Akal-akalan Hakim Agung Gazalba Hindari Pajak Besar, Beli Rumah Rp 7,5 Miliar, Ngaku Rp 3,5 Miliar
Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh menghadiri persidangan pemeriksaan saksi kasus dugaan gratifikasi dan pencucian uang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (8/7/2024). Gazalba selalu memakai masker dan topi saat hadir di persidangan. 
13:49
8 Agustus 2024

Akal-akalan Hakim Agung Gazalba Hindari Pajak Besar, Beli Rumah Rp 7,5 Miliar, Ngaku Rp 3,5 Miliar

Dalam sidang lanjutan kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Hakim Agung nonaktif, Gazalba Saleh, terungkap akal-akalan yang digunakan untuk meminimalisir pajak jual-beli rumah.

Hal itu terungkap dalam persidangan Kamis (8/7/2024) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Di dalam persidangan, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Notaris/ PPAT bernama Tunggul Nirboyo.

Tunggul sebagai Notaris/ PPAT dalam hal ini mengurusi pembelian rumah di Bekasi oleh Gazalba Saleh dari M Kharrazi pada Juli 2022.

Berdasarkan pengakuan Gazalba dan M Kharrazi kepada Tunggul saat itu, rumah yang diperjual-belikan itu senilai Rp 3,5 miliar lebih.

Namun ternyata, tanpa sepengetahuan Tunggul, rumah tersebut diperjual-belikan seharga Rp 7,5 miliar.

"3.526.710.000," ujar Tunggul, mengungkapkan harga rumah yang diperjual-belikan Gazalba an Kharrazi.

"Kemarin Hari Senin kami sudah periksa Kharrazi. Dia jual itu 7,5 miliar pak, bersih," kata Hakim Ketua, Fahzal Hendri.

"Saya enggak tahu," kata Tunggul.

Menurut Hakim Ketua, Fahzal Hendri, trik itu memang kerap digunakan oleh pihak penjual dan pembeli untuk meminimalisir pajak yang ditanggung.

Sebab dalam jual-beli rumah, pihak penjual dikenakan pajak 2,5 persen dan pembeli 5 persen.

Karena itulah, harga jual kerap diakal-akali pihak penjual dan pembeli.

"Tapi kan gitu, diakal-akalin pak. Umpanya pembeliannya besar, nilainya besar, jadi kan pembeli dikenakan 5 persen ya kalau enggak salah dari jual-beli itu, ya pajak. Kemudian kalau penjual 2,5 persen," kata Hakim Fahzal menjelaskan peraturan dalam jual-beli.

"Betul, Yang Mulia," ujar Tunggul.

"Untuk menghindari itu kadang-kadang ada kesepakatan, pak antara pembeli dan penjual, 'Bagaimana kalau kita dibikin saja persetujuan dari PPAT supaya nilainya di bawah aja,' Nah ini contohnya ini. Kemarin diakui 7,5 miliar loh. Ternyata riil-nya tiga koma berapa tadi. Kan gitu, menghindari pajak sebenarnya," kata Hakim, menjelaskan trik yang diduga digunakan.

Selain mengakali nilainya, Gazalba juga membebankan seluruh pajak jual-beli tersebut kepada Kharrazi sebagai pembeli.

Hakim kemudian memastikan kepada Tunggul apakah sebagai Notaris/ PPAT mengetahui akal-akalan yang dilakukan Gazalba dan Kharrazi.

Tunggul pun memastikan bahwa pihaknya selalu mengingatkan klien tentang ketentuan yang berlaku dalam hal jual-beli.

"Ini semua pajak ditanggung pembeli, kesepakatan M Kharrazi itu. Bapak tahu enggak keadaan itu?" tanya Hakim Fahzal.

"Sebelumnya saya enggak tahu pak. Dan di dalam membacakan akta saya bacakan ketentuan di undang-undang, pajak ditanggung masing-masing."

Pada akhirnya rumah tersebut rampung secara administrasinya dengan harga yang tercacat Rp 3,5 miliar.

Balik nama pun sudah dilakukan, sehingga menjadi atas nama Gazalba Saleh.

Namun sertifikatnya masih belum dipegang oleh Gazalba karena keburu tersandung kasus di KPK.

"Sudah saudara serahkan sertifikatnya sama Pak Gazalba?" tanya Hakim.

"Belum, karena kemarin itu diminta sama tim KPK ya."

Sebagai informasi, dalam kasus ini Gazalba Saleh dijerat terkait penerimaan gratifikasi 18.000 dolar Singapura dari pihak berperkara, Jawahirul Fuad.

Jawahirul Fuad sendiri diketahui menggunakan jasa bantuan hukum Ahmad Riyad sebagai pengacara.

Selain itu, Gazalba Saleh juga didakwa menerima SGD 1.128.000, USD 181.100, dan Rp 9.429.600.000.

Jika ditotalkan, maka nilai penerimaan gratifikasi dan TPPU yang dilakukan Gazalba Saleh senilai Rp 25.914.133.305 (Dua puluh lima miliar lebih).

Penerimaan uang tersebut terkait dengan pengurusan perkara di lingkungan Mahkamah Agung.

"Bahwa terdakwa sebagai Hakim Agung Mahkamah Agung RI, dari tahun 2020 sampai dengan tahun 2022, telah menerima gratifikasi sebesar 18.000 dolar Singapura sebagaimana dakwaan kesatu dan penerimaan lain berupa 1.128.000 dolar Singapura, 181.100 dolar Amerika serta Rp 9.429.600.000,00," kata jaksa KPK dalam dakwaannya.

Akibat perbuatannya, dia dijerat Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian Hakim Agung itu juga diduga menyamarkan hasil tindak pidana korupsinya, sehingga turut dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Dalam dakwaan TPPU, Gazalba Saleh dijerat Pasal 3 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Editor: Hasanudin Aco

Tag:  #akal #akalan #hakim #agung #gazalba #hindari #pajak #besar #beli #rumah #miliar #ngaku #miliar

KOMENTAR