Masuk 3 Negara Terbesar, Biocultural Diversity Indonesia Berpotensi Mendorong Pembangunan Nasional
Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, dalam rangkaian kuliah umumnya di Universitas Andalas, Sumatra Barat. (IST)
16:18
12 September 2024

Masuk 3 Negara Terbesar, Biocultural Diversity Indonesia Berpotensi Mendorong Pembangunan Nasional

 

- kebudayaan dan alam yang ada di Indonesia memiliki kaitan yang cukup kuat. Sebagai negara dengan biocultural diversity terbesar, Indonesia memiliki potensi yang besar pula untuk mendorong pembangunan nasional.

Hal ini diungkapkan Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, dalam rangkaian kuliah umumnya di Universitas Andalas, Sumatra Barat. Dijelaskan Hilmar, Biocultural diversity sendiri merupakan saat keanekaragaman hayati bertemu dengan keanekaragaman budaya.

Menurutnya, perlu adanya dorongan akan potensi kebudayaan yang berefek pada pembangunan berkelanjutan, dalam hal tata kelola serta pengembangan sumber daya manusia (SDM) budaya yang berfokus pada biocultural diversity. Hilmar mencontohkan keberadaan tanaman mangrove yang tersedia di Mentawai Sumatra Barat.

Dengan besar mencapai 32.600 hektar, tanaman mangrove berpotensi menyumbang perekonomian yang besar jika hasil pengolahannya baik. Bahkan, berdasarkan Studi Bank Dunia, hasil pengolahan mangrove secara lestari per hektar bisa menghasilkan 10.000 dolar Amerika Serikat.

“Jika alam tidak mampu dimanfaatkan secara maksimal, maka yang akan terjadi adalah kemarau kebudayaan. Selama ini, hal tersebut kurang dianggap penting karena Jika saja kita bisa memanfaatkan potensi alam seperti mangrove, maka tentu ini bisa berkontribusi pada pariwisata, iklim hingga menghasilkan triliunan rupiah. Bayangkan ini bisa diaplikasikan ke seluruh Sumatra Barat bahkan ke Indonesia,” jelas Hilmar.

Bahkan, keberadaan wellness industry di Indonesia selama ini belum menjadi perhatian meskipun memiliki potensi yang cukup besar. Padahal, sebagai negara yang masuk dalam 3 besar biocultural diversity nya, Indonesia bisa lebih berkembang.

“Bagaimana mungkin suatu negara yg dianugerahkan biokultural terbesar, saat mengembangkan wellness industry malah berada di urutan 50-an. Bahkan jika disandingkan di Asia, Indonesia masuk urutan ke 8,” tukansya.

Padahal, berdasarkan data Global Wellness Economy, basis ekonomi yang dihasilkan dari wellness industry menyumbang 5,6 triliun dolar Amerika Serikat. Sehingga, jika kebudayaan dikelola dengan baik, maka wellness industry bisa terus meningkat.

“Yang menjadi persoalan selama ini adalah tata kelolanya hingga sulit memanfaatkan secara maksimal. Untuk memaksimalkan berbagai sumber daya yang luar biasa ini, perlu ada kombinasi antara pengetahuan lokal, science, dan teknologi modern. Dengan begitu, bidang keilmuan akan ada pembaruan,” sambungnya.

 Tata Kelola Kebudayaan dengan Riset dan Kolaborasi Perlu Diperkuat

 Untuk menghasilkan tata kelola kebudayaan yang baik, keberadaan kerangka kelembagaan penting untuk memastikan peran kebudayaan bisa jalan dengan baik. Dalam hal kebijakan, sudah ada aturan hukum seperti undang-undang yang mengamanatkan kebudayaan sebagai barang publik, sehingga kebijakan harus inovatif.

Jika potensi kebudayaan diakui, maka hal ini dapat dimasukkan dalam standar pelayanan minimal, yang secara otomatis menjaga keberlanjutan institusi kebudayaan. Untuk itu, inovasi kebijakan diperlukan agar layanan kebudayaan dapat berjalan secara efektif.

“Lewat riset dan advokasi kebijakan, bukti dari lapangan dapat memperkuat argumen bahwa kebudayaan adalah barang publik. Alih-alih memikirkan kelayakan infrastruktur dan kecukupan sumber daya, pelaku dan pemerintah bisa memiliki lebih banyak fokus di substansi dan dampak dari kebudayaan itu sendiri,” Hilmar menjelaskan.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas kebudayaan Provinsi Sumatra Barat Dr Jefrinal Arifin menjelaskan Pemprov Sumbar terus melakukan upaya untuk meningkatkan pengelolaan kebudayaan, di antaranya melalui penerbitan Peraturan Daerah (Perda) tentang pemajuan kebudayaan, pelestarian cagar budaya, dan pengelolaan museum.

Perda ini menjadi panduan bagi pemprov dalam mengelola kebudayaan. Sumatra Barat sendiri bukan hanya milik Minangkabau, tetapi juga semua etnis yang ada di wilayah tersebut.

“Dengan keragaman budaya yang ada, tentu kita tidak bisa bekerja sendiri-sendiri, melainkan perlu bersatu dalam memajukan kebudayaan Sumbar,” ujar Dr Jefrinal Arifin.

Editor: Nurul Adriyana Salbiah

Tag:  #masuk #negara #terbesar #biocultural #diversity #indonesia #berpotensi #mendorong #pembangunan #nasional

KOMENTAR