan tidak akan diterima oleh warga Palestina mana pun.”

Pemimpin Hamas Sami Abu Zuhri pada Minggu juga mengomentari usulan Presiden AS Donald Trump untuk “memindahkan penduduk Gaza ke negara-negara tetangga,” dengan mengatakan, “Rakyat Gaza menanggung kematian sehingga mereka tidak akan meninggalkan tanah air mereka.”

Abu Zuhri mengatakan dalam konferensi pers: “Rakyat Gaza menanggung kematian agar tidak meninggalkan tanah air mereka, dan mereka tidak akan meninggalkannya karena alasan lain, jadi tidak perlu membuang waktu untuk proyek-proyek yang dicoba oleh Biden dan yang menyebabkan perang akan berkepanjangan.”

Dia menambahkan: “Menerapkan perjanjian tersebut sudah cukup untuk menyelesaikan semua masalah di Jalur Gaza, dan upaya untuk menghindari perjanjian tersebut tidak ada gunanya.”

Yordania: Palestina untuk Palestina

Sikap tegas Yordania atas seruan AS soal pengungsi Gaza ini ditegaskan oleh Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi.

Safadi menegaskan kembali sikap mengenai perjuangan Palestina itu, dengan mengatakan kalau “Yordania adalah untuk Yordania, dan Palestina untuk Palestina”.

Dalam konferensi pers dengan Koordinator Kemanusiaan dan Rekonstruksi Senior PBB untuk Gaza Sigrid Kaag, Safadi mengatakan, "Yordania bangga dengan perannya, di bawah kepemimpinan Raja Yang Mulia Abdullah, dalam memberikan bantuan kemanusiaan ke Gaza."

“Kami berharap dapat bekerja sama dengan pemerintah AS yang baru dan mendukung upaya perdamaian di kawasan ini,” kata Safadi.

Dia menambahkan kalau Yordania tetap terlibat dengan semua pihak untuk mencapai perdamaian.

 “Soal Palestina harus diselesaikan dengan negara Palestina; di mana Yordania adalah untuk Yordania, dan Palestina untuk Palestina.

“Posisi kami jelas – dua negara adalah satu-satunya jalan menuju perdamaian, dan penolakan kami terhadap perpindahan tidak tergoyahkan,” tegasnya.

Sementara itu, Sigrid Kaag memuji peran penting Yordania dalam memberikan dan memfasilitasi pengiriman bantuan ke Gaza.

“Ada kesempatan untuk mencapai solusi dua negara dan memberdayakan kedua belah pihak untuk mencapainya,” kata Koordinator Kemanusiaan dan Rekonstruksi Senior PBB, menambahkan bahwa mereka “berharap untuk melanjutkan kemitraan kemanusiaan kami dengan Yordania.”

 

(oln/khbrn/anews/rntv/*)

 


 

 
 
 

Tag:  #donald #trump #akan #paksa #mesir #yordania #tampung #pengungsi #gaza #yang #terusir #agresi #israel

KOMENTAR