Penjelasan Auditor BPKP Soal Temuan Kerugian Negara Rp 300 Triliun di Kasus Korupsi Timah
Sidang lanjutan kasus korupsi tata niaga komoditas timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/11/2024). 
07:12
14 November 2024

Penjelasan Auditor BPKP Soal Temuan Kerugian Negara Rp 300 Triliun di Kasus Korupsi Timah

Auditor Investigasi Badan Pengawasan dan Pembangunan (BPKP) Suhaedi menjelaskan soal ditemukannya kerugian negara mencapai Rp 300 triliun dalam kasus korupsi tata niaga timah.

Suhaedi mengatakan, temuan kerugian ratusan triliun itu diperoleh dari praktik penyimpangan kerjasama sewa smelter, pembelian bijih timah hingga kerusakan lingkungan.

Informasi itu Suhaedi jelaskan saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai ahli dalam sidang lanjutan kasus korupsi tata niaga timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/11/2024).

Duduk sebagai terdakwa dalam sidang ini yaitu crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim, eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi, mantan Direktur Keuangan PT Timah Tbk Emil Ermindra dan Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa MB Gunawan.

Suhaedi menjelaskan hal itu bermula ketika tim-nya melakukan investigasi dengan mengunjungi 4 smelter swasta yang bekerjasama dengan PT Timah Tbk.

"Disebutkan smelter apa saja?," tanya Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh.


"Yang pertama dari tim saya melaporkan ke smelter PT Sariwiguna Binasentosa, terus ke smelter CV Venus Inti Perkasa, terus kemudian ke smelter PT Stanindo Inti Perkasa, terus ke empat adalah ke smelter PT Refined Bangka Tin," kata Suhaedi.

Kemudian setelah kasus ini mencuat pihaknya pun diminta oleh penyidik Kejaksaan Agung untuk mengaudit dan menghitung kerugian negara dan keterangan ahli imbas korupsi timah tersebut pada 14 November 2023 lalu.

"Nah prosesnya di kami berlaku bahwa setiap permintaan itu tidak serta merta dilakukan langsung surat penugasan, ada sarana ekspose. Jadi yang kedua surat tugas itu baru kita terbitkan 26 Februari 2024," ujar Suhaedi.

Lalu dalam proses audit itu tim BPKP menemukan sejumlah penyimpangan, pertama soal kerjasama sewa smelter.

Suhaedi menjelaskan bahwa telah ada pembayaran sebesar Rp 3 triliun lebih yang dilakukan oleh PT Timah terkait penyewaan smelter.

"Di kontrak sewa smelter ini antara PT Timah dengan smelter swasta itu sudah dilakukan pembayaran sebesar Rp 3 triliun sekian, ini untuk penyerahan logam timah 63,16 ton," jawab Suhaedi.

"Kemudian dari alur bijih timahnya baik yang dikirim ke smelter swasta maupun PT Timah, PT Timah telah membayar sebesar Rp 11,1 triliun untuk 68,01 ton yang disalurkan ke smelter swasta utk diolah," ujarnya.

Sedangkan pembayaran yang dilakukan PT Timah untuk yang diolah oleh PT Timah adalah sebanyak 85,99 ton itu sebesar Rp 15,5 triliun lebih.

Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022, dengan terdakwa Harvey Moeis dkk di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (7/11/2024).  Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022, dengan terdakwa Harvey Moeis dkk di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (7/11/2024).  (Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan)

Auditor BPKP juga menemukan adanya pembelian bijih timah yang dilakukan oleh PT Timah Tbk yang dimana bijih-bijih itu justru dibeli dari IUP mereka sendiri.

Selain itu diketahui pula bahwa bijih-bijih timah itu dibeli dari para penambang ilegal yang beroperasi di wilayah IUP PT Timah Tbk.

"Nah bijih timah ini yang diperoleh adalah dari para pelaku tambang timah ilegal yang melakukan aktivitasnya di wilayah IUP-nya PT Timah."

"Jadi skema perhitungan kami, terkait dengan perhitungan kerugian yang sebesar kurang lebih Rp 29 triliun itu gambaranya seperti ini Yang Mulia. Jadi ada dari kontrak sewa smelter, kemudian dari pembelian bijih timah," jelas Suaedi.

Lalu yang terakhir BPKP turut menemukan adanya kerusakan lingkungan daripada kasus korupsi timah ini.

Dimana kata dia kerugian negara dalam bentuk kerusakan lingkungan di kasus korupsi timah ini mencapai Rp 271 triliun sehingga total akibat kasus ini negara merugi mencapai Rp 300 triliun.

"Jadi unsur kerugian yang kami masukan sebagai kerugian keuangan negara itu ada tiga hal, yang pertama adalah sewa smelter swasta, kedua adalah pembelian bijih timahnya, kemudian adanya kerusakan lingkungan yang terjadi."

"Jadi dari jumlah poin satu, dua, tiga ini bisa kami sampaikan totalnya kerugian adalah sebesar Rp 300.003.263.938.131,14," pungkas Suaedi.

Adapun terkait kerugian negara akibat kasus korupsi timah ini sebelumnya diungkapkan oleh Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo.

Bambang menyebut bahwa kerugian negara akibat tambang timah di kawasan hutan dan di luar kawasan hutan dari tahun 2015 - 2022 sebesar Rp271 triliun.

"Kalau semua digabungkan kawasan hutan dan nonkawasan hutan total kerugian akibat kerusakan yang harus ditanggung negara adalah Rp271,06 triliun," kata Bambang saat Konferensi Pers di Gedung Kejaksaan Agung, Senin (19/2/2024) lalu.

Total Rp 271 triliun ini juga merupakan jumlah dari kerugian perekonomian akibat galian tambang di kawasan hutan dan nonhutan. Masing-masing nilainya Rp 223.366.246.027.050 dan Rp 47.703.441.991.650.

"Sampai pada kerugiannya berdasarkan Permen LH Nomor 7/2014 ini kan dibagi du ya, dari kawasa hutan dan nonhutan," ujar Bambang.

Rincian nilai kerugian perekonomian negara di masing-masing kawasan:

Kerugian untuk galian yang terdapat dalam kawasan hutan:
Biaya kerugian lingkungan (ekologis) Rp 157.832.395.501.025.
Biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp 60.276.600.800.000.
Biaya pemulihan lingkungan Rp 5.257.249.726.025.

Kerugian untuk galian yang terdapat dalam kawasan nonhutan:
Biaya kerugian lingkungan (ekologis) Rp 25.870.838.897.075.
Biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp 15.202.770.080.000.
Biaya pemulihan lingkungan Rp 6.629.833.014.575.

Sebagai informasi, berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun. 

Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.

Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah. 

Tak hanya itu, jaksa juga mengungkapkan, kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun. Hal itu sebagaimana hasil hitungan ahli lingkungan hidup.

 

Editor: Choirul Arifin

Tag:  #penjelasan #auditor #bpkp #soal #temuan #kerugian #negara #triliun #kasus #korupsi #timah

KOMENTAR