Libur Nataru Bali Dilaporkan Sepi Wisatawan, Harga Tiket Pesawatnya Beda Tipis dengan Jakarta-Bangkok
Ilustrasi pesawat Citilink. (Hanung Hambara/Jawa Pos)
15:07
20 Desember 2025

Libur Nataru Bali Dilaporkan Sepi Wisatawan, Harga Tiket Pesawatnya Beda Tipis dengan Jakarta-Bangkok

- Momen libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) biasanya identik dengan lonjakan wisatawan ke Bali. Hotel penuh, pantai padat, dan bandara sibuk menjadi pemandangan tahunan yang seolah tak pernah berubah. 

Namun, situasi berbeda justru terasa pada libur akhir tahun kali ini. Pulau Dewata dilaporkan tidak seramai tahun-tahun sebelumnya, memunculkan perbincangan luas di kalangan pelaku wisata hingga warganet.

Sejumlah pengelola destinasi dan pelaku industri pariwisata di Bali mengakui adanya penurunan kunjungan wisatawan selama periode Nataru. Kondisi ini dinilai tidak lazim, mengingat akhir tahun biasanya menjadi puncak musim liburan domestik maupun internasional. 

Bahkan, sebagian pihak menyebut situasi ini sebagai 'anomali wisata' yang patut dicermati lebih jauh.

Indikasi sepinya Bali tidak hanya dirasakan di lapangan, tetapi juga tercermin dari data pergerakan penerbangan. Pantauan melalui layanan pelacak penerbangan seperti FlightRadar menunjukkan lalu lintas udara menuju dan dari Bali tidak sepadat periode serupa di tahun-tahun sebelumnya. 

Temuan ini kemudian ramai diperbincangkan di media sosial, terutama setelah muncul perbandingan visual dengan negara tetangga, Thailand.

Dalam sejumlah unggahan, peta radar penerbangan memperlihatkan wilayah udara Thailand—khususnya di sekitar Bangkok—dipenuhi ikon pesawat yang menandakan tingginya aktivitas penerbangan. 

Sebaliknya, kawasan udara Bali tampak relatif lebih lengang pada waktu yang sama. Perbandingan ini memantik diskusi publik: apakah wisatawan kini lebih memilih berlibur ke luar negeri ketimbang destinasi domestik favorit seperti Bali?

Fenomena ini cukup mengejutkan mengingat Bali selama ini menjadi tulang punggung pariwisata nasional. Pada periode libur panjang, Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai biasanya mencatat peningkatan signifikan pergerakan penumpang. 

Namun, kali ini grafik tersebut tampak melandai, setidaknya berdasarkan pantauan awal lalu lintas udara.

Perubahan pola perjalanan wisatawan diduga menjadi salah satu penyebab utama. Setelah pandemi, preferensi berlibur masyarakat dinilai semakin beragam. Wisatawan tidak lagi terpaku pada destinasi yang sama dari tahun ke tahun. 

Negara-negara Asia Tenggara seperti Thailand, Vietnam, hingga Malaysia kini menjadi alternatif yang dianggap menawarkan pengalaman baru dengan biaya yang relatif terjangkau.

Selain faktor preferensi, harga tiket pesawat juga disebut memainkan peran penting. Perbandingan biaya perjalanan menjadi pertimbangan utama bagi wisatawan, terutama saat merencanakan liburan akhir tahun yang biasanya membutuhkan anggaran lebih besar.

Penelusuran JawaPos.com pada sejumlah platform pemesanan tiket online menunjukkan bahwa selisih harga tiket pesawat rute Jakarta–Bali dan Jakarta–Bangkok pada periode akhir Desember tergolong sangat tipis. 

Untuk jadwal penerbangan pada tanggal 28 hingga 31 Desember, tiket pesawat dari Jakarta menuju Bangkok tercatat berada di kisaran Rp 1,4 juta hingga Rp 1,5 juta sekali jalan. Harga tersebut tersedia dari beberapa maskapai berbiaya rendah seperti AirAsia dan Lion Air atau Citilink.

Sementara itu, tiket pesawat rute Jakarta–Denpasar (Bali) pada tanggal yang sama juga berada di rentang harga yang tidak jauh berbeda, yakni sekitar Rp 1,2 juta hingga Rp 1,4 juta. Dengan selisih yang relatif kecil, wisatawan dihadapkan pada pilihan menarik: berlibur ke destinasi domestik atau mencoba pengalaman liburan internasional.

Bagi sebagian pelancong, selisih ratusan ribu rupiah dianggap sepadan untuk mendapatkan pengalaman baru di luar negeri. Thailand, misalnya, dikenal menawarkan kombinasi wisata kota, budaya, kuliner, dan belanja dengan infrastruktur pariwisata yang matang.

Ditambah lagi, bebas visa untuk wisatawan Indonesia menjadi nilai tambah yang semakin mempermudah perjalanan.
Namun, harga tiket bukan satu-satunya faktor penentu. Kondisi cuaca juga disebut turut memengaruhi keputusan wisatawan. 

Musim hujan di beberapa wilayah Indonesia, termasuk Bali, membuat sebagian pelancong memilih destinasi dengan perkiraan cuaca yang dianggap lebih bersahabat. Meski Thailand juga memasuki musim tertentu, persepsi cuaca tetap memengaruhi minat perjalanan.

Dari sisi perencanaan, tren liburan kini semakin dipengaruhi oleh media sosial dan data digital. Informasi mengenai kepadatan bandara, harga tiket real-time, hingga rekomendasi destinasi viral menjadi rujukan utama sebelum memesan perjalanan.

Tidak heran jika visual peta penerbangan yang beredar di media sosial mampu membentuk persepsi publik dalam waktu singkat.

Bagi masyarakat yang tengah mempersiapkan liburan, kondisi ini menjadi pengingat pentingnya melakukan riset menyeluruh sebelum bepergian. Membandingkan harga tiket, memeriksa tingkat kepadatan destinasi, hingga mempertimbangkan faktor cuaca dan akomodasi dapat membantu merancang perjalanan yang lebih nyaman dan efisien.

Sementara itu, bagi Bali dan pelaku industri pariwisata nasional, fenomena sepinya kunjungan saat Nataru dinilai bisa menjadi bahan evaluasi. Diversifikasi atraksi, penyesuaian harga, hingga peningkatan kualitas layanan dinilai menjadi langkah penting untuk menjaga daya saing destinasi domestik di tengah ketatnya persaingan regional.

Ke depan, pergerakan wisatawan masih perlu dipantau secara berkelanjutan. Apakah ini hanya fenomena sementara akibat momentum tertentu, atau menjadi sinyal perubahan tren wisata masyarakat Indonesia, waktu yang akan menjawab. 

Yang jelas, peta pariwisata kini semakin dinamis, dan pilihan liburan masyarakat pun kian terbuka luas, baik di dalam negeri maupun ke mancanegara.

Editor: Sabik Aji Taufan

Tag:  #libur #nataru #bali #dilaporkan #sepi #wisatawan #harga #tiket #pesawatnya #beda #tipis #dengan #jakarta #bangkok

KOMENTAR