PHRI Kepualuan Riau: Kenaikan Pajak Hiburan Harap Ditinjau Ulang
Ilustrasi kelab malam, ilustrasi diskotek(UNSPLASH/ALEXANDER POPOV)
11:42
25 Januari 2024

PHRI Kepualuan Riau: Kenaikan Pajak Hiburan Harap Ditinjau Ulang

Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Wahyu Wahyudin menilai kondisi perekonomian yang belum pulih dapat memberatkan para pelaku usaha dan konsumen industri hiburan.

Wahyu tak menampik bahwa kenaikan pajak hiburan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), namun tidak semua pelaku usaha hiburan dikatakan wahyu mampu membayar pajak sebesar 40 persen.

“Saya khawatir karena kenaikan pajak pelaku usaha hiburan malah tutup atau gulung tikar, ya ujung-ujungnya pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan, kan ini lebih berat lagi,” kata Wahyu Wahyudin di Batam, Rabu (24/1/2024).

Wahyu menegaskan banyak masukan terkait potensi kehilangan pelanggan akibat kenaikan pajak dari pengusaha hiburan di Kota Batam.

Maka itu, Wahyu menyarankan pemerintah agar membatasi kenaikan pajak hiburan itu untuk beberapa jenis hiburan seperti diskotek atau hiburan malam.

“Kalau sektor hiburan lainnya, misalkan pijat, kalau bisa jangan naik dulu, masa pendapatannya beda pajaknya sama, harusnya lebih detil,” terang Wahyu.

Senada juga diungkapkan, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badan Pengurus Daerah (BPD) Kepri mengaku heran dengan kenaikan tarif pajak hiburan yang cukup tinggi tersebut.

“Kami harapkan pemerintah bisa melakukan peninjauan ulang, karena kenaikan tarif pajak ini sangat memberatkan pelaku usaha,” ungkap Sekretaris PHRI BPD Kepri, Yeyen Heryawan.

“Kami juga heran dengan kenaikan pajak hiburan saat ini, dasar perhitungan seperti apa yang digunakan oleh pemerintah sehingga kenaikannya paling rendah 40 persen dan maksimal 75 persen,” jelas Yeyen.

Yeyen menyebutkan, kenaikan tarif pajak ini berpotensi membuat harga yang ditetapkan oleh pelaku usaha kepada konsumen meningkat.

Sehingga menyebabkan para konsumen akan terbebani harga tinggi dan membuat bisnis pelaku usaha menjadi lesu.

Tanggapan Kemenparekraf dan Kemenkeu

Sementara itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengungkapkan Kemenparekraf menampung dan menerima aspirasi yang disampaikan oleh para pelaku parekraf terkait perubahan tarif pajak hiburan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

“Kami melalui Staf Ahli Bidang Manajemen Krisis akan memfasilitasi setiap aspirasi dan memberikan tambahan informasi untuk pelaku parekraf dan juga ada helpdesk untuk mereka (pelaku parekraf),” kata Sandiaga melalui keterangan tertulis, Rabu (24/1/2024).

Senada diungkapkan, Staf Ahli Menparekraf Bidang Manajemen Krisis, Fadjar Hutomo menambahkan, terkait hal ini Deputi Bidang Kebijakan Strategis Kemenparekraf sedang mengkaji materi perubahan persentase tarif pajak hiburan ini.

“Kami terus berkomunikasi, berkoordinasi, dan menyerap aspirasi kawan-kawan di industri, termasuk proses yang sedang mereka lakukan dan diskusikan untuk mengawal hal itu,” kata Fadjar.

Kemudian, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan Lydia Kurniawati Christyana menyampaikan bahwa pajak hiburan yang termasuk dalam Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), sebenarnya tidak mengalami kenaikan.

Akan tetapi, nilai persentase pajak tersebut justru diturunkan dari semula paling tinggi 35 persen menjadi paling tinggi 10 persen.

“Sebetulnya, kurang tepat kalau dibilang bahwa pajak jasa hiburan ini tarifnya naik. Secara umum, Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) justru turun,” ungkap Lydia.

Lydia menjelaskan dalam UU ini ada 12 jenis PBJT atas Jasa Kesenian dan Hiburan. 

Dalam UU HKPD ini dicantumkan bahwa 11 jenis PBJT atas Jasa Kesenian dan Hiburan, seperti pajak pagelaran busana, kontes kecantikan, bioskop, hingga konser, yang dulunya dikenakan tarif pajak maksimal 35 persen, sesuai UU HKPD diturunkan tarifnya menjadi 10 persen.

Penurunan tarif pajak ini disesuaikan dengan PBJT jenis lainnya di dalam UU.

Sementara, ada pula beberapa jenis jasa hiburan tertentu yang dikenakan pajak sebesar 40-75 persen yaitu bar, kelab malam, diskotek, karaoke, dan mandi uap/spa.

“Urgensi kenaikan tarif ini adalah instrumen fiskal, dalam hal ini pajak tidak hanya mencari pendapatan sebanyak-banyaknya, tetapi instrumen fiskal ini juga berfungsi regulatory melakukan pengendalian,” pungkas Lydia.

          View this post on Instagram                      

A post shared by Kompas Travel (@kompas.travel)

Editor: Hadi Maulana

Tag:  #phri #kepualuan #riau #kenaikan #pajak #hiburan #harap #ditinjau #ulang

KOMENTAR