Belajar dari Kasus Mutilasi di Ngawi, Rasa Percaya Diri Rendah Bisa Picu Kekerasan dalam Hubungan
Ilustrasi cemburu.(FREEPIK/TIRACHARDZ)
20:10
31 Januari 2025

Belajar dari Kasus Mutilasi di Ngawi, Rasa Percaya Diri Rendah Bisa Picu Kekerasan dalam Hubungan

- Kasus Mutilasi yang dilakukan Rochmat Tri Hartanto atau Atok (33) terhadap pasangannya yang bernama Uswatun Khasanah (29) berawal dari rasa cemburu yang dialami Atok.

Kasus ini terjadi di Kecamatan Kendal, Ngawi, Jawa Timur.

Rasa cemburu merupakan respon emosi yang wajar terjadi dan bisa dialami oleh setiap orang.

Psikolog Klinis Dewasa Disya Arinda menyebutkan, cemburu terjadi ketika seseorang sedang merasa tidak aman atau memiliki rasa percaya diri yang rendah.

“Seringkali cemburu itu adalah bentuk lain dari rasa tidak aman atau insecure. Selain itu, ini juga bentuk rendahnya rasa kepercayaan diri dan ketakutan akan kehilangan,” ungkap Disya kepada Kompas.com, Selasa (28/1/2025).

Umumnya, orang-orang yang mudah cemburu juga memiliki konsep diri yang rendah.

Sehingga, mereka merasa terancam setiap kali melihat pasangannya membangun relasi dengan orang lain maupun melakukan kegiatan yang membuat sang pasangan bertemu orang baru.

“Ketika harga dirinya terganggu, apalagi kalau pelakunya ini memang punya self-esteem yang rendah, dia akan terdorong untuk membela atau melindungi dirinya,” jelasnya.

Reaksi ini secara tidak langsung membuat orang yang cemburu melakukan berbagai cara untuk melindungi diri dan mengurangi rasa cemasnya.

Namun, Disya mengungkap, apabila rasa cemburu tidak bisa diatasi dengan baik, dikhawatirkan perasaan tersebut akan berubah menjadi keinginan untuk mengontrol pasangan.

“Terkadang bentuk pembelaan diri atau perlindungan diri ini sangat ekstrim, bisa saja menyakiti orang lain atau memperburuk keadaan atau konflik yang sudah ada gitu,” ujar Disya.

Rendahnya rasa kepercayaan diri membuat seseorang yang pencemburu membatasi ruang gerak pasangan dengan melarang berbagai aktivitas yang hendak dilakukan pasangannya. 

Tak jarang, larangan tersebut dibalut dengan manipulasi yang mempengaruhi pola pikir korbannya. Bahkan, pelaku bisa saja melakukan kekerasan demi membuat korbannya mengikuti keinginannya.

Hal tersebut dilakukan pelaku hanya semata-mata membuat dirinya merasa aman.

“Kalau ada keinginannya yang tidak terwujud atau ketika pelaku ini merasa dilecehkan atau diancam secara emosional, itu bisa saja langsung tereskalasi dalam bentuk kekerasan,” tandas dia.

 

Editor: Devi Pattricia

Tag:  #belajar #dari #kasus #mutilasi #ngawi #rasa #percaya #diri #rendah #bisa #picu #kekerasan #dalam #hubungan

KOMENTAR