Saksi Ahli: KPK Perlu Izin untuk Sadap Percakapan Telepon dalam Kasus Hasto Sekjen PDIP
Hasto Kristiyanto, terdakwa kasus dugaan perintangan penyidik kasus korupsi Harun Masiku dan pemberian suap, menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (16/5/2025). [Antara/Bayu Pratama]
21:16
5 Juni 2025

Saksi Ahli: KPK Perlu Izin untuk Sadap Percakapan Telepon dalam Kasus Hasto Sekjen PDIP

Ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Fatahillah Akbar menjelaskan bahwa hasil penyadapan tidak sah sebagai alat bukti bila diperoleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tanpa seizin Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

Hal itu disampaikan Fatahillah dalam sidang kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan dugaan perintangan penyidikan yang menjadikan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa.

Dalam perkara itu KPK sebelumnya membuka beberapa hasil penyadapan percakapan telepon dari beberapa pihak yang terkait dalam kasus tersebut.

Fatahillah menjelaskan tidak sahnya hasil penyadapan berlaku jika diperoleh dalam kurun waktu di bawah periode 2021 atau tepatnya setelah Mahkamah Agung (MA) membatalkan Undang-Undang nomor 19 tahun 2019 yang mengatur perihal penyadapan diubah harus seizin Dewas.

"Berarti setelah putusan MA, ke depan, enggak perlu lagi penyadapan KPK izin Dewas begitu ya?" kata Kuasa Hukum Hasto, Febri Diansyah di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (5/6/2025).

"Tapi perlu memberitahukan," jawab Fatahillah.

Fatahillah menyampaikan bahwa jika hasil penyadapan diperoleh sebelum MK membatalkan undang-undang 19 tahun 2019, maka penyidik harus mendapatkan izin dari Dewas KPK.

"Ya seharusnya mendapatkan izin ya," ujar Fatahillah.

"Kalau tidak ada izin Dewas sah engga bukti penyadapan itu?" tanya Febri.

"Mungkin dalam konteks ini kalo tidak menggunakan izin tersebut ya tidak sah," sahut Fatahillah.

Dia menjelaskan penyidik KPK mesti tunduk dengan aturan yang mengatur proses penyadapan supaya alat bukti yang diperoleh bisa digunakan secara sah.

"Tadi kan disebut KPK berwenang melakukan penyadapan di tahap penyelidikan, penuntutan, dan seterusnya. Kalau penyelidikannya dilakukan sejak tanggal 20 Desember tahun 2019 sementara undang-undang 19 ini diundangkan pada 17 Oktober 2019, artinya sebelumnya. Wajib tunduk engga proses penyadapan yang dimulai di penyelidikan 20 Desember dengan undang undang ini, undang-undang KPK?" cecar Febri.

"Ya kalau dia dimulainya setelah undang-undang KPK, ya tunduk," timpal Fatahillah.

Lebih lanjut, Fatahillah menyampaikan bahwa perolehan alat bukti harus dilihat justifikasi atau alasan atau dasar hukum yang sah dan dapat diterima.

Dia menilai jika tak ada justifikasi terhadap alat bukti, maka tidak bisa digunakan dalam proses persidangan.

"Kalo tidak ya berarti alat buktinya tidak bisa dipakai atau ada hal yang memang tidak bisa digunakan dalam persidangan. Tapi kalo ada justifikasinya dia bisa tetap dilanjutkan dalam proses persidangan," tutur Fatahillah.

Meski begitu, Fatahillah menyerahkan seluruh penilaian perkara kepada majelis hakim untuk menentukan keabsahan dari alat bukti tersebut.

"Makanya dalam konteks ini, dalam praktek Indonesia konsep exclusionary rules itu kan belum digunakan secara pasti ya, jadi diserahkan kepada majelis hakim untuk menilai kekuatan pembuktian dan keabsahan alat bukti dalam setiap alat bukti," papar Fatahillah.

"Kalau betul-betul tidak ada justifikasi sesuai pendapat saya tadi, tidak bisa digunakan," tandas dia.

Sebelumnya, Jaksa mendakwa Hasto melakukan beberapa perbuatan untuk merintangi penyidikan kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI kepada mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Selain itu, Hasto juga disebut memberikan suap sebesar Rp 400 juta untuk memuluskan niatnya agar Harun Masiku menjadi anggota DPR RI.

Dengan begitu, Hasto diduga melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHAP.

Di sisi lain, Hasto juga dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 5 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Diketahui, KPK menetapkan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI yang juga menyeret Harun Masiku.

“Penyidik menemukan adanya bukti keterlibatan saudara HK (Hasto Kristiyanto) yang bersangkutan sebagai Sekjen PDIP Perjuangan,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024).

Dia menjelaskan bahwa Hasto bersama-sama dengan Harun Masiku melakukan suap kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.

Setyo menjelaskan penetapan Hasto sebagai tersangka ini didasari oleh surat perintah penyidikan (sprindik) nomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tertanggal 23 Desember 2024.

Di sisi lain, Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan oleh KPK dalam surat perintah penyidikan (sprindik) yang terpisah.

Setyo menjelaskan bahwa Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk merendam ponselnya di air dan melarikan diri ketika KPK melakukan operasi tangkap tangan.

“Bahwa pada tanggal 8 Januari 2020 pada saat proses tangkap tangan KPK, HK memerintahkan Nur Hasan penjaga rumah aspirasi di Jalan Sutan Syahrir Nomor 12 A yang biasa digunakan sebagai kantor oleh HK untuk menelepon Harun Masiku supaya meredam Handphone-nya dalam air dan segera melarikan diri,” kata Setyo.

Kemudian pada 6 Juni 2024 sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi oleh KPK, dia memerintahkan staf pribadinya, Kusnadi untuk menenggelamkan ponsel agar tidak ditemukan KPK.

Hasto kemudian memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus Harun Masiku pada 10 Juni 2024.

“HK mengumpulkan beberapa saksi terkait dengan perkara Harun Masiku dan mengarahkan agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya,” ujar Setyo.

Untuk itu, lanjut dia, KPK menerbitkan sprindik nomor Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 pada Senin, 23 Desember 2024 tentang penetapan Hasto sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan.

Editor: Liberty Jemadu

Tag:  #saksi #ahli #perlu #izin #untuk #sadap #percakapan #telepon #dalam #kasus #hasto #sekjen #pdip

KOMENTAR