Ada Rindu Puskesmas Era Dulu Sembari Melihat Pemerataan Layanan Kesehatan
- Kalangan medis merindukan puskesmas seperti yang pernah mereka kenali di era dahulu kala sembari mengamati pemerataan layanan kesehatan di Indonesia. Apa Puskesmas sudah berubah?
“Sekarang Puskesmas terlalu fokus ke pengobatan,” kritik Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Slamet Budiarto, saat berbincang dengan Kompas.com, Kamis (13/11/2025).
Pusat Kesehatan Masyarakat, begitu kepanjangan dari akronim Puskesmas, yang dikenali Slamet dulu mengutamakan tindakan pencegahan penyakit ketimbang pengobatan penyakit, alias menitikberatkan pada upaya preventif ketimbang kuratif.
“Seharusnya, Puskesmas itu keliling desa untuk edukasi dan promosi kesehatan,” sorotnya.
Fungsi puskesmas sebagai sarana pengobatan memang perlu terlebih untuk daerah-daerah pelosok, namun upaya pencegahan dan pendidikan kesehatan untuk masyarakat harus lebih ditingkatkan.
Menurut dia langkah jemput bola dengan mendatangi masyarakan di pedesaan perlu kembali dilakukan puskesmas.
“Promotif preventif harusnya puskesmas. Nah, untuk mendukung sistem itu harus SDM (Sumber Daya Manusia)-nya cukup, dan SDM cukup tentu ditentukan oleh pembiayaan yang cukup,” kata Slamet.
Kurangnya upaya pencegahan dan pendidikan kesehatan di tengah masyarakat juga diamati oleh pakar kebijakan publik dari UGM, Wahyudi Kumorotomo.
“Kurangnya program promotif dan preventif, terlalu banyak pada penekanan kuratif. Semestinya mencegah penyakit dan sakit degeneratif, bukan sekadar menyembuhkan,” kata Wahyudi.
Dia melihat problem penyakit jantung, strok, dan kanker banyak menghinggapi warga kota-kota. Maka edukasi kesehatan dari Puskesmas perlu dijalankan.
Namun di sisi lain, pemerataan fasilitas kesehatan juga mutlak perlu. Semua warga butuh layanan primer, pemerataan imuniasasi, dan penyediaan obat murah.
Menurut Wahyudi, pembangunan fasilitas kesehatan yang masif tidak akan berdampak signifikan tanpa penguatan program promotif dan preventif.
Data sarana kesehatan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, jumlah desa/kelurahan seluruh Indonesia yakni 84.275 desa/kelurahan.
Sebanyak 10.280 desa/kelurahan memiliki Puskesmas, dan 24.383 desa/kelurahan memiliki Puskesmas Pembantu.
Desa/kelurahan yang memiliki sarana kesehatan-rumah sakit berjumlah 2.637.
Desa/kelurahan yang memiliki sarana kesehatan-RS bersalin sebanyak 230 desa/kelurahan, 9.596 desa/kelurahan memiliki poliklinik.
Soal pemerataan fasilitas kesehatan
Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto menyoroti bahwa permasalahan mendasar sistem kesehatan Indonesia terletak pada ketimpangan layanan antara kota dan daerah tertinggal, terdepan, dan terluar atau 3T.
“Masalah utama kita adalah keadilan sosial di bidang kesehatan. Universal health coverage (UHC) itu baru bisa tercapai kalau distribusi layanan merata,” katanya.
Menurut Edy, prinsip universal health coverage atau jaminan kesehatan untuk semua seharusnya memastikan seluruh warga, tanpa kecuali, memperoleh perlindungan kesehatan yang setara.
Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto
Namun kenyataannya, masyarakat di wilayah 3T masih menghadapi keterbatasan fasilitas, tenaga medis, dan akses layanan dasar.
“Kita tahu betul bahwa universal health coverage itu artinya semua orang harus terlindungi kesehatannya. Tapi distribusi layanan yang tidak merata, terutama di daerah 3T, membuat kondisi kesehatan masyarakat di sana jauh tertinggal,” tegasnya.
Edy bilang, sebagian besar warga di daerah tersebut sudah menjadi peserta JKN atau Jaminan Kesehatan Nasional.
Namun, keikutsertaan itu belum diimbangi dengan ketersediaan fasilitas dan tenaga medis yang memadai.
Fokus Kemenkes kini
Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, merayakan Hari Kesehatan Nasional dengan tema “Generasi Sehat, Masa Depan Hebat” pada 12 November lalu.
Dia mengklaim Indonesia telah mulai menjalankan perubahan layanan kesehatan menuju ke arah yang lebih baik.
“Fokus kita bergeser dari mengobati orang sakit menjadi menjaga agar orang tetap sehat,” ujarnya.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam kegiatan di Umsida, Sidoarjo, Jawa Timur, Minggu (9/11/2025). Budi memastikan mulai tahun 2026 mendatang akan gunakan alat tes TBC praktis.
Capaian layanan kesehatan: CKG, puskesmas, hingga AI
Menkes Budi memaparkan capaian-capaian pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam bidang kesehatan.
Lebih dari 52 juta orang mengikuti program Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang mendorong kesadaran deteksi dini penyakit.
Selain itu, cakupan skrining tuberkulosis (TBC) meningkat hingga menjangkau lebih dari 20 juta orang.
“Pembangunan dan peningkatan rumah sakit di seluruh daerah terus berjalan. Pada 2025, sebanyak 32 dari 66 rumah sakit daerah tipe D akan ditingkatkan menjadi tipe C,” ujar Budi.
Layanan primer kesehatan (layanan kesehatan yang mudah diakses fokus pada pencegahan) seperti puskesmas telah diterapkan di 8.349 puskesmas dengan sistem integrasi layanan dasar.
Lebih dari 324 ribu kader kesehatan posyandu dilatih dengan 25 keterampilan dasar.
Angka stunting balita dia klaim turun di bawah 20 persen, menandai kemajuan signifikan. Sementara itu, peningkatan kapasitas laboratorium kesehatan masyarakat dan sistem surveilans penyakit telah dilakukan secara nasional.
29 Provinsi sudah mampu melakukan operasi bedah jantung terbuka, 29 provinsi clipping aneurisma (bedah syaraf pelebaran pembuluh darah otak), dan 8 provinsi bypass otak.
Program aplikasi Satu Sehat, yang merupakan pengembangan dari PeduliLindungi, dinyatakannya telah mengintegrasikan lebih dari 10.000 puskesmas, 15.000 klinik, dan 3.200 rumah sakit ke dalam satu sistem data nasional.
Kemenkes juga mengintegrasikan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) untuk menganalisis data kesehatan warga.
Kemenkes juga mengembangkan Biomedical and Genome Science Initiatie, yakni pendataan genetik untuk mendeteksi risiko penyakit genetik seperti kanker, jantung, dan diabetes. Ada 18.000 orang yang didata.
Tag: #rindu #puskesmas #dulu #sembari #melihat #pemerataan #layanan #kesehatan