Fenomena Geng Remaja dan Perundungan Berkelompok, Kenali Pergaulan Anak, Ajarkan Konsekuensi dan Tanggung Jawab
ILUSTRASI: Jika anak terlibat atau menjadi pelaku perundungan, tegaskan bahwa tindakan itu tidak dapat diterima dan harus dihentikan. Dampingi anak untuk bertanggung jawab dan memperbaiki kesalahannya (ADOBE STOCK)
06:30
26 Pebruari 2024

Fenomena Geng Remaja dan Perundungan Berkelompok, Kenali Pergaulan Anak, Ajarkan Konsekuensi dan Tanggung Jawab

Perundungan terjadi lagi dan lagi. Kasus yang belakangan ini ramai melibatkan anggota geng di sekolah yang melakukan perundungan fisik secara berkelompok. Upaya apa yang bisa dilakukan orang tua dan pihak sekolah untuk menghentikannya?

 ---

PADA fase remaja, anak mulai berusaha melepaskan diri dari orang tua secara emosional dan menghabiskan lebih banyak waktunya dengan teman sebaya. Kelompok dalam pertemanan sebenarnya merupakan hal yang wajar di usia remaja. Namun, menjadi berbahaya apabila kelompok tersebut dijadikan alat untuk menunjukkan kekuasaan, pemaksaan, apalagi melakukan perundungan dan kekerasan.

Pengaruh Lingkungan Sosial

Remaja dalam kelompok teman sebaya merasa dirinya harus lebih banyak menyesuaikan diri untuk mendapat pengakuan. ’’Anak remaja masuk geng biasanya karena adanya prestise, misal geng itu ’cowok banget’ atau ’keren’. Nah, ketika sudah gabung, ada kecenderungan ingin mendapat pengakuan dari geng dengan cara melakukan tindakan sesuai aturan kelompok,” tutur Lucy Lidiawati Santioso SPsi MH Psikolog.

Anak mungkin berkelakuan baik ketika di rumah. Namun, saat anak berada di luar rumah, ortu tidak bisa mengawasi. Apalagi, mayoritas anak akan menyembunyikan perilaku perundungan dari ortu maupun guru. Karena itu, penting untuk menerapkan komunikasi dua arah dan ortu menjadi pendengar yang baik.

”Luangkan waktu berkualitas bersama anak, dengarkan keluh kesah mereka, tunjukkan minat pada obrolan anak. Hindari komunikasi satu arah dengan dominasi nasihat,” ujar dosen psikologi Universitas Insan Cita Indonesia itu. Jika ortu cenderung melakukan komunikasi satu arah, remaja akan makin menjauh dari ortu dan makin lekat dengan kelompok teman sebaya.

Cari Tahu Pergaulan Anak

Ortu seharusnya sosok yang paling mengenal anaknya. Jangan kalah dekat dengan teman, apalagi media sosial. Kenali lingkungan pergaulan anak. Jika anak tergabung dalam kelompok atau geng, kenali seperti apa value dan interaksi kelompok pertemanan anak tersebut. Dengan demikian, ketika menemukan ada yang tidak sesuai, ortu bisa mengajak anak berdiskusi untuk mencegah hal-hal buruk terjadi. Misalnya, apa pandangan anak tentang perundungan dan bagaimana sikapnya jika hal itu terjadi di lingkungannya.

Ketika Anak Menjadi Pelaku Bullying

Tidak ada orang tua yang mengharapkan laporan buruk tentang anaknya. Apalagi mengetahui anaknya terlibat perundungan sebagai pelaku. Meski sulit menerima, ortu harus bijak meresponsnya. ”Ucapkan terima kasih kepada guru atau ortu korban yang memberi tahu dan sampaikan bahwa Anda menganggap hal itu serius,” lanjut parenting coach tersebut.

Sebelum berbicara dengan anak, luangkan waktu untuk memproses perasaan diri sehingga emosi terkendali. Barulah tanyakan kepada anak kebenaran laporan yang diterima. Termasuk perbuatan anak kepada korban. ”Cari tahu pola perundungan. Sudah berapa lama berlangsung, apakah anak menargetkan beberapa teman atau selalu satu yang sama, apa yang memicu perundungan,” imbuhnya.

Ketika anak mencari-cari alasan dan bersikeras tidak bersalah, ortu tak perlu mendebatnya. Sebab, lebih mudah bagi anak mengungkapkan kebenaran saat mereka memilih mengakui perilaku buruknya. ’’Hindari juga taktik tangan besi atau memukul, bahkan kekerasan lain. Reaksi ini sering kali mencontohkan perundungan itu sendiri,” ucapnya.

Konsekuensi dari Tindakan

Ortu tetap harus menanggapinya dengan serius. Jangan memaklumi tindakan anak, apalagi membela kesalahannya. Beri tahu anak bahwa perundungan tidak dapat diterima dan harus dihentikan. ”Ajak anak merenungkan tanggung jawab dari tindakannya dan diskusikan bagaimana anak memperbaiki kesalahan dan situasi,” sarannya.

Ortu juga perlu bicara dengan guru dan mendukung kebijakan sekolah. Apabila melibatkan pihak berwajib, tentu harus kooperatif. Dampingi anak menyelesaikan masalahnya. Setelahnya, buat aturan bersama terkait perilaku yang diterima dan tidak. Termasuk konsekuensi jika melanggarnya.

Tanpa konsekuensi, anak tidak memiliki dorongan untuk benar-benar mengubah perilakunya. ”Yang tak kalah penting, beri pemahaman tentang empati. Diskusikan tentang perasaan dan pengalaman korban. Dorong anak memahami perspektif orang lain,” tandasnya. (lai/c12/nor) 

Editor: Ilham Safutra

Tag:  #fenomena #geng #remaja #perundungan #berkelompok #kenali #pergaulan #anak #ajarkan #konsekuensi #tanggung #jawab

KOMENTAR