44
Warga melintas di depan mural pemilu di Margonda, Depok, Jawa Barat, Senin (19/6/2023). Mural tersebut berisakan pesan pemilu damai dan tolak politik uang. (SALMAN TOYIBI/JAWA POS)
08:09
27 November 2024
Hukum Menerima Serangan Fajar di Pemilu Haram dan Cara Menyiasati Bagi yang Terlanjur Menerimanya
JawPos.com - Pesta demokrasi 5 tahunan terbesar pertama dalam Pilkada Serentak akan dilaksanakan pada hari ini, Rabu (27/11), untuk memilih para pemimpin atau kepala daerah terbaik di berbagai daerah.
Di sejumlah daerah, politik uang masih sangat menjadi andalan bagi para kandidat untuk mendapatkan suara pemilih. Apalagi jika mereka merasa tidak punya visi misi kongkret dan rekam jejak mereka belum diketahui secara jelas oleh banyak orang, biasanya menempuh cara instan untuk mendulang suara.
Berdasarkan hasil bahtsul masail di kalangan Nahdlatul Ulama, menyatakan bahwa menerima serangan fajar atau menerima uang supaya memilih calon pemimpin tertentu dalam pemilu hukumnya haram. Hal ini juga sejalan dengan fatwa yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2018.
Haramnya menerima serangan fajar disamakan dengan risywah atau suap. Dalam Islam, orang yang memberikan suap atau menerima uang suap hukumnya haram dan berdosa serta diancam dengan hukuman api neraka. Suap dilarang karena dianggap bentuk pelanggaran terhadap hak-hak orang lain.
Dikutip dari NU Online, Syekh Khatib Asy-Syirbini dalam kitab Mughni Muhtaj menyatakan bahwa suap atau risywah merupakan tindakan memberikan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan supaya dia melakukan sesuatu yang tidak adil atau tidak benar.
الرشوة هي ما يبذل للغير ليحكم بغير الحق أو ليمتنع من الحكم بالحق
Artinya:
"Suap adalah pemberian sesuatu kepada orang lain agar dia memutuskan perkara dengan tidak adil atau agar dia tidak memutuskan perkara dengan adil." (Asy-Syirbini, Mughni Muhtaj, jilid VI, halaman 288).
Bagaimana jika kita sudah terlanjur menerima uang serangan fajar dari salah satu pasangan calon dalam Pilkada Serentak 2024 ?
Di dalam kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab dinyatakan, ada beberapa cara untuk menyiasati atau mempergunakan harta haram. Yaitu dengan cara mengembalikan uangnya kepada pemilik, mengembalikan kepada ahli warisnya apabila sudah meninggal dunia, mempergunakannya untuk kepentingan umum, atau menyedekahkannya kepada fakir miskin.
Menariknya, harta haram yang yang diberikaan kepada fakir miskin akan berubah menjadi halal. Namun, mereka hanya boleh mengambil harta haram tersebut secukupnya saja untuk memenuhi kebutuhan hidup.
وَلَهُ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِهِ عَلَى نَفْسِهِ وَعِيَالِهِ إذَا كَانَ فَقِيرًا لِأَنَّ عِيَالَهُ إذَا كَانُوا فُقَرَاءَ فَالْوَصْفُ مَوْجُودٌ فِيهِمْ بَلْ هُمْ أَوْلَى مَنْ يُتَصَدَّقُ عَلَيْهِ وَلَهُ هُوَ أَنْ يَأْخُذَ مِنْهُ قَدْرَ حَاجَتِهِ لِأَنَّهُ أَيْضًا فَقِيرٌ وَهَذَا الَّذِي قَالَهُ الْغَزَالِيُّ
Artinya:
"Baginya diperbolehkan untuk menyedekahkan harta haram tersebut untuk dirinya sendiri dan keluarganya, jika dirinya fakir. Karena jika kelurganya fakir maka sifat fakir ada dalam diri mereka, bahkan keluarga yang fakir adalah orang yang paling utama untuk disedekahi. Dirinya diperbolehkan mengambil dari harta haram tersebut sekira kebutuhannya saja, karena ia juga seorang fakir. Ini adalah pendapat Al-Ghazali." (Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf An-Nawawi, Majmu’ Syarhul Muhaddzab, [Beirut, Darul Fikr], juz IX, halaman 351).
Editor: Kuswandi
Tag: #hukum #menerima #serangan #fajar #pemilu #haram #cara #menyiasati #bagi #yang #terlanjur #menerimanya