



Pilu Warga Gaza saat Bulan Ramadan: Susah Salat hingga Terpaksa Mengais Makanan di Jalanan
Hingga kini, pengeboman Israel di Gaza telah menghancurkan banyak wilayah permukiman, sistem medis hingga robohkan ratusan masjid.
Menurut keterangan Kementerian Wakaf dan Agama di Gaza, sejak Februari lalu, setidaknya 1.000 dari 1.200 masjid, termasuk situs kuno, telah hancur sebagian atau seluruhnya.
Lebih lanjut, pada Minggu (10/3/2024) malam, beberapa jemaah dilaporkan melaksanakan shalat maghrib di masjid Al-Hadi yang juga telah rusak akibat ulah Israel. Lengkungan klasik islaminya kini terkelupas dan retak, sementara tiang beton yang menopang langit-langit di dalamnya sangat miring.
Seorang warga Gaza mengatakan, salat tarawih dilakukan setiap malam secara berjamaah. Namun, keterbatasan akses terhadap air membuat mereka tidak dapat melakukan wudhu sebelum shalat.
Mereka juga terpaksa harus menjalani bulan Ramadan yang berbeda dari sebagian besar umat muslim di dunia.
Banyak dari warga Gaza yang terpaksa tidak melaksanakan salat dan memilih untuk turun ke jalan demi mencari makanan apapun yang bisa mereka temukan. Makanan itu sedianya diberikan kepada keluarga mereka yang tinggal di kamp-kamp darurat di seluruh wilayah yang menjadi target perang.
“Ramadhan biasanya banyak sekali undangan makan malam untuk keluarga besar kita. Saat ini, semua anggota keluarga berada di tempat yang berbeda,” kata Aseel Mousa (26), seorang Jurnalis yang mengungsi di Rafah, kepada CNN.
“Kapan terakhir kali saya mendengar suara adzan tanpa suara drone Israel? Saya tidak ingat,” tambahnya.
Perampasan kini adalah hal yang sudah biasa terjadi di Gaza, dan efeknya paling terasa di bulan Ramadhan ini. Pasar-pasar di Rafah kekurangan bahan makanan dan hanya sedikit toko yang menjual Qatayef, makanan penutup yang biasanya dijual selama Ramadhan.
Lampu-lampu terang dan dekorasi yang biasanya menghiasi jalan-jalan selama bulan Puasa juga tidak terlihat sama sekali, meskipun beberapa kios masih memasang lentera Ramadhan.
“Kami bahkan tidak mampu membeli sayur-sayuran, apalagi buah-buahan,” kata Maisa al-Balbissi seorang pengungsi berusia 39 tahun dari Gaza utara, yang sekarang mengungsi di Rafah.
Disisi lain, bagi warga Palestina yang saat ini terpaksa tinggal di kamp pengungsi penuh sesak, kenyataan suram berupa kekurangan pangan dan kondisi hidup yang tidak higienis juga telah mengurangi suasana perayaan bulan suci ini.
Meskipun Israel dan Mesir telah lama melakukan blokade terhadap Jalur Gaza, namun berbeda dengan tahun ini, pada tahun sebelumnya barang-barang yang dibutuhkan untuk Ramadhan masih tersedia.
“Ramadhan kali ini berbeda dengan tahun lalu ketika segala sesuatu yang berhubungan dengan Ramadhan tersedia, baik itu listrik, makanan, air,” kata Abdelrahman Ashur (19), seorang pengungsi Gaza.
Tag: #pilu #warga #gaza #saat #bulan #ramadan #susah #salat #hingga #terpaksa #mengais #makanan #jalanan