



11 Faktor Kekerasan Seksual pada Anak, Beberapa Disebabkan Justru oleh Keluarga
Kekerasan seksual pada anak merupakan kasus pidana paling sering terjadi pada anak-anak di Indonesia. Setiap tahunnya, kasus ini selalu muncul dan tak pernah sepi dari perhatian media.
Kekerasan seksual pada anak tidak hanya dilakukan oleh orang asing, terkadang pelaku kekerasan justru berasal dari orang-orang terdekat seperti tetangga, guru, bahkan keluarga korban.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan anak mengalami kekerasan seksual. Sangat penting bagi orang tua untuk tahu faktor penyebab kekerasan seksual pada anak. Dilansir dari saprea.org (27/1), berikut beberapa faktor penyebab kekerasan seksual terjadi pada anak.
1. Lingkungan rumah yang menimbulkan stres
Anak-anak yang kurang percaya diri terhadap lingkungan khususnya di rumah, rentan terhadap orang dewasa yang menjanjikan stabilitas dan keamanan, bahkan jika stabilitas tersebut disertai dengan perilaku lain yang tidak diinginkan seperti kekerasan seksual.
Anak-anak dengan kehidupan rumah tangga yang penuh tekanan mungkin juga merasa tidak bisa curhat kepada orang tuanya. Hal ini terjadi karena anak berpikir orang tuanya sudah terbebani dengan begitu banyak masalah dan mungkin tidak bisa menyikapinya dengan baik.
2. Sikap rendah diri
Anak-anak dengan harga diri rendah sangat rentan karena kurangnya kebutuhan akan kasih sayang, kekaguman, dan penerimaan dari orang-orang disekitarnya. Hal ini terutama berlaku bagi anak-anak yang menjadi sasaran penindasan atau yang orang tuanya juga menunjukkan harga diri yang rendah.
Anak-anak dengan harga diri rendah lebih cenderung tertarik pada orang yang memberikan sanjungan, hadiah, dan perhatian khusus. Tanpa perasaan harga diri, seorang anak mungkin tidak melihat nilai dalam batasan, rasa hormat, dan persetujuan yang menjadi haknya sehingga sangat mudah bagi mereka jatuh dalam jurang kekerasan seksual.
3. Akses terhadap teknologi yang tidak terpantau
Teknologi memberikan cara tanpa batas untuk memupuk pendidikan, kreativitas, dan komunikasi anak Anda. Sayangnya, teknologi juga menjadi arena bermain yang bagus bagi pelaku kekerasan seksual.
Internet memberi mereka akses yang jauh lebih besar terhadap target potensial serta anonimitas tambahan dan kemampuan untuk menjaga rahasia. Ponsel, tablet, atau laptop di rumah Anda bisa menjadi pintu gerbang interaksi antara pelaku kekerasan seksual dengan anak kita.
Perangkat ini tidak hanya memperluas jangkauan pelaku, namun juga menghilangkan banyak hambatan untuk melakukan tindakan (seperti mencoba mengisolasi anak atau mengirim materi yang tidak pantas).
4. Komunikasi yang buruk
Anak-anak yang merasa tidak bisa terbuka dengan orang tuanya mungkin akan menjadi jauh, terkucil, dan tidak aman, sehingga lebih rentan terhadap perlakuan kasar dari pelaku kekerasan seksual.
Mereka cenderung tidak menceritakan kepada orang tuanya tentang topik-topik penting seperti kehidupan baru mereka, perilaku tidak pantas yang mereka lihat atau alami, atau perubahan fisik yang dialami pada tubuh mereka.
Jika atau ketika pelecehan seksual dimulai, seorang anak yang komunikasinya buruk dengan orang tuanya kemungkinan besar akan merahasiakannya. Mereka mungkin hidup dalam ketakutan mendapat masalah, dihakimi atau dipermalukan, membebani orang tua secara berlebihan, atau diabaikan.
5. Kesepian
Kesepian adalah emosi yang kuat. Hal ini dapat menyebabkan perasaan terabaikan, terisolasi, dan terasing. Langkah penting dalam strategi pelaku kekerasan seksual adalah mengisolasi anak dari orang yang mereka cintai, baik secara emosional maupun fisik.
Jika seorang anak sudah merasa terisolasi, langkah ini akan lebih mudah dilakukan oleh pelaku. Selain itu, jika seorang anak sering dibiarkan sendirian atau tanpa pengawasan, pelaku mempunyai lebih banyak peluang untuk mendekati anak tersebut.
6. Anak-anak yang teridentifikasi sebagai LGBTQ+
Anak-anak yang teridentifikasi sebagai LGBTQ+ atau sedang dalam proses memahami identitas seksual atau gendernya mungkin lebih berisiko merasa terisolasi secara sosial dan terasing dari teman sebayanya.
Ketakutan, kecemasan, dan ketidakpastian yang mungkin mereka alami dapat membuat mereka memandang diri mereka sebagai orang luar yang tidak memiliki dukungan emosional.
Pelaku mungkin menyadari kerentanan dan kebutuhan akan bimbingan ini dan mungkin berusaha meyakinkan anak tersebut bahwa hanya merekalah yang memahami dan menerima mereka. Anak tersebut mungkin telah mendengar banyak mitos seputar pelecehan seksual dan orientasi seksual dan menjadi ragu untuk mengungkapkannya.
Ketika seorang anak takut untuk terbuka kepada orang tuanya tentang seksualitasnya, pelaku dapat menggunakan rahasia tersebut untuk mencegah pelecehan tersebut terungkap.
7. Kurang paham batasan-batasan
Salah satu peningkat risiko pelecehan atau kekerasan seksual terhadap anak yang paling signifikan adalah kurangnya pendidikan atau pemahaman tentang batasan. Anak-anak yang tidak memiliki pemahaman yang jelas tentang batasan-batasan sangat kecil kemungkinannya untuk membedakan antara perilaku yang pantas dan tidak pantas.
Mereka mungkin tidak mengerti ketika seseorang telah melanggar batasan pribadinya atau ketika mereka telah melanggar batasan orang lain.
Dengan pemahaman yang tidak jelas tentang apa yang dimaksud dengan pelecehan atau kekerasan seksual, kecil kemungkinannya mereka untuk mengungkapkan perilaku pelecehan seksual yang mereka saksikan, alami, atau dengar. Mereka mungkin juga terlibat atau menunjukkan perilaku tidak pantas yang dapat menarik perhatian calon pelaku untuk melakukan aksi mereka.
8. Disabilitas
Anak-anak penyandang disabilitas setidaknya tiga kali lebih mungkin mengalami pelecehan seksual. Ada beberapa alasan di balik statistik ini, termasuk kebutuhan anak akan perawatan pribadi, keinginan untuk diterima, ketergantungan pada orang lain, ketidakmampuan untuk melarikan diri karena keterbatasan fisik, ketidakmampuan untuk mengungkapkan pelecehan karena keterbatasan komunikasi, dan kurangnya informasi pendidikan tentang seksualitas yang sehat dan pelecehan seksual.
9. Tinggal bersama keluarga tiri
Dalam rumah yang ditinggali keluarga tiri, dinamika komunikasi dan hubungan keluarga menjadi lebih rumit daripada rumah yang hanya ditinggali oleh keluarga kandung.
Mungkin ada perbedaan pendapat di antara orang tua tentang cara mendidik tentang batasan, resolusi konflik, privasi, dan seksualitas yang sehat. Ketegangan di antara anggota keluarga dan anggota keluarga tiri dapat menyebabkan lebih banyak konflik di rumah yang dapat menyebabkan rendahnya kepercayaan anak terhadap lingkungannya.
Keluarga yang beragam juga meningkatkan peluang seorang anak untuk bertemu dengan pelaku kekerasan seksual, baik orang dewasa (orang tua tiri, pasangan yang tinggal serumah) atau teman sebaya (saudara tiri).
10. Kekerasan dalam rumah tangga
Di rumah yang banyak terjadi kekerasan, penelantaran, dan penganiayaan, pelecehan seksual kemungkinan besar juga mempunyai risiko tinggi. Hal ini khususnya terjadi di rumah yang mengalami kekerasan fisik.
Kekerasan dalam rumah tangga menumbuhkan lingkungan rumah yang penuh ketidakstabilan, ketidakamanan, komunikasi yang buruk, dan agresi yang salah penanganan. Hal ini mungkin juga berkorelasi dengan penyalahgunaan alkohol atau zat lain di antara satu atau lebih anggota keluarga. Masing-masing faktor ini meningkatkan risiko pelecehan seksual terhadap anak.
Menurut peneliti Danielle A. Black, risiko pelecehan seksual terhadap anak dalam keluarga enam kali lebih besar dalam keluarga yang ibunya menjadi korban agresi pasangannya.
11. Pernah alami kekerasan seksual
Anak-anak yang pernah menjadi korban pelecehan seksual mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami pelecehan lagi. Hal ini dikenal sebagai re-viktimisasi.
Seorang penyintas anak yang tidak memiliki jaringan dukungan dan alat untuk mengatasi traumanya mungkin menjadi lebih rentan terhadap terulangnya pelecehan seksual, baik di masa kanak-kanak, remaja, atau dewasa.
Selain itu, seorang anak yang pernah menjadi korban pelecehan seksual dan belum ditangani kemungkinan besar masih berada dalam lingkungan berisiko yang memungkinkan pelecehan tersebut terus berlanjut.
Tag: #faktor #kekerasan #seksual #pada #anak #beberapa #disebabkan #justru #oleh #keluarga