Usulan Syarat Sarjana Hukum untuk Penyidik Dikhawatirkan Bikin Kewalahan
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, Soedeson Tandra saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (9/12/2024).(KOMPAS.com/Rahel)
11:32
13 Juni 2025

Usulan Syarat Sarjana Hukum untuk Penyidik Dikhawatirkan Bikin Kewalahan

- Anggota Komisi III DPR RI, Soedeson Tandra, menilai usulan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar jabatan penyelidik dan penyidik memiliki pendidikan S1 ilmu hukum adalah usulan baik, namun itu berpotensi bikin kewalahan..

Meski menganggap usulan itu baik, namun dirinya khawatir, kapasitas sumber daya manusia (SDM) yang berbeda-beda di tiap daerah justru membuat institusi kewalahan mencari SDM yang sesuai aturan.

"Jadi usulan yang baik itu tentu kita ini (tampung). Tapi kalau norma hukumnya sudah mengatakan begitu (harus S1 hukum), akhirnya membuat kita kewalahan sendiri kan," kata Tandra saat dihubungi, Jumat (13/6/2025).

Tandra bertanya-tanya apakah posisi penyelidik dan penyidik bisa terpenuhi di seluruh Indonesia, jika syarat sarjana hukum pada akhirnya tercantum dalam KUHAP baru.

Ia tidak memungkiri, mencetak lulusan hukum membutuhkan waktu empat tahun lamanya.

Hal ini membuktikan bahwa usulan itu tidak bisa diterapkan seketika usai KUHAP disahkan.

"Apakah bisa dalam waktu dekat itu? Ini kan antara apa yang kita inginkan dan fakta itu kan sesuatu yang berbeda. Di kepolisian-kepolisian kita, ya kalau di Polda-Polda mungkin ya, tapi Polres-Polres yang jauh di sana itu kebutuhan akan penyidik itu kan besar sekali," ucap dia.

"Jadi kalau seketika harus begitu, ini buat panik seluruh Indonesia, kan. Orang sekolah hukum itu kan waktunya 4 tahun, masak bisa seketika?" imbuh dia.

Tandra lalu menyarankan latar belakang penyidik dan penyelidik disesuaikan dengan kebutuhan di instansi masing-masing, alih-alih seluruhnya harus sarjana hukum.

Misalnya, penyelidik pajak harus memahami soal pajak, begitu pun penyelidik lain.

Menurutnya, hal ini lebih baik daripada mencantumkan kewajiban S1 Hukum dalam KUHAP yang berpotensi "mengikat kaki sendiri" alias membatasi.

"Jangan itu taruh di dalam norma KUHAP yang mengikat kaki kita sendiri. Membuat kita susah. Gini loh, ada banyak hal yang kita menyelidik sesuatu itu bukan saja orang yang paham hukum. Orang yang paham pajak, paham akuntansi, paham teknologi. Masak seorang sarjana hukum suruh belajar semua? Jadi itu taruhlah di dalam kebijakan masing-masing institusi," tandas Tandra.

Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) turut mengatur syarat pendidikan bagi penyelidik dan penyidik.

Ia mengusulkan, penyelidik dan penyidik memiliki pendidikan S1 Ilmu Hukum.

"Penyelidik dan penyidik harus berpendidikan serendah-rendahnya strata satu Ilmu Hukum, sehingga seluruh aparat penegak hukum, berlatar belakang pendidikan S1 Ilmu Hukum," ujar Johanis saat dihubungi wartawan, Jumat (30/5/2025).

"Saat ini penyelidik dan penyidik tidak disarankan berpendidikan S1 Ilmu Hukum, sedangkan advokat, jaksa, dan hakim sudah disyaratkan harus S1 Ilmu Hukum," sambungnya.

Diketahui, DPR mempercepat pembahasan RKUHAP yang telah lama masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Pimpinan DPR telah mengeluarkan izin untuk menggelar rapat dengar pendapat dan pembahasan RKUHAP pada masa reses.

"Jadi semua nunggu KUHAP. Nunggu KUHAP. KUHAP-nya selesai. Makanya KUHAP dikebut, minta izin rapat-rapat pada saat reses," ujar Wakil Ketua DPR Adies Kadir di Gedung DPR RI, Rabu (28/5/2025).

"Jadi itu supaya kebut, ya kita izinkan biar kebut, karena dua undang-undangnya nunggu," kata dia.

Tag:  #usulan #syarat #sarjana #hukum #untuk #penyidik #dikhawatirkan #bikin #kewalahan

KOMENTAR