Kejagung Sita 55 Alat Berat Terkait Korupsi Timah: Bukan Untuk Halangi Mata Pencaharian Masyarakat
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah. 
18:43
24 April 2024

Kejagung Sita 55 Alat Berat Terkait Korupsi Timah: Bukan Untuk Halangi Mata Pencaharian Masyarakat

- Kejaksaan Agung telah melakukan penyitaan terhadap 55 alat berat dalam perkara dugaan korupsi izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah di Bangka Belitung.

Alat berat yang dimaksud terdiri dari 53 ekskavator dan dua buldozer.

Kemudian tim penyidik juga sudah menyita lima smelter atau tempat peleburan bijih timah.

"Saat ini, Tim Penyidik sudah melakukan berbagai penyitaan terhadap aset perusahaan berupa 53 unit ekskavator, lima smelter, dan dua unit bulldozer," kata Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah dalam keterangannya, Rabu (24/4/2024).

Penyitaan itu dipastikan Febrie bukan untuk menghalang-halangi mata pencaharian masyarakat, melainkan dalam rangka penelusuran aset terkait perkara hukum yang sedang berproses.

"Hal itu (penyitaan) dilakukan bukan semata-mata untuk menghentikan proses eksplorasi timah oleh masyarakat yang mengakibatkan masyarakat kehilangan pekerjaannya. Namun yang perlu dipahami bahwa proses penegakan hukum untuk menuju tata kelola pertimahan ke depan menjadi lebih baik," kata Febrie.

Dampak negatif yang sekiranya dirasakan masyarakat dipastikan hanya bersifat sementara.

Karena itulah hasil sitaan seperti smelter masih dapat dioperasikan setelah Kejaksaan Agung menitipkannya ke perusahaan negara, PT Timah yang di bawah naungan Kementerian BUMN.

"Tim dari Jampidsus dan Badan Pemulihan Aset dalam rangka mencari solusi agar penyitaan dalam proses penegakan hukum dapat dijalankan dan masyarakat bisa bekerja serta pendapatan negara juga tidak terganggu. Kita kumpulkan stakeholder terkait termasuk pemerintah daerah, PT Timah Tbk sebagai bukti menunjukkan betapa seriusnya kejahatan yang dilakukan pada perkara ini," katanya.

Adapun dalam perkara ini tim penyidik telah menetapkan 16 tersangka, termasuk perkara pokok dan obstruction of justice (OOJ) alias perintangan penyidikan.

Di antara para tersangka yang sudah ditetapkan sebelumnya, terdapat penyelenggara negara, yakni: M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku mantan Direktur Utama PT Timah; Emil Emindra (EML) selaku Direktur Keuangan PT Timah tahun 2017 sampai dengan 2018; dan Alwin Albar (ALW) selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 sekaligus Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah.

Kemudian selebihnya merupakan pihak swasta, yakni: Pemilik CV Venus Inti Perkasa (VIP), Tamron alias Aon (TN); Manajer Operasional CV VIP, Achmad Albani (AA); Komisaris CV VIP, Kwang Yung alias Buyung (BY); Direktur Utama CV VIP, Hasan Tjhie (HT) alias ASN; General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Rosalina (RL); Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) Robert Indarto (RI); Suwito Gunawan (SG) alias Awi selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang; Gunawan alias MBG selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang; Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta (SP); Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza Andriansyah (RA); Manajer PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim; dan perwakilan PT RBT, Harvey Moeis.

Sedangkan dalam obstruction of justice (OOJ), Kejaksaan Agung telah menetapkan Toni Tamsil alias Akhi, adik Tamron sebagai tersangka.

Nilai kerugian negara pada kasus ini ditaksir mencapai Rp 271 triliun.

Bahkan menurut Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksan Agung, nilai Rp 271 triliun itu akan terus bertambah. Sebab nilai tersebut baru hasil penghitungan kerugian perekonomian, belum ditambah kerugian keuangan.

"Itu tadi hasil penghitungan kerugian perekonomian. Belum lagi ditambah kerugian keuangan negara. Nampak sebagian besar lahan yang ditambang merupakan area hutan dan tidak ditambal," kata Dirdik Jampidsus Kejaksaan Agung, Kuntadi dalam konferensi pers Senin (19/2/2024).

Akibat perbuatan yang merugikan negara ini, para tersangka di perkara pokok dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian tersangka OOJ dijerat Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain tipikor, khusus Harvey Moeis dan Helena Lim juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Editor: Adi Suhendi

Tag:  #kejagung #sita #alat #berat #terkait #korupsi #timah #bukan #untuk #halangi #mata #pencaharian #masyarakat

KOMENTAR