Bertemu Purbaya, Pengusaha Mebel dan Kerajinan Usul Insentif Ekspor 1 Persen
Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa, mempertimbangkan usulan pemberian insentif ekspor sebesar 1 persen bagi pelaku usaha mebel dan kerajinan.
Ini sebagaimana disampaikan oleh Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI).
Menkeu Purbaya menyampaikan kepada HIMKI bahwa kebijakan relaksasi tersebut masih memerlukan kajian lebih mendalam, terutama dari sisi tata kelola dan disiplin fiskal.
Ilustrasi furnitur kayu.
Ketua Umum HIMKI, Abdul Sobur, menjelaskan insentif yang diusulkan tidak dimaksudkan sebagai subsidi permanen.
Menurutnya, hal itu lebih diarahkan sebagai instrumen stabilisasi sementara untuk menjaga keberlanjutan ekspor dan lapangan kerja di sektor padat karya bernilai tambah tinggi.
“Bagi HIMKI insentif ini bukan dimaksudkan sebagai subsidi permanen, melainkan sebagai instrumen stabilisasi sementara (shock absorber) untuk menjaga keberlanjutan ekspor dan lapangan kerja pada sektor padat karya bernilai tambah tinggi,” ujar Abdul Sobur melalui keterangan pers, Jumat (19/12/2025).
HIMKI telah melaksanakan pertemuan dengan Menteri Keuangan pada hari ini.
Pertemuan tersebut turut dihadiri dan didampingi langsung oleh Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie, sebagai bagian dari upaya sinergi dunia usaha dan pemerintah dalam menjaga keberlanjutan industri padat karya nasional.
Selain mengusulkan insentif ekspor 1 persen, HIMKI juga menyerahkan policy memo terkait mitigasi risiko fiskal dan perlindungan lapangan kerja di industri furniture dan kerajinan nasional.
Sektor tersebut saat ini menyerap sekitar 2,1 juta tenaga kerja dan menjadi salah satu penyumbang devisa nonmigas bagi Indonesia.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (tengah) didampingi Wakil Menteri Keuangan Thomas A. M. Djiwandono (kiri) dan Suahasil Nazara (kanan) menyampaikan paparan saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/11/2025). Dalam rapat tersebut Purbaya meyakini pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV-2025 mampu mencapai rentang 5,6 persen hingga 5,7 persen lantaran tekanan ekonomi sudah berbalik menuju pemulihan.Tak hanya itu, salah satu poin yang mendapat perhatian serius dari Menteri Keuangan adalah usulan akses pembiayaan ekspor berbunga rendah sekitar 6 persen melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Skema ini dinilai strategis untuk menjaga likuiditas pelaku industri, mempertahankan kapasitas produksi, serta mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) di tengah tekanan global dan ketidakpastian pasar ekspor.
HIMKI menilai respons Menkeu Purbaya sangat terbuka dan solutif.
Kedua pihak juga menyepakati perlunya pembahasan lanjutan secara teknis agar kebijakan pembiayaan tersebut dapat dirancang secara tepat sasaran, berbasis kinerja ekspor, dan tetap menjaga disiplin fiskal.
Sobur menegaskan tantangan industri furnitur dan kerajinan Tanah Air bukan semata isu sektoral, melainkan telah menjadi isu fiskal dan sosial berskala nasional.
“Setiap kebijakan yang mampu menjaga industri padat karya tetap hidup sesungguhnya adalah bentuk pencegahan risiko fiskal di masa depan, mengurangi tekanan bansos, menjaga basis pajak, dan mempertahankan devisa,” paparnya.
Ia meyakini pendekatan preventif melalui pembiayaan dan kebijakan fiskal yang terukur jauh lebih efisien dibandingkan penanganan dampak pasca krisis.
Oleh karena itu, HIMKI menyatakan kesiapan untuk berperan aktif sebagai mitra teknis pemerintah dalam proses perumusan hingga pengawasan implementasi kebijakan.
Langkah tersebut diharapkan dapat memastikan setiap intervensi fiskal berjalan efektif, akuntabel, dan memberikan dampak bagi tenaga kerja serta industri nasional.
Pertemuan ini pun diharapkan menjadi awal dialog kebijakan yang berkelanjutan antara pemerintah, dunia usaha, dan para pemangku kepentingan dalam menjaga fondasi industri manufaktur padat karya Indonesia.
Tag: #bertemu #purbaya #pengusaha #mebel #kerajinan #usul #insentif #ekspor #persen