Ini Kata Psikiater Soal Program Pendidikan di Barak Militer untuk Pelajar Bermasalah
Sebanyak 39 siswa tingkat SMP mengikuti pendidikan berkarakter di Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalyon Artileri Medan 9, Purwakarta, Jawa Barat, Sabtu (3/5/2025). Psikiater dan Mental Health Influencer memberikan pendapat untuk program pendidikan berkarakter yang dicetuskan oleh Dedi Mulyadi.(KOMPAS.COM/FARIDA)
18:00
21 Mei 2025

Ini Kata Psikiater Soal Program Pendidikan di Barak Militer untuk Pelajar Bermasalah

Program Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi yang memberikan pendidikan berkarakter di barak militer untuk para pelajar bermasalah masih terus mendapat sorotan publik.

Program pendidikan yang dicetuskan oleh Dedi Mulyadi ini sudah mulai berjalan pada 2 Mei 2025 yang ditargetkan pada para pelajar yang memiliki perilaku menyimpang, seperti tawuran, bolos sekolah, atau minum minuman keras.

Pendidikan berkarakter bela negara ini diprogram untuk berlangsung selama 14 hari yang dimaksudkan agar bisa membentuk karakter disiplin dan nasionalisme.

Meski sejumlah masyarakat memberi dukungan, beberapa pihak lainnya mengkritisi.

Misalnya, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah sempat mengatakan bahwa program pendidikan Dedi Mulyadi ini berpotensi melanggar hak anak.

Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa (Psikiater) dr. Zulvia Oktanida Syarif, Sp.KJ turut memberikan pendapatnya.

“Pendekatan militer bisa membantu menanamkan kedisiplinan dan struktur, tapi harus hati-hati dalam penerapannya,” kata Zulvia yang akrab disapa Vivi kepada Kompas.com pada Rabu (21/5/2025).

Menurutnya, pendidikan berkarakter bela negara kurang bisa efektif untuk mendisiplinkan para pelajar yang menyimpang.

“Kalau terlalu keras atau tanpa pendekatan emosional yang tepat, malah bisa memperburuk kondisi psikologis remaja,” ungkapnya.

Bagaimana cara efektif untuk mendisiplinkan para pelajar yang menyimpang?

Vivi mengatakan bahwa cara yang efektif untuk para pelajar yang memiliki perilaku menyimpang adalah dengan mengkombinasikan pelatihan yang tegas dengan pendekatan emosional dan komunikasi yang baik.

“Akan lebih efektif kalau dikombinasikan dengan pendekatan yang membangun rasa tanggung jawab, komunikasi yang baik, dan keterlibatan emosional,” terangnya.

Ia menekankan bahwa intinya bukan cuma menekan perilaku, tetapi juga membentuk kesadaran diri dan kemampuan mengenali dan mengelola emosi yang baik.

“Remaja perlu didengarkan dan dipahami terlebih dulu, apakah ada trauma, tekanan emosional, atau gangguan perilaku yang mendasari,” ujarnya.

Dari segi ilmu psikologi, mental health influencer ini mengatakan, anak-anak remaja yang memiliki perilaku menyimpang membutuhkan terapi psikologi, konseling, pendampingan dari keluarga, dan keterlibatan sekolah.

Selain itu, ada hal yang menurutnya tidak kalah penting, yaitu adanya figur positif di sekitar mereka, seperti guru, teman, tokoh masyarakat, bahkan kreator konten di media sosial.

“Pendekatan yang baik itu menyeluruh dan melibatkan banyak pihak,” tandasnya.

Menurutnya, kita tidak bisa hanya mengandalkan satu pendekatan untuk menyadarkan para pelajar dari kebiasaan berperilaku menyimpang.

“Yang dibutuhkan adalah sinergi antara keluarga, sekolah, komunitas, dan tenaga profesional. Karena sejatinya, setiap remaja pasti ingin menjadi versi terbaik dirinya, hanya saja mereka butuh dituntun dengan cara yang bijak,” imbuhnya.

Apakah perilaku menyimpang dari para pelajar merupakan karakter mereka?

Vivi mengatakan perilaku menyimpang dari para pelajar sebenarnya tidak selalu bentuk karakter mereka.

“Masa remaja adalah masa pencarian jati diri dan masih sangat bisa diarahkan,” ucapnya.

Selain itu, ia menerangkan bahwa otak remaja, khususnya bagian yang mengatur kontrol diri dan penilaian yang disebut area korteks prefrontal belum berkembang optimal.

“Area korteks prefrontal masih berkembang sampai usia 20-an bahkan usia 25 tahun. Jadi, perilaku menyimpang belum tentu mencerminkan karakter menetap,” sebutnya.

Dengan pendekatan yang tepat, menurutnya, remaja bisa kembali ke jalur yang lebih sehat.

“Banyak remaja yang dulunya ‘bermasalah’, justru jadi tokoh inspiratif karena pernah mengalami titik balik dalam hidupnya,” ujarnya.

Tag:  #kata #psikiater #soal #program #pendidikan #barak #militer #untuk #pelajar #bermasalah

KOMENTAR