Kasus Kopi Sianida Jessica Wongso Diduga Direkayasa, Jaksa: Rekaman 100 Frame Kamera CCTV Hilang
Terdakwa kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (20/7/2016). Sidang tersebut beragendakan mendengar kesaksian tiga pegawai Kafe Olivier antara lain peracik kopi, kasir dan pelayan serta pemutaran rekaman CCTV. Jaksa menyebut adanya rekayasa dalam kasus kopi sianida Jessica Wongso. Dia mengungkapkan ada rekayasa rekaman CCTV dalam kasus ini. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 
14:47
29 Oktober 2024

Kasus Kopi Sianida Jessica Wongso Diduga Direkayasa, Jaksa: Rekaman 100 Frame Kamera CCTV Hilang

Sidang Peninjauan Kembali (PK) terhadap kasus kopi sianida yang diajukan Jessica Kumala Wongso digelar perdana pada Selasa (29/10/2024) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Jaksa pun membeberkan novum atau bukti baru yang dinilai membuktikan bahwa kasus kopi sianida yang menewaskan Wayan Mirna Salihin pada tahun 2016 lalu telah direkayasa.

Adapun novum yang disampaikan di persidangan adalah terkait rekaman kamera CCTV di Cafe Olivier di Grand Indonesia, Jakarta Pusat.

Mulanya, jaksa menyebut dalam persidangan saat Jessica duduk sebagai terdakwa, ada barang bukti yang ditampilkan yaitu berupa flashdisk berisi rekaman CCTV saat kejadian.

Dia mengungkapkan flashdisk tersebut oleh jaksa dijadikan bukti utama untuk menarasikan bahwa Jessica adalah pelaku pembunuhan terhadap Mirna.

"Bahwa dalam perkara a quo, terdapat barang bukti satu unit flashdisk Toshiba 32 gigabyte warna abu-abu dengan nomor seri 1430A7412CAD, rekaman CCTV dari restoran Olivier, Grand Indonesia, yang diajukan jaksa penuntut umum sebagai bukti utama untuk menarasikan adanya pembunuhan berencana yang dilakukan oleh pemohon Peninjauan Kembali terhadap Mirna pada 6 Januari 2016 di restoran Olivier," kata jaksa.

Jaksa mengungkapkan rekaman CCTV dari flashdisk tersebut diperlihatkan saat di persidangan dan disaksikan oleh pemohon hingga kuasa hukum Mirna.

Kemudian, sambungnya, rekaman CCTV itu juga dianggap sebagai bukti petunjuk oleh hakim di tingkat pertama hingga tingkat PK sebagai putusan.


Padahal, menurut jaksa, rekaman tersebut sudah direkayasa karena adanya rekaman CCTV yang dimiliki oleh ayah Mirna, Edi Darmawan Salihin yang diakuinya ketika diwawancarai di salah satu stasiun televisi nasional.

Bahkan, jaksa mengungkapkan Darmawan mengakui bahwa bukti rekaman CCTV yang dimilikinya tidak pernah diserahkan ke penyidik atau dihadirkan saat persidangan.

"Padahal rekaman CCTV tersebut diduga telah direkayasa karena berdasarkan novum berupa CD yang diperoleh dari tvOne dan berisi rekaman tayangan wawancara bersama Karni Ilyas dengan saksi Darmawan Salihin tanggal 7 Oktober 2023, saksi Darmawan Salihin mengakui secara tegas bahwa ada bagian rekaman CCTV tersebut yang dia miliki dan dia simpan dan belum pernah ditampilkan dalam persidangan," tuturnya.

Jaksa menyebut rekaman CCTV yang diakui disimpan oleh Darmawan adalah rekaman dari kamera CCTV nomor 9 yang berada di restoran Olivier.

Ketika dikaitkan dengan berita acara pemeriksaan (BAP) saksi ahli, jaksa menyebut rekaman CCTV dari kamera tersebut ada yang dihilangkan.

"Maka benar terbukti bahwa rekaman CCTV 9 memang direkayasa karena ada 100 frame yang telah dihilangkan," jelas jaksa.

"Dalam BAP (saksi) ahli Muhammad Nur Al Azhar, tanggal 28 Januari 2016 halaman 15, bahwa CCTV nomor 9 pada pukul 15.35 WIB sampai dengan pukul 16.05 WIB memiliki 50.910 frame. Sedangkan dalam BAP ahli Christoper Hariman Widianto, tanggal 15 Maret 2016 halaman 7 diketahui CCTV 9 dalam rentang waktu yang sama hanya memiliki 50.800 frame," sambungnya.

Tak cuma itu, jaksa juga menilai dugaan rekayasa kasus ini diperkuat dengan diturunkannya kualitas video atau down scalling.

Dia mengatakan hal itu terbukti dari keterangan ahli Muhammad Nur Al Azhar di mana rekaman CCTV memiliki resolusi frame 1920x1080 piksel atau full HD dengan laju frame 25 frame per detik.

Sementara, berdasarkan keterangan saksi ahli Christoper Hariman Widianto, resolusi rekaman CCTV telah diubah menjadi 960x576 piksel dengan laju frame 10 frame per detik.

"Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, terbukti bahwa ternyata rekaman CCTV telah direkayasa atau dimanipulasi sedemikian rupa oleh karenanya rekaman CCTV tersebut tidak dapat dinilai sebagai alat bukti," katanya.

Selain itu, jaksa juga mengungkapkan bahwa penyitaan rekaman CCTV tidak sesuai dengan aturan yang tertuang dalam Pasal 17 dan Pasal 24 Perkap Polri Nomor 10 Tahun 2009.

Adapun aturan yang tidak sesuai terkait sumber didapatkannya rekaman CCTV itu sehingga menjadi barang bukti di persidangan.

Kemudian, dimasukkannya rekaman CCTV ke flashdisk tidak berdasarkan berita acara pemindahan terkait barang bukti.

"Tidak ada satu pun saksi yang diperiksa di persidangan menerangkan telah mengkopi dari DVR yang berisi rekaman ke flashdisk."

"Kemudian DVR yang berisi rekaman asli CCTV meskipun telah disita dan dijadikan barang bukti juga saat persidangan tetapi sudah dihapus. Sehingga tidak bisa diautentikasi terhadap rekaman CCTV yang ada di flashdisk dengan aslinya yang terdapat dalam DVR, apakah sama atau adakah rekayasa?" jelas jaksa.

Dengan novum ini, maka jaksa meminta vonis yang dijatuhkan hakim kepada Jessica harus dibatalkan.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)

Artikel lain terkait Kopi Sianida 

 

 

 

Editor: Garudea Prabawati

Tag:  #kasus #kopi #sianida #jessica #wongso #diduga #direkayasa #jaksa #rekaman #frame #kamera #cctv #hilang

KOMENTAR