Israel Langgar Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza, Hadang Warga Palestina Kembali ke Rumah
Suasana meriah di alun-alun Kota Gaza, Sabtu (25/1/2025) yang menjadi lokasi pembebasan empat sandera perempuan Israel. 
01:00
27 Januari 2025

Israel Langgar Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza, Hadang Warga Palestina Kembali ke Rumah

Hamas memantau pergerakan Israel yang melakukan penghadangan terhadap warga Palestina yang ingin kembali dari Gaza selatan ke utara.

Menurut Hamas, tindakan penghadangan oleh Israel ini adalah sebagai bentuk pelanggaran perjanjian gencatan senjata.

Berdasarkan kesepakatan, Israel pada Sabtu (25/1/2025) akan mulai mengizinkan warga Palestina untuk kembali ke rumah mereka di Gaza utara.

Hamas menegaskan bahwa Israel telah menunda pelaksanaan perjanjian gencatan senjata.

Dikutip dari Al Mayadeen, kelompok Palestina itu menganggap pendudukan Israel bertanggung jawab atas keterlambatan dalam melaksanakan gencatan senjata.

"Kami bekerja secara bertanggung jawab dengan para mediator untuk mencapai solusi yang menjamin kembalinya para pengungsi," tegas Hamas.

Times of Israel mengutip sumber diplomatik yang mengatakan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu "bersikukuh pada keputusannya untuk tidak mengizinkan warga Gaza melewati Koridor Netzarim ke utara".

Akibat keributan ini, salah seorang warga Palestina harus tewas dan tujuh orang lainnya terluka akibat tembakan dari Israel.

Pria itu ditembak dan dua lainnya terluka Sabtu malam, menurut Rumah Sakit Awda, yang menerima korban.

Lima warga Palestina lainnya, termasuk seorang anak, terluka Minggu dini hari dalam penembakan terpisah, kata rumah sakit itu.

Belum ada komentar langsung dari militer Israel.

Dikutip dari Arab News, Israel telah menarik diri dari beberapa wilayah Gaza sebagai bagian dari gencatan senjata, yang mulai berlaku Minggu lalu.

Tetapi, militer Israel telah memperingatkan orang-orang untuk menjauh dari pasukannya, yang masih beroperasi di zona penyangga di dalam Gaza di sepanjang perbatasan dan di koridor Netzarim.

Awal Mula Kekacauan

Kekacauan ini bermula ketika proses pembebasan sandera, di mana Hamas diharuskan untuk membebaskan empat wanita Israel pada Sabtu.

Namun, berdasarkan ketentuan perjanjian penyanderaan, warga sipil perempuan Israel, Arbel Yehoud, seharusnya dibebaskan sebelum keempat tentara tersebut.

Yehoud termasuk dalam kategori ini bersama dengan Shiri Bibas dan kedua putranya, Kfir dan Ariel.

Akibatnya, setelah keempat sandera dikembalikan dengan selamat ke Israel, kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa warga Gaza tidak akan diizinkan kembali ke bagian utara Jalur Gaza sampai Yehoud dikembalikan dengan selamat.

"Israel hari ini menerima empat tentara wanita yang diculik dari organisasi Hamas, dan sebagai gantinya, akan membebaskan tahanan keamanan sesuai dengan kesepakatan yang disepakati," kata Kantor Netanyahu, dikutip dari The Jerusalem Post.

"Sesuai dengan kesepakatan tersebut, Israel tidak akan mengizinkan warga Gaza menyeberang ke Jalur Gaza utara - hingga pembebasan warga sipil Arbel Yehoud, yang seharusnya dibebaskan hari ini, diatur," lanjut mereka.

Hamas mengatakan telah membuktikan kepada Israel bahwa sandera Arbel Yehoud masih hidup.

Kelompok tersebut menyalahkan Israel karena melanggar persyaratan kesepakatan penyanderaan dalam pengumuman resmi pada hari Minggu.

"Kami menindaklanjuti dengan para mediator mengenai pencegahan pendudukan terhadap kembalinya para pengungsi dari selatan ke utara (Gaza), yang merupakan pelanggaran perjanjian gencatan senjata," kata Hamas.

"Pendudukan terhenti dengan dalih tahanan Arbel Yehoud, meskipun kami telah memberi tahu para mediator bahwa dia masih hidup, dan kami telah memberikan semua jaminan yang diperlukan untuk pembebasannya."

"Kami menganggap pendudukan bertanggung jawab atas hambatan dalam pelaksanaan perjanjian, dan kami menindaklanjuti dengan para mediator dengan tanggung jawab penuh untuk mencapai solusi yang mengarah pada pemulangan para pengungsi," pungkas mereka.

Trump Minta Yordania dan Mesir Terima Warga Palestina

Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump meminta kepada Yordania dan Mesir untuk menerima lebih banyak warga Palestina dari Gaza.

Ketika ditanya apakah ini merupakan solusi sementara atau jangka panjang untuk Gaza, Trump mengatakan: "Bisa jadi salah satunya".

Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich, yang telah berulang kali menyerukan kembalinya pemukim Yahudi ke Gaza, menyambut seruan Trump sebagai "ide yang sangat bagus" dan mengatakan dia akan berupaya mengembangkan rencana untuk melaksanakannya.

Namun seorang pejabat Hamas bereaksi dengan curiga, menyuarakan ketakutan lama warga Palestina tentang pengusiran permanen dari rumah mereka.

"Palestina tidak akan menerima tawaran atau solusi apa pun, bahkan jika (tawaran tersebut) tampaknya memiliki niat baik dengan kedok rekonstruksi, seperti yang diumumkan dalam proposal Presiden AS Trump," kata anggota biro politik Hamas, Basem Naim kepada Reuters.

Pejabat Hamas lainnya, Sami Abu Zuhri, mendesak Trump untuk tidak mengulangi ide-ide "gagal" yang dicoba oleh pendahulunya, Joe Biden.

"Warga Gaza telah menanggung kematian dan menolak meninggalkan tanah air mereka dan mereka tidak akan meninggalkannya apa pun alasannya," kata Abu Zuhri kepada Reuters.

Yordania juga tampaknya menolak usulan Trump, dengan Menteri Luar Negerinya Ayman Safadi mengatakan kepada wartawan bahwa pendirian negara itu terhadap pemindahan warga Palestina dari Gaza tetap "tegas dan tidak tergoyahkan".

Mesir belum berkomentar, tetapi telah mengatakan pada beberapa kesempatan bahwa negara itu menolak pemindahan warga Palestina.

Washington tahun lalu menyatakan menentang pemindahan paksa warga Palestina.

Kelompok hak asasi manusia dan lembaga kemanusiaan selama berbulan-bulan menyuarakan keprihatinan atas situasi di Gaza, dengan perang yang menyebabkan hampir seluruh penduduk mengungsi dan menyebabkan krisis kelaparan.

"Saya katakan kepadanya, saya ingin Anda menangani lebih banyak hal karena saya melihat seluruh Jalur Gaza saat ini dan keadaannya kacau, benar-benar kacau. Saya ingin dia menangani orang-orang," kata Trump setelah menelepon Raja Yordania, Abdullah pada hari Sabtu.

"Saya ingin Mesir menerima orang-orang itu," ucap Trump.

Trump menambahkan bahwa ia akan berbicara dengan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi pada hari Minggu.

"Anda berbicara tentang satu setengah juta orang, dan kita baru saja membersihkan semuanya," ujarnya. (*)

Tag:  #israel #langgar #kesepakatan #gencatan #senjata #gaza #hadang #warga #palestina #kembali #rumah

KOMENTAR