Ternyata Hilirisasi Nikel Condong untuk Industri Baja di Tiongkok, Bukan EV Baterai
ILUSTRASI. Sebagian besar nikel yang telah diimpor ke Tiongkok bukan diproduksi untuk baterai melainkan dipasok untuk Industri baja. (Reuters)
21:00
13 Maret 2024

Ternyata Hilirisasi Nikel Condong untuk Industri Baja di Tiongkok, Bukan EV Baterai

  - Program hilirisasi nikel yang digenjot Pemerintah RI kental kaitannya dengan produksi EV baterai. Namun ternyata, sebagian besar nikel yang telah diimpor ke Tiongkok bukan diproduksi untuk baterai melainkan dipasok untuk Industri baja.   Hal itu terlihat dari impor nikel dengan kemurnian tinggi Kelas I di Tiongkok yang turun ke level terendah hampir dalam satu dekade pada tahun 2023. Permintaan itu menurun karena Tiongkok meningkatkan impor logam jenis lain dari Indonesia.   Sebelumnya, sebagian besar material Indonesia yang diimpor adalah nickel pig iron (NPI) yang digunakan untuk sektor baja tahan karat di Tiongkok.  

  Sementara saat ini, arus perdagangan mencakup peningkatan jumlah endapan matte dan campuran hidroksida (MHP) yang ditujukan untuk diubah menjadi baterai kendaraan listrik.   Indonesia sendiri tercatat sudah melarang ekspor bijih nikel pada tahun 2020 lalu. Dengan begitu, China sebagai pengimpor bijih nikel terbesar dari Indonesia, membangun pabrik pengolahan nikel di Indonesia.   "Aliran bijih antara kedua negara menghilang dan digantikan oleh NPI dari pabrik baru di Indonesia," tulis Reuters, dikutip Minggu (10/3).   Sebagian besar material yang diimpor oleh China merupakan sektor baja tahan karat dan Nikel Pig Iron (NPI) tetap menjadi kategori perdagangan dengan volume terbesar antara kedua negara. Bahkan pertumbuhan tercatat dari 47 persen menjadi 7,92 juta metrik ton pada tahun 2023.   Namun, peningkatan jumlah kapasitas di Indonesia, yang sebagian besar dimiliki dan dioperasikan oleh perusahaan Tiongkok, kini mengolah bijih laterit atau bentuk nikel lain seperti matte dan MHP sebagai jalur logam menjadi bahan prekursor untuk baterai.   Adapun impor matte Tiongkok telah menjamur dari hanya 10.800 ton pada tahun 2020 menjadi 300.500 ton pada tahun 2023. Bahan dari Indonesia menyumbang 93 persen dari asupan tahun lalu.   Impor PLTMH tumbuh dari 336.000 ton pada tahun 2020 menjadi 1,32 juta ton pada tahun lalu, di mana 63 persen di antaranya berasal dari Indonesia. Menurut International Nickel Study Group, produksi pertambangan melonjak sebesar 48 persen dari tahun 2021 ke tahun 2022 dan sebesar 29 persen lagi dalam 11 bulan pertama tahun 2023.   "Indonesia kini menyumbang lebih dari separuh produksi global, dibandingkan sepertiga pada tahun 2019," tulis laporan itu.   Tiongkok secara historis merupakan importir bersih nikel olahan yang signifikan untuk menutupi kesenjangan antara sektor penyulingan yang relatif kecil di negara tersebut dan permintaannya yang terus meningkat.   Namun, meningkatnya aliran bahan antara nikel dari Indonesia telah secara signifikan mengurangi permintaan impor logam dengan kemurnian tinggi Kelas I. Impor tahun lalu sebesar 91.000 ton turun 42 persen dibandingkan tahun 2022 dan merupakan penghitungan tahunan terendah sejak tahun 2005.   Namun perubahan nyata dalam pola perdagangan Kelas I Tiongkok adalah meningkatnya ekspor logam olahan. Pada tahun 2023, terdapat 43 fasilitas peleburan nikel yang beroperasi, 28 sedang dibangun dan 24 lainnya sedang direncanakan, menurut The Oregon Group.   Indonesia kini menjadi produsen nikel terbesar di dunia, menambang 37 persen pasokan global dan diperkirakan akan meningkat menjadi dua perlima pada tahun 2030.   Meski begitu, makin banyaknya perusahaan-perusahaan Tiongkok yang memurnikan nikel tingkat baterai dari Indonesia hingga membanjiri pasar, mendorong harga turun sekitar 45 persen tahun lalu dan menyebabkan sekitar setengah dari seluruh pabrik nikel di luar negeri menjadi tidak menguntungkan.

Editor: Nurul Adriyana Salbiah

Tag:  #ternyata #hilirisasi #nikel #condong #untuk #industri #baja #tiongkok #bukan #baterai

KOMENTAR