



Waspadai Bigoreksia pada Remaja: Gangguan Citra Tubuh yang Meningkat di Era Media Sosial
Bigoreksia menjadi perhatian serius di kalangan remaja laki-laki seiring meningkatnya pengaruh media sosial terhadap citra tubuh.
Bigoreksia merupakan kondisi psikologis berupa gangguan citra tubuh yang ditandai obsesi terhadap ukuran otot.
Menurut Amy Gooding, psikolog klinis dari Eating Recovery Center di Baltimore, bigoreksia dapat memicu perilaku kompulsif.
Memahami bigoreksia membantu mengenali tanda awal gangguan dan mencegah dampak jangka panjang terhadap kesehatan mental remaja.
Berikut waspadai bigoreksia pada remaja tentang gangguan citra tubuh yang meningkat di era media sosial dilansir dari laman Huffpost, Rabu (4/6):
1. Definisi dan Ciri Utama
Bigoreksia termasuk dalam body dysmorphic disorder yang secara khusus terfokus pada ketidakpuasan terhadap massa otot. Penderitanya merasa tubuh kurang berotot meskipun kenyataannya sudah terlihat kekar. Gejala yang umum mencakup olahraga berlebihan, kecemasan terhadap bentuk tubuh, dan diet ekstrem. Obsesi ini dapat mengganggu aktivitas sosial dan keseharian, termasuk pola makan dan tidur.
2. Kelompok Paling Rentan
Remaja laki-laki dan pria muda merupakan kelompok dengan risiko tertinggi mengalami bigoreksia. Studi tahun 2019 menunjukkan 22% remaja laki-laki mengalami gangguan makan demi meningkatkan massa otot.
Faktor seperti riwayat gangguan mental dalam keluarga dan sifat perfeksionis dapat memperbesar risiko. Kompetitor binaraga dan atlet dengan fokus penampilan juga lebih rentan terhadap gangguan ini.
3. Pengaruh Media Sosial
Media sosial memunculkan standar tubuh yang tidak realistis dan menekan remaja untuk tampil sempurna. Gambar influencer yang telah disunting menampilkan versi tubuh ideal yang sulit dicapai.
Remaja merasa tertekan untuk memamerkan fisik mereka demi validasi sosial melalui likes dan komentar. Paparan terus-menerus terhadap konten semacam ini memperburuk ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh.
4. Gejala yang Patut Diwaspadai
Tanda awal bigoreksia antara lain adalah keasyikan berlebihan terhadap olahraga dan diet tinggi protein. Penderita mulai menghindari acara sosial karena takut melewatkan jadwal olahraga atau mengonsumsi makanan tertentu.
Perasaan bersalah saat tidak berlatih dan perubahan mood jika tidak melihat perkembangan fisik bisa menjadi indikasi. Ketidakmampuan untuk merasa puas terhadap tubuh sendiri menjadi indikator utama gangguan ini.
5. Peran Penting Keluarga
Keluarga dapat memberikan pengaruh besar dalam membentuk persepsi tubuh yang sehat. Menghindari komentar negatif soal tubuh sendiri di depan anak bisa menjadi langkah awal.
Mendorong diskusi terbuka tentang realitas konten media membantu anak memahami konteks yang benar. Memberikan apresiasi terhadap nilai nonfisik seperti kebaikan dan kecerdasan memperkuat rasa percaya diri.
6. Pendidikan tentang Keberagaman Tubuh
Pengetahuan tentang berbagai bentuk tubuh mendukung penerimaan diri sejak dini. Membiasakan anak melihat tubuh sebagai alat untuk hidup, bukan sebagai objek estetika, mendorong keseimbangan mental.
Gambar tubuh ideal di media seharusnya dijelaskan sebagai produk industri hiburan, bukan standar yang wajib dicapai. Penguatan nilai bahwa keunikan tubuh adalah bagian dari keragaman manusia bisa mencegah keinginan ekstrem mengubah fisik.
7. Upaya Pencegahan dan Penanganan
Membatasi waktu paparan media sosial dan menyediakan ruang diskusi aman sangat membantu. Deteksi dini dan dukungan psikologis profesional berperan penting dalam pemulihan dari bigoreksia.
Tim terapi sebaiknya melibatkan tenaga medis, ahli gizi, dan psikolog untuk pendekatan yang saling melengkapi. Konsultasi ke dokter anak saat muncul gejala awal menjadi langkah strategis untuk mencegah komplikasi.
Bigoreksia pada remaja laki-laki menjadi masalah yang semakin nyata dan perlu dikenali sejak dini untuk mencegah dampak jangka panjang terhadap kesehatan mental.
Tag: #waspadai #bigoreksia #pada #remaja #gangguan #citra #tubuh #yang #meningkat #media #sosial