Kemenkes: Biaya Penyakit Akibat Rokok Lebih Tinggi dari Pajak Iklan Produknya
Kemenkes ungkap biaya penyakit akibat merokok kurang lebih Rp 5,4 miliar. Angkanya lebih besar daripada pendapatan dari pajak iklan rokok di daerah.(iStockphoto/Altayb)
21:54
21 Februari 2025

Kemenkes: Biaya Penyakit Akibat Rokok Lebih Tinggi dari Pajak Iklan Produknya

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan bahwa beban biaya yang dikeluarkan untuk menanggung penyakit akibat merokok di sebagian besar daerah lebih tinggi daripada penerimaan pajak iklan rokok.

"Pajak iklan rokok daerah itu hanya sekitar Rp 150 juta, sedangkan pengeluaran mereka untuk penyakit akibat rokok kurang lebih Rp 5,4 miliar," kata Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kemenkes dr. Benget Saragih, seperti yang dilansir dari Antara pada Kamis (20/2/2025).

Benget juga mengungkapkan bahwa berdasarkan pernyataan dari kepala dinas kesehatan di 50 kabupaten/kota, pengeluaran rumah tangga terbesar di daerahnya untuk rokok lebih tinggi dari pengeluaran rumah tangga lainnya seperti untuk makanan sehat berprotein.

"Pengeluaran nomor satu di Sumatera Barat itu untuk rokok. Padahal, pendapatan dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) tidak seberapa dibandingkan dampak penyakit akibat merokok, yang bisa menghabiskan biaya sampai Rp 5,4 miliar per tahunnya," terangnya.

Ia juga membeberkan bahwa berdasarkan hasil survei pada 2017, penerimaan negara dari rokok sebesar Rp 147 triliun, tetapi pengeluaran untuk penyakit akibat merokok sebesar Rp 435 triliun.

"Ada 21 penyakit akibat perilaku merokok, termasuk rawat jalan dan rawat inap. Kemudian dampaknya itu, karena dia tidak bekerja (akibat sakit), jadi pemenuhan kebutuhan sehari-hari mereka hilang kan, tidak terpenuhi. Sehingga, dari yang dihisap itu (rokok), mereka bisa kehilangan pendapatan," terangnya.

Oleh karenanya, Benget menegaskan pentingnya implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang mengatur dengan ketat tentang rokok elektronik maupun rokok konvensional.

Pihaknya tengah memperjuangkan dan mengadvokasi agar peringatan kesehatan bergambar pada kemasan rokok dapat meningkat dari 30-40 persen menjadi 80 persen.

Selanjutnya, Benget menekankan pentingnya penerapan kemasan rokok distandarkan untuk mengurangi prevalensi perokok anak.

"Standarisasi kemasan itu bisa mengurangi daya tarik produk, meningkatkan efektivitas kampanye untuk mengurangi perokok, serta membantu menurunkan perokok baru," ungkapnya.

Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, jumlah perokok di Indonesia sebanyak 70,2 juta, di mana 63,1 juta di antaranya merupakan perokok dewasa, sedangkan 5,9 juta lainnya perokok anak (usia 10-18 tahun).

Hal tersebut menempatkan Indonesia sebagai pasar rokok terbesar ketiga di dunia. Padahal, enam dari 10 kematian di Indonesia disebabkan oleh perilaku merokok.

Tag:  #kemenkes #biaya #penyakit #akibat #rokok #lebih #tinggi #dari #pajak #iklan #produknya

KOMENTAR