Dulu Banjir Pesanan Militer Hingga Fashion Global, Apa yang Hancurkan Sritex?
Sejumlah perusahaan tekstil yang tersebar di Jawa Barat dan Jawa Tengah tengah dalam status enam pabrik ditutup dan empat pabrik melakukan efisiensi dengan PHK karyawan.
Krisis yang dihadapi para perusahaan tekstil juga dirasakan oleh PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex. Perusahaan yang sudah berdiri 50 tahun ini mengalami penurunan pendapatan akibat pandemi Covid-19, perang Rusia-Ukraina, dan perang Israel-Hamas yang membikin gangguan supply chain.
Lalu, juga terjadi kelebihan suplai tekstil dari China membuat dumping harga. Akhirnya eskpor SRIL menurun gegara pergeseran minat tekstil pelanggan Eropa dan Amerika.
Dampaknya, SRIL melaporkan defisit USD 1,16 miliar setara Rp12,94 triliun pada 2023. Pada tahun tersebut, kinerja negatif meliputi pembukuan rugi, defisit serta defisiensi modal menjadi indikasi tidak pastinya kondisi usaha yang berlangsung.
Baca Juga: Bos Sritex Buka-bukaan Soal Kondisi Pabrik Tekstil
Kerugian yang ditanggung SRIL sepanjang 2023 adalah USD 174,84 juta dengan defisit USD 1,16 miliar dan defisiensi modal USD 954,82 juta.
Kekinian, SRIL masih berusaha tetap bertahan hidup. Langkah yang diambil pun terpaksa pengurangan karyawan (PHK) secara berkala hingga 2025. Selain itu, SRIL akan mengembangkan berbagai produk dengan nilai tambah yang tinggi.
Pada 2023, penjualan bersih menurun 38,2 persen menjadi USD 325,8 juta dari USD 524,56 juta pada 2022. Di tahun yang sama, total aset juga menurun menjadi USD 648,898 juta ketimbang pada 2022 yaitu USD 764,55 juta.
Pernah Berjaya
Untuk pertama kalinya, Sritex dipercaya memproduksi seragam militer pasukan militer NATO dan Jerman. Hasilnya, perusahaan itu meraih sertifikat dari organisasi pakta pertahanan Atlantik Utara itu. Hal itu membuat SRIL banjir pesanan dari 33 negara untuk produksi pakaian militer.
Baca Juga: Pemerintah Turun Tangan Soal Pabrik Tekstil, Menperin Usut Penyebab Bangkrutnya Sritex
Pada krisis moneter, Sritex juga mampu mencatat kinerja positif pada 2001. Pendapatannya bahkan berlipat ganda hingga delapan kali.
Sritex pun berlanjut cetak kinerja positif secara berturut-turut. Pada 2012, pertumbuhannya dua kali lipat dari 2008. Hingga akhirnya SRIL melantai di bursa efek pada 2013.
Lima tahun setelahnya, SRIL mengakuisisi PT Primayudha Mandirijaya dan PT Bitratex Industries untuk meningkatkan kapasitas pemintaannya. Pada 2020, SRIL mendistribusikan 45 juta masker ke seluruh dunia kala pandemi Covid-19.
Perusahaan yang berlokasi di Sukoharjo, Jawa Tengah ini mempekerjakan tenaga profesional luar negeri. Mulai dari Korea Selatan, Filipina, India, Jerman, dan China.
Sementara para klien terbesarnya adalah H&M, Walmart, K-Mart, dan Jones Apparel.
Tag: #dulu #banjir #pesanan #militer #hingga #fashion #global #yang #hancurkan #sritex